5

1.1K 77 12
                                    

Jarak mini market itu tidak begitu dekat dengan klub anggar, tetapi juga tidak terlalu jauh. Aksel kadangkala ke mari untuk sekadar membeli kopi. Akan tetapi, dia tidak pernah mendapati Aril di konter kasir sana. Pegawai baru?

"Kak, eskrim juga ya?"

Aksel mengangguk. Inga tentu bergegas riang memilih eskrim yang dia inginkan. Aksel tutup pintu lemari pendingin itu usai mengambil sekaleng kopi setelah membiarkannya terbuka dalam waktu yang lumayan lama.

"Mau juga gak?"

"Kamu aja."

Di konter kasir sana, Aril hanya bertahan sebentar. Kemudian bergegas masuk ke sudut ruangan. Ke gudang. Camilan yang Inga beli dan kopinya pun diproses oleh kasir. Sementara sosok yang nyaris membuat oleng fokusnya itu baru keluar dari gudang, membawa beberapa barang, dan melengkapi rak-rak yang kosong.

"Sembilan puluh tujuh ribu."

Aksel serahkan lembar seratus ribuan. Dan Inga bawa seplastik camilan itu keluar. Disusul olehnya.

"Aku lagi pengen banget ikan bakar." Inga mengembus napasnya panjang, lalu melumat conellonya sedikit demi sedikit.

"Yaudah makan lagi." Aksel labuhkan jemarinya di puncak kepala Inga. Satu kebiasaan yang begitu dia sukai. Puncak kepala itu diacaknya gemas.

"Tapi kan udah makan, Kak ..." Inga merengut, melirik perutnya yang sebenarnya tidak buncit, malah terhitung rata, tetapi anehnya membuat gadis itu cemas.

Aksel tertawa halus. "Emang kenapa kalau udah makan? Kalau masih laper, ya makan lagi aja."

"Aku kan mau tampil cantik pas acara tunangan nanti."

Ah, ya. Acara pertunangan.

"Jadi harus diet."

Aksel hela Inga menuju motor. "Gak diet juga cantik kok."

"Ish, Kak Aksel tuh gak ngertiiii."

Aksel mengulum senyum. Dia memang tidak mengerti. Tapi, dia juga tidak berbohong. Inga itu sudah cantik. Dari lahir malah.

Paras Inga masuk kategori chubby. Mata belonya akan sangat menggemaskan ketika mengerjap. Dan bibirnya juga sangat mungil, ranum merah muda. Saat bicara suaranya begitu halus dan lemah lembut. Hidung Inga terhitung mancung. Dan kulitnya putih bersih. Tinggi badan Inga sekitar 160 cm. Tidak pendek untuk ukuran perempuan. Singkatnya, Inga itu manis dan imut. Akan tetapi akan sangat anggun di momen-momen tertentu.

Dan Aksel suka. Gemas bukan main.

"Mama bilang, besok kita ke butik lagi. Fitting terakhir."

Aksel mengangguk. Hubungan mereka telah memasuki tahun ke enam. Dan pertunangannya tinggal tiga minggu lagi.

**

"Sel, kamera ENG yang canon di mana ya? Wanto mau liput outdoor." Anto menghampiri.

"Dibawa Seno."

Anto mendecak. Berikutnya pamit, sedikit berlari. Partner kerjanya itu nampak sibuk sejak pagi. Aksel sudahi kegiatan membersihkan lensanya. Jam menunjuk ke angka tiga sore ketika dia menengadah pada hamparan langit cerah di luar gedung.

Dihubunginya ponsel Inga.

"Udah siap?"

"Belum. Bentar lagi. Kak Aksel udah on the way???"

"Masih di kantor."

"Ish! Kukira!"

Aksel tersenyum pelan. "Pengen denger suara kamu aja. Makanya telpon lebih cepet."

[✓] Her (Feelings Unsaid)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang