Kenangan Lama Bersama 'Si Gadis Hujan'

0 0 0
                                    

Berisik sekali, ya. Kenapa kau melibatkan orang asing dalam konflik organisasi kita, Ketua?”
Suara nyaring datang dari sisi gelap ruangan yang lain. Semuanya langsung menoleh ke sumber suara. 

Nether menyeringai, “Hei, gue belom selesai dengan orang-orang gue, Riza.” Perempuan itu terkekeh, tubuhnya belum terlihat sepenuhnya.

“Licik, kau menggunakan orang-orang terlatih dari dunia lain, ya?”

“Kau juga, Riza. Kau menggunakan tubuh orang lain di dunia ini. Bukankah itu sama liciknya? Kau bahkan memanipulasi ingatannya. Seharusnya kau berada di dimensi B-666 sekarang.”

Acid dan Corazon mengernyitkan dahi, apa maksudnya?

Tak lama, perempuan itu keluar dari kegelapan, dengan beberapa orang yang sepertinya adalah pengawalnya. Tebak siapa—maksudku sosok tubuh siapa yang keluar?

Ya. Caby. Acid menelan ludah. Pupilnya membesar.

Corazon menggeram. Ia menghampiri Hikari yang masih terkapar, tendangan tadi sangat kuat.

“Hikari, lo gapapa?” Ia berseru, berharap Hikari mendengarnya. “Aku gapapa, cuma benturan kecil.” Hikari perlahan berdiri, dengan bantuan Corazon.
Di sisi lain, Acid masih termangu, menatap Caby—lebih tepatnya Riza.

Semua kenangan itu, suka duka itu, terbayang kembali di kepalanya.

***

Sepertinya, aku akan bernostalgia sedikit.

Hari itu tanggal 1 Juni.

Aku turun dari bus, menatap bus yang kembali berjalan di tengah hujan yang lebat. Aku mendengus kesal karena harus terlambat ke sekolah akibat hujan. Aku pun memilih untuk menunggu hujan sedikit reda. Ya, daripada besok tidak masuk sekolah karena demam lebih baik aku menunggu hujan reda disini. Pikirku.

Tentu saja, Aku takkan menyesali pilihanku saat itu.
Aku menoleh ke belakang, memerhatikan bangku di halte itu. Seorang gadis bersurai hitam panjang sedang asyik membaca buku. Iris coklatnya membalas tatapanku, tersenyum. Wajahnya pucat seperti orang yang sedang sakit.

“Hei, kau kenapa? Wajahmu pucat, kau sakit?” Aku bertanya memastikan keadaannya. Ia tersenyum tipis,
“Aku ga kenapa napa kok. Apa menurutmu, aku kayak orang penyakitan ya?” Balasnya. Lantas aku merasa tak enak, apa ia tersindir? Gumamku.

“Maaf kalau kau kesindir, tapi ya, kau keliatan kurang sehat.” Aku memilih untuk jujur. Mendengar hal itu, sang gadis tersenyum kembali. “Ya… mau gimana lagi, dari lahir sudah begini.” Ujarnya lirih, menatap hujan yang sudah mulai reda. “Hujan udah reda, Kamu ga ke sekolah?” Ia bertanya, mengalihkan topik pembicaraan kami.

“Aku bisa berlari, Kau? Aku yakin kita satu sekolah.” Jawabku. “Kayaknya bener, kita satu sekolah.” Ucapnya sambil tersenyum, dengan bibir pucatnya.

“Salam kenal, aku Cabi”

Cabi? Well, Namanya cukup langka, meski Aku yakin itu cuma nama panggilan. Gumamku.

“Panggil aku Acid,”Aku membalas memperkenalkan diri.

“Nama kamu unik, ya? Sesuai dengan muka masammu saat ini. Kesal karena hujan deras ini, Tuan muda? Ahahaha!”

Ya, Dia meledek namaku, tapi Ia tidak sepenuhnya salah. Sepertinya wajahku memang masam sekarang. “Udah cukup, sekarang kau beneran ingin sekolah atau gimana? Hujan sudah sedikit reda, kau bisa berlari bukan?” Ujarku, balas mengalihkan topik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Kenangan dan Kenyataan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang