Dua hari sudah sejak kejadian itu, dan aku tetap hanya menjadi pengamat sang elang. Tak mendekat maupun membantunya. Egoku terlalu tinggi untuk melepaskan hidup tenangku dan membantu sang elang. Aku hanya berdoa demi keselamatannya dan berharap sebuah keajaiban datang membantunya.
Ternyata aku lah sebuah keajaiban itu. Tepat setelah aku duduk di kursi penumpang bus, sang elang juga duduk di sampingku. Dia menunduk tak berani menatapku. Aku tak sengaja melihat luka di tangannya yang membuatku terpekik kecil. Itu membuatnya menoleh padaku.
"Kau terluka..." ujarku lirih tapi masih bisa ia dengar.
Dia tersenyum dan menatapku dengan tajam. Jujur, aku takut dengan tatapannya. Seperti menyadari ketakutanku, dia kembali menunduk.
"Iya, maaf mengganggumu."
"Hah? Mana ada kau menggangguku?" ucapku secara spontan.
Bagaimana dia berubah menjadi orang seperti ini dalam dua hari? Membuatku merasa aneh sekaligus sedih. Kembali aku menatap luka itu. Bukan luka bakar karena dua hari yang lalu. Bisa dibilang itu luka baru.
Sepertinya ia menyadari tatapanku. Dia balik menatapku kemudian bertanya dengan ragu.
"Apa kau punya sesuatu untuk menutupi ini?" Jarinya menunjuk luka itu.
Terlihat jelas itu luka sayatan benda tajam. Ia yang melakukannya sendiri? Atau orang-orang yang merundungnya?
Aku mengangguk, kemudian mengambil beberapa lembar tisu yang ku bawa di tas. Aku cukup merasa menyesal telah menolak permintaan ibuku untuk membawa beberapa obat tadi pagi.
"Terima kasih," ucapnya lirih ketika menerima uluran tisuku.
"Kau orang yang baik."
Ucapan Dara mengagetkanku. Aku menunduk sebentar kemudian kembali tersenyum menatapnya. Aku bukan orang sebaik itu Dara. Kaulah orang yang baik. Sangat baik.
"Semua orang juga melakukannya, kok."
"Aku harap begitu," ujarnya lirih.
Rasanya hatiku ikut sesak melihat Dara. Bagai sang elang yang sayapnya patah. Tak lagi terihat hebat, hanya seorang pecundang. Aku ingin membantunya.
Kali ini saja, ayo bantu dia. Teriak batinku memerintah.
"Apa kau mau menjadi temanku?"
Aku sangat menunggu hal ini terjadi. Hal dimana aku bisa berteman dengan Sang Elang. Meski aku tak pernah berpikir jika aku yang mengajaknya duluan.
"Ya, aku mau."
Aku tersenyum mendengar jawabannya membuat sang elang ikut tersenyum. Kemudian sosok elang dengan tatapan tajamnya kembali muncul di wajah Sang Elang.
Sang elang dengan tatapan tajamnya berteman dengan si pengecut seperti aku ini. Apa yang selanjutnya akan terjadi, jelas aku tak tahu. Semoga sikap pengecutku tidak menyakitinya.
Bagaimana si pengecut ini bisa di samping sang elang dengan badainya? Apa yang akan dilakukan si pengecut ini? Aku tak tahu. Satu hal yang pasti, pengecut tetaplah pengecut.
Sang elang pun tak tahu jika kawan barunya adalah seorang pengecut. Sang elang hanya butuh teman, bukan pahlawan kan? Maka seorang pengecut pun bisa menjadi teman. Lalu apalagi yang mau diharapkan dari si pengecut ini?
"Kau memiliki anting-anting yang indah."
Ucapan yang cukup aneh untuk memulai topik. Namun, seperti inilah sang elang. Hidup sendirian membuatnya susah berinteraksi dengan orang lain. Tak apa, aku tak keberatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/309081504-288-k108487.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Elang
Novela JuvenilElang, Sang pemilik mata tajam, Gesit dan lincah terbang, Memangsa mangsanya. Terbangnya paling tinggi, Berteman badai setiap hari, Walau begitu ia terus menyendiri. Berbeda dengan sosok elang biasanya, 'elang' ini tak suka sendiri. Mendamba pertem...