Bab 3

56 16 9
                                    

Pria bertubuh tinggi terlihat lelah setelah melakukan latihat tubuhnya di penuhi dengan keringat bercucuran memenuhi tubuhnya.

Ia berjalan melewati kerumunan para gadis-gadis yang sedang menontonnya tadi.

"Dia sangat tampan," teriak para gadis itu terdengar olehnya. Pria itu tidak memperdulikan teriakan mereka karena memang dirinya tidak membutuhkan teriakan itu.

"Revan!" Pria itu menoleh saat namanya di panggil. "Ada apa?" Jawab pria yang di panggil Revan dengan wajah datar. "Gue harap Lo gak lupa pertandingan besok." Balasnya. "ya," sesingkat itulah jawaban yang Revan berikan. Revan melanjutkan langkahnya untuk pulang, rasa lelah menyerang tubuhnya.

Masih dengan keringat yang mengalir Revan mengendarai motor miliknya meninggalkan halaman kampus. Mengendarai dengan kecepatan penuh untuk cepat sampai di rumah.

*******

Wini berjalan pulang melewati trotoar berjalan dengan santai dengan menutup telinganya menggunakan headset. Suara merdu menyanyikan lagu, menemani perjalanannya menuju rumah.

Langkah kaki kecilnya tanpa rasa lelah terus melangkah. Akhirnya tanpa Wini rasakan dirinya kini sudah berdiri di depan halaman rumah kecil milik keluarganya.

Ia berjalan masuk, suasana rumah masih sepi. "sepi sekali, apa ibu belum pulang dari pasar." Pikir Wini, mencari-cari keberadaan ibunya.

Wini memilih masuk ke dalam setelah ia mencari namun, ibunya memang belum pulang. Membersihkan tubuh dan mengganti pakaian. Wini berjalan keluar menggunakan celana jeans panjang dengan atasan kaos berwarna biru.

Berjalan menuju dapur untuk membuatkan ibu dan adiknya makanan. Pintu rumah terbuka, memperlihatkan tubuh seorang pria muda berusia 18 tahun yang baru saja pulang dari sekolah. Pria muda itu adalah adik Wini. Rey berjalan masuk ke dalam kamar, saat akan masuk ia mencium aroma yang harum dari arah dapur.

Dengan langkah panjangnya ia berjalan menuju dapur. "Ibu mana kak?" Tanya Rey saat melihat Wini yang ada di dapur. "ibu belum pulang, kenapa kau baru pulang?" Kini Wini ganti bertanya. "biasa, banyak tugas." Jawab Rey singkat, melangkah pergi meninggalkan Wini.

Memasak bukanlah keahliannya, hanya sedikit yang Wini bisa, berharap meringankan pekerjaan ibunya yang baru pulang dari pasar untuk bekerja menjadi penjual ikan. Melihat ibunya sudah berusaha keras membuat Wini merasa sedih.

"Win, sedang apa?" Suara seorang Wanita membuat Wini sedikit terkejut. "eoh, ibu aku kira siapa tadi." Balas Wini, mulai menata makanan di atas meja. Ia memasak beberapa menu untuk makan malam bersama.

"Kamu masak banyak sekali nak?" Ucap ibu. "ini tidak banyak bu, "Wini menjawab dengan tersenyum. "Ibu mandi, setelah itu kita makan bersama.

"Wini menyuruh ibunya untuk mandi lalu makan malam bersama. "baiklah, ibu mandi dulu."Jawab ibu, meninggalkan dapur.

Rumah kecil yang terdiri dari dapur, dua kamar, kamar mandi, ruang tamu dan meja makan tidak jauh dari dapur. Rumah sederhana milik Wini menjadi rumah ternyaman baginya di banding harus tinggal di rumah mewah dan megah namun tidak membuat kita nyaman.

Mereka kini berkumpul untuk makan malam karena memang sudah waktunya untuk makan malam. Suasana terlihat ramai di saat Wini dan Rey saling bercanda tawa membuat ibu mereka ikut bahagia.

"Andaikan, ayah kalian masih hidup." Ucap ibu, seketika Wini dan Rey menghentikan tawa mereka. "Bu, sudahlah ayah sudah tenang di sana. Ibu jangan bersedih lagi.

" Wini berusaha menenangkan hati ibunya. "iya Bu, lagi pula jika Ibu sedih pasti Ayah akan ikut sedih." Timpal Rey, ikut menenangkan. Ibu merekah meneteskan air mata. Rindu karena kenangan bahagia bersama suaminya masih teringat jelas di mata dan hatinya.

My Love Is Like WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang