"Ku mohon jangan berisik!" Teriak Elena tak kala bisikan itu terus saja mengganggunya. Ia menutup kedua telinganya menggunakan bantal. Telinganya mulai panas karena ocehan dari si peri.
Makanya dengarkan aku!
"Untuk apa aku mendengarkan makhluk seperti mu?" Elena sangat jengkel dengan peri itu. Kenapa peri begitu membuatnya emosi? Di tambah lagi cerita dari sang ibu membuat, Elena semakin membenci peri.
Wah, baru kali ini ada orang yang membangkang seorang peri.
"Bukannya itu bagus? Aku yang pertama dan akan mudah di kenang di dunia kalian."
Bisikan itu terdengar berdecak. Elena heran, apakah dia mengatakan hal yang salah?
Ck, kau tidak seperti ayahmu ya.
Elena tidak menjawab pernyataan peri itu. Dia malah menunjukkan raut wajah yang penuh amarah. "Kenapa dari tadi kau hanya berbicara ayah, ayah, ayah, dan ayah. Apa tidak ada topik yang lain?"
Tidak. Karena ayahmu cinta pertamaku.
"Wow. Tapi kau bukan cinta pertama ayahku."
Peri itu tidak menjawab. Elena tersenyum puas, akhirnya berakhir sudah dengungan-dengungan yang membuat telinganya panas. Sekarang dia bisa tertidur dengan pulas.
Saat Elena menarik selimut untuk menutupi seluruh bagian tubuhnya. Tiba-tiba dalam sekedipan mata tubuhnya terasa berat. Seorang gadis cantik dengan kulit seputih susu dan rambutnya pun hampir seiras dengan warna tubuhnya yang halus kini ada di depannya mengangkat dagu Elena tinggi-tinggi dengan seraya berkata. "Kau lama-lama sangat kurang ajar ya?" Lantunan suara yang indah kini terdengar di telinga Elena.
Bulu kuduk Elena meremang mendengarnya. Apakah ia sedang bermimpi bertemu seseorang yang cantik seperti bidadari ini? Ataukah ini hanya delusi yang ia ciptakan.
Elena masih terdiam namun peri itu terus mendekat ke arahnya. "Hei, kenapa kau diam Elena? Aku seperti dejavu melihat tingkah mu." Peri itu tertawa dengan anggun. Tawanya seperti bunga bermekaran di musim semi. Jika Elena seorang lelaki pasti ia akan jatuh hati padanya.
Elena menatap manik mata peri itu. "Kenapa kau muncul? Bukannya peri muncul saat musim semi? Dan, berhentilah menggangguku. Aku ingin tidur." Elena menepis tangan lembut milik sang peri yang berada di dagunya.
"Soal itu karena aku ingin bermain bersamamu." jawaban simple itu membuat Elena menatap peri itu dengan penuh amarah. Matanya merah akibat kantuk yang hebat.
"Tapi aku tidak ingin bermain." jawab Elena penuh penekanan setiap kalimatnya.
"Yaah." peri itu tampak sedih. "Jangan tidur dulu, Elena. Aku masih betah melihat manik matamu yang indah."
"Terima kasih, tapi aku akan tetap tidur." jawabnya dengan menarik selimut dan segera tidur, namun peri itu menarik kembali agar Elena tetap terjaga.
"Kau tahu? Matamu seperti ayahmu. Aku suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surreptitious
FantasyHal aneh datang di salah satu kerajaan yang terkenal akan ketentramannya. Seorang gadis kecil nan manis mengalami satu kejadian yang akan terus teringat sampai ia tua. Manusia dengan kepala sekelopak bunga.