Winter Blues

6 0 0
                                    

Panas. Paru-paru Harumi seperti terbakar. Mulut terkatup rapat. Tubuh lampainya tidak bisa berhenti mengigil. Kaki kebas menyaruk salju. Kadar oksigen di ketinggian semakin menipis. Semua bagian terkecil tubuhnya menjerit meminta tolong. Harumi benci musim dingin. Musim yang tidak membawa apa-apa kecuali penderitaan.

Berbekal kemauan, dia langkahkan kaki demi orang-orang yang dia tinggalkan di belakang. Berusaha keras melampaui batas demi satu tujuan. Nanti, setelah tugasnya selesai, dia akan pergi jauh. Berlibur ke tempat matahari bersinar cerah sepanjang waktu. Menikmati hangat cahayanya sampai kulitnya berwarna gelap.

Di puncak salju abadi. Di depan kastel es. Harumi bersimpuh. Makhluk apa yang tinggal di tempat tinggi, terpencil dan dingin seperti ini?

Tidak butuh waktu lama pertanyaan Harumi terjawab. Bunyi sepatu dengan bilah baja menggerus permukaan lantai es yang keras meninggalkan goresan. Seorang laki-laki berseluncur mendekat. Pakaiannya serba putih tanpa mengenakan baju hangat. Hanya satu lapis saja. Tidak seperti Harumi yang harus memakai bot dan pakaian tebal dari kulit dan bulu binatang.

"Kamu siapa? Apa maksud tujuanmu kemari." Dia menyelidik.

"Harumi Sato. Aku ingin bertemu dengan orang yang bertanggung jawab atas penderitaan yang sedang melanda negeri ini."

Harumi langsung mendapat semua perhatian yang dia inginkan. 

"Kamu sedang berhadapan dengan orang itu sekarang."

Harumi tidak akan percaya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Bahwa laki-laki yang sepertinya baik, yang wajahnya tidak buruk rupa, yang tutur katanya lembut namun tegas ini, adalah penyebab perubahan iklim. "Kembalikan musim seperti sediakala," pinta Harumi tegas.

"Kenapa?"

"Apa kamu tidak lihat penderitaan yang mereka alami? Salju ini membuat tanaman pangan tidak bisa tumbuh. Orang-orang kelaparan! Winter blues membuat semua orang merana!"

Dia berdecak. "Maksudku, kenapa kamu peduli dengan mereka?"

"Karena aku menyayangi mereka." Kalimat itu terasa getir di lidah. Harumi tahu, rasa sayangnya tidak berbalas.

Laki-laki itu tergelak. Serta merta datang prahara. Derunya memekakkan telinga. Salju berterbangan di sekeliling mereka berdua. Matanya berkilat penuh amarah. "Kamu tahu makhluk paling kejam di dunia ini? ... Manusia!"

"Tidak semua manusia jahat seperti yang kamu pikir!"

"Lalu kenapa mereka diam saja saat orangtuaku direnggut paksa dariku! Mereka juga memfitnah lalu menjadikan aku yatim piatu! Kamu tahu alasannya? Hanya karena aku berbeda! Terkutuklah kalian yang sengaja memisahkan anak dari orang tuanya! Terkutuklah kalian karena membiarkan seorang anak kecil bertahan hidup seorang diri!"

Harumi tertegun. "Itukah yang kamu alami?"

Mendadak cuaca berubah. Laki-laki itu memalingkan wajah. Tangan yang tadinya mengepal kini terbuka. Badai salju surut seiring amarahnya yang mereda.

"Pergilah." Dia memutar tumit membelakangi Harumi. Jelas dia ingin sendiri.

"Aku turut prihatin dengan apa yang sudah terjadi. Sungguh, jika saja aku tahu aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Harumi mendekat. "Kita mungkin seumuran. Siapa namamu?"

"Yuzuru Hanyu."

"Boleh aku memanggilmu Yuzuru? ... Bisakah kamu hentikan musim dingin yang  panjang ini?"

"Dengan satu syarat. Kamu tidak boleh kembali."

Harumi terkejut bukan main. "Kenapa?"

"Mereka sudah merenggut orang-orang yang aku sayangi. Sekarang aku mengambilmu dari mereka. Adil bukan?" Yuzuru kembali memutar tubuh hingga mereka berdiri berhadapan. "Hanya seorang Harumi. Mereka toh tidak akan peduli kalau kamu tidak kembali. Begitu salju mencair, mereka yang kamu sayangi  akan bersuka cita dan dengan cepat melupakanmu."

"Kamu yakin? ... Mereka bilang aku ini sumber masalah, karena itu mereka mengirimku kemari. Aku hanya akan menyusahkan. Ya, setidaknya aku sudah memperingatkanmu."




Tamat.


Note: cerpen ini dibuat untuk kompetisi #novemberwinterchallenge oleh #WattpadFanficID dengan prompt yang sudah ditentukan. Karena belum beruntung, kusimpan di sini.

LOVE HERBSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang