Bab 1

172 31 12
                                    


Gadis cantik bertubuh mungil sedang melamun di depan teras rumahnya. Hujan lebat pagi hari membuat ia enggan untuk berangkat ke kampus.

Angin dingin menerpa wajahnya. Gadis bernama lengkap Wini Puri Ayu putri usianya 25 tahun. Wini kuliah di universitas jakarta dengan mengambil jurusan kedokteran. 

Wini tinggal bersama ibu dan adiknya bernama Rey Hermawan. Ayah Wini meninggal saat mereka berusia 12 tahun, saat hendak berangkat bekerja.

Sekarang mereka tinggal di sebuah perumahan kecil di daerah jakarta. Hidup dengan sederhana tidak membuat Wini berhenti mengejar pendidikannya.

Wini kuliah karena mendapatkan beasiswa dari kampusnya.

"Kau belum berangkat Win?" tanya ibu Wini. "Belum bu, hujan masih terlalu lebat."  jawab Wini, "Ya sudah, ibu masuk ke dalam dulu." ucap Ibu Wini, berjalan masuk ke dalam rumah.

Wini melihat jam di pergelangan tangan sudah menunjukan pukul 8 pagi. Biasanya ia berangkat pukul 9 pagi masih ada waktu, menunggu hujan reda sebelum berangkat ke kampus.

Wini mengeratkan mantelnya, berjalan masuk ke dalam rumah kecil yang mereka tempati.

"Loh belum berangkat kak?" tanya Rey, saat melihat kakaknya berjalan masuk ke dalam. "Ntar hujan masih lebat." jelas Wini, "Biasanya juga di terobos." celetuk Rey, Wini menatap tajam kearah adiknya.

Tatapan killer  ia perlihatkan membuat Rey takut.
"Biasa aja kali kak matanya." ucap Rey,

Wini tidak perduli dengan Rey ia memilih duduk menunggu hujan yang tak kunjung reda. Wini meletakkan dagunya di atas meja ia merasa jenuh jika harus menunggu hujan berhenti untuk melakukan aktivitas.

Suara hujan sudah mulai berhenti, Wini kembali melangkah keluar untuk memeriksanya. Senyum Wini mengembang saat hujan sudah mulai berhenti.

"Bu, Wini berangkat dulu." ucap Wini, "Hati-hati," jawab ibu,

Wini melangkahkan kaki menuju kampus, berjalan melewati trotoar untuk sampai ke kampus. Ia bisa saja menggunakan angkutan umum, seperti bus, taksi, atau ojek.

Tapi Wini memilih berjalan kaki, selain rumah yang tidak jauh dari kampus, dirinya juga bisa menyisihkan uang saku untuk tabungannya.

Kehidupan sederhana Wini tidak membuat ia merasa malu, jika ada yang mau berteman dengannya dengan senang hati Wini menerima pertemanan dengannya.

Jika orang itu hanya memandang kekayaan untuk berteman Wini memilih untuk tidak memiliki teman.

Karena teman menurutnya hanya akan datang di saat ia sedang bahagia. Namun, saat kita sedang merasa sedih belum tentu mereka hadir untuk menemani kita. Itulah prinsip yang Wini pilih saat memiliki teman.

Jarak 1 km Wini tempuh menuju kampus dengan udara dingin masih menyerang tubuh mungil Wini. Ia mengeratkan mantel yang melekat pada tubuhnya. Jalanan becek membuat kaki Wini sedikit kotor.

Wini tiba di kampus dengan wajah sedikit pucat dan menggigil. Ia berjalan masuk ke dalam ruang kelas.

"Win, lo baru sampai?" tanya seorang gadis, "Iya Gi, hujan lebat banget di tempat gue." balas Wini, "Sama, gue juga baru sampai," balas gadis itu,

Gadis bernama Egiana atau akrab di panggil Egi, sahabat dekat Wini.

Sejak duduk di bangku SMA dimana saat itu Wini dan Egi masuk sekolah menengah atas bersama membuat mereka dekat dan menjadi sahabat hingga sekarang.

Suara bel berbunyi, semua siswa-siswi berlari masuk ke dalam kelas. Mereka semua sama seperti Wini dan Egi, sedikit terlambat karena hujan lebat yang mengguyur jakarta. Tidak lama setelah mereka semua masuk, pelajaran berjalan dengan suasana tenang.

Wini memperhatikan dan mendengarkan dosen yang sedang memberikan penjelasan di depan.

********

Satu jam berlalu pelajaran telah usai, semua murid bergegas untuk keluar. Ruangan terasa sepi hanya tinggal Wini dan Egi di sana.

"Win!" panggil Egi. "Hmm," jawab Wini, "Kantin yuk," ajak Egi. "Males gue," balas Wini, "Elah, emang lo gak laper?" tanya Egi, "Gak," jawab Wini, "Ayolah, temenin gue makan, masa gue harus makan sendiri." ucap Egi dengan nada sedih.

Wini diam sejenak, merasa kasihan dengan temannya ini. Wajah memelas Egi perlihatkan kepada Wini berharap sahabatnya mau menemaninya.

"Aish, singkirkan Wajah jelekmu itu Gi," kesal Wini, "Gak, sebelum lo mau menemin gue makan." tolak Egi, "Ajak saja yang lain, gue lagi males." balas Wini,

Egi tidak tinggal diam, ia menarik tangan temannya menuju kantin. Wini hanya bisa mengukuti dengan pasrah. Saat mereka tiba, suasana kantin kampus terasa ramai. Membuat Wini bertambah bosan.

"Ayo masuk." ajak Egi, "Lo masih waras kan?" tanya Wini,
Wajah Egi bertanya-tanya apa maksud ucapan sahabatnya itu. "Tentu aja gue waras." marah Egi, "Jalannya gak usah gandengan juga, malu gue Gi." celetuk Wini, "Lah emang kenapa Win? Salah gandengan apa?" tanya Egi polos, "Gandengan emang gak salah sih, hanya saja gue geli." jawab Wini, ia berjalan masuk ke dalam kantin, mendudukkan tubuhnya di kursi paling ujung.

Egi terheran, melihat tingkah sahabatnya. "Tadi gue ajak gak mau, sekarang main nyelonong aja," gumam Egi, dengan menggelengkan kepalanya.
Wini memesan banyak makanan, setelah beberapa menit lalu menolak.

Ternyata ia juga merasa lapar juga. Egi menghampiri Wini yang duduk, makanan di meja berjejeran membuat Egi melongo saat melihatnya.

"Lo bilang tadi gak mau ikut, giliran ikut satu meja penuh makanan. Emangnya lo ada uang?" teanya Egi penasaran,

Biasanya Wini tidak memesan banyak makanan karena ia ingin berhemat. Namun, kali ini Egi terkejut dengan menu makanan di meja.

"Awalnya sih gue gak laper ya, tapi saat gue lihat menu di kantin cacing di perut gue minta diisi." jelas Wini, "Cacing aja yang lo kasih makan, pantesan gak tumbuh-tumbuh badan lo. Makanan habis lo kasih peliharaan perut lo." celetuk Egi, "Bodo amat yang penting perut gue kenyang." jawab Wini,
Egi mendudukkan tubuhnya, ikut memakan semua pesanan Wini.

Hatinya masih bertanya-tanya siapa yang akan membayar semua ini. Dengan menarik nafas pelan Egi bertanya pada temannya.

"Win!" panggilnya, "Hmm," jawab Wini dengan mulut penuh makanan, "Siapa yang akan membayarnya?" tanya Egi, "Emm, soal itu pasti kau tahu kan, temanmu ini tidak ada uang sama sekali. " ucap Wini asal,

"Gi, gue pergi dulu, ada jadwal praktik di UKS, lo ke kelas sendiri bisa kan?" tanya Wini, "Lo kira gue bocah, gak tahu jalan pulang." kesal Egi, "Siapa tahu aja, lo pikun gak tahu jalan pulang." celetuk Wini,."Sialan lo Win, gue masih muda ya, baru juga kepala dua." jawab Egi, "Buset, gak pusing tuh?" jawab Wini, "Sudah sana pergi lo, sebel gue." balas Egi,

Wini melangkah pergi menuju ruangan UKS, ia selalu menggantikan dokter yang ada di sana. Karena nilai Wini paling baik dan ia juga mudah memahami materi yang di jelaskan oleh dokter itu.
Disinilah Wini sekarang, ruangan sunyi, hanya ada obat-obatan, tidak lupa ia menggunakan jas putih favoritnya selama menggantikan dokter.

Karena selain mendapat beasiswa ia juga mendapat gaji karena menggantikan sementara di UKS.

My Love Is Like WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang