3

216 30 4
                                    

.
.
.

Karena satu dan lain hal yang mendesak, Taiju Shiba pulang ke negaranya. Setelah sehari pulang dari rumah sakit, Mitsuha ia titipkan pada Vianes karena Taiju berjanji tidak akan lama dan segera menyelesaikan masalah yang ada. Dan setelah berunding dengan Taiju sebelumnya, Vianes memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman milik Taiju. Karena ia tidak mungkin membawa Mitsuha ke kediamannya yang kumuh dan bisa didatangi ayahnya kapan saja itu. Ia tidak mau anaknya menyaksikan lingkungan toxic seperti itu.

"Mitsuha mau diajak kemana?".

"Nak, Mama itu bukan orang berkecukupan. Mitsuha mau ya nemenin mama kerja?".

Bocah kecil itu mengangguk antusias. Berduaan bersama mamanya saja walaupun itu diajak kerja atau apapun itu, Mitsuha tetap senang. Jadi  hari ini Vianes ada kerja separuh waktu sebagai kasir disalah satu toko klontong. Jadi dia berpikir tidak ada masalah jika membawa Mitsuha. Ia juga sudah mengatakannya pada pemilik toko dan mereka tidak keberatan sama sekali.

"Mitsuha kalau mau ambil jajan boleh kok, nanti mama yang bayar".

Vianes sangat bersyukur anaknya ini pengertian. Ia sedari tadi hanya duduk sembari bermain ponsel dan bersikap tenang. Diusianya ini harusnya bocah itu aktif merusuh. Apa karena ia tahu ibunya sedang bekerja?. Tak ada yang tahu apa yang ada dipikiran bocah itu.

"Boleh?".

Tanya Mitsuha pada Vianes. Mana mungkin gadis itu melarang jika sebelum berangkat pulang ke negaranya, Taiju memberinya uang sekitar 10 juta hanya untuk seminggu kedepan?. 'uang tabunganku satu tahun tidak ada bandingannya dengan uang jajanmu seminggu nak'. Batin Vianes iri.

Jika ditelusuri lagi uang itu Taiju kasih untuk uang jajannya juga sebagai kompensasi agar kerja sambilannya khusus hari minggu ia liburkan.

Mengambil roti coklat dan susu, Mitsuha kembali kehadapan ibunya. Vianes cukup terkejut karena ia mengira Mitsuha akan membeli chiki chiki atau apapun yang menurutnya menarik.

"Kenapa roti dan susu? Tidak mau Chiki? Mau mama ambilkan permen?".

Mitsuha menggeleng. "Ini buat makan siang, biar hemat?".

Vianes benar benar tak tahu lagi harus berkata apa. Sepertinya separuh hidupnya yang kurang beruntung tuhan ganti dengan Mitsuha sebagai anaknya. Benar benar beruntung sekali. Hatinya yang keras bahkan tersentuh mendengar ini.

"Nak, papa sudah titip uang yang banyak ke mama buat Mitsuha. Uang makan, uang jajan Mitsuha. Jadi Mitsuha gak usah mikir duit mama habis buat Mitsuha. Jangan ya, ayo mama ambilkan permen, Mitsuha suka permen?".

Setelah mendengar itu Mitsuha mengembalikan susu dan rotinya. Ia beralih mengambil beberapa cemilan kesukaannya. Tidak lupa minuman isotonik yang katanya untuk sang ibu agar semangat kerja.

.
.

Taiju baru tiba di Jepang dan Kokonoi Hajime langsung mendekati. Menjelaskan kejadian secara singkat lalu memberi Taiju satu tas jinjing berwarna hitam.

"Kakak mau istirahat dulu atau langsung saja?".

"Kita langsung saja. Aku benar benar marah kali ini".

Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, mobil memasuki wilayah hutan. Seperti sudah terbiasa, supir tahu sekali belokan belokan yang harus ia lewati meski ini didalam hutan. Rumah tradisional dengan lahan yang tidak main main luasnya itu mulai nampak dibalik rindangnya pepohonan. Dengan sekali klakson mobil dibunyikan, seseorang berlari membuka gerbang.

"Sudah dibawah?". Tanya Taiju sesaat setelah ia turun dari mobil.

Shion mengangguk dan mereka bertiga segera menuju ruang bawah tanah dimana seseorang sedang dibaringkan di meja besi dengan kaki dan tangan yang diikat kuat.

Pria gemuk dan sudah berumur itu bergetar melihat Taiju sudah datang. Berbanding terbalik dengan Taiju yang tersenyum menyapa salah satu petinggi dalam kelompoknya yang berkhianat ini.

Tas jinjing hitam tadi Shion letakkan di meja kayu dan mulai ia keluarkan isinya. Pisau bedah dan alat alat bedah yang lain kini sudah tertata rapi.

"Kita mulai dari hal yang kecil dulu, sebenarnya aku sudah tahu kau berkhianat untuk siapa, tapi aku ingin mendengar langsung dari mulutmu. Jadi bagaimana? Siapa atasanmu?". Pria yang selama ini dikenal sebagai 'paman Tanaka' ini hanya bisa tutup mulut.

"Cabut kuku kelingkingnya!".

.
.
.

Sangat melelahkan, Taiju kini sedang membersihkan noda darah pada kemejanya. Melihat hal ini Koko sangat keheranan. Taiju tidak bangkrut kan?. Jika iya, koko mulai menyusun nama nama yang mungkin bisa ia jadikan ladang cari uang yang lain.

"Kau, biasanya langsung membuangnya daripada susah susah menghilangkan noda darah. Apa perusahaan mulai bangkrut?".

"APAAA BANGKRUT. KITA AKAN MELARAT? KAKAK JANGAN BANGKRUT AKU TIDAK MAU HIDUP SUSAH LAGI".

Shion yang tiba tiba datang itu langsung membuat suasana keruh. Tubuh jakungnya ia buat memeluk Taiju. Dengan sekali sikutan Taiju bisa membuat Shion melepaskan pelukannya dan menggerutu kesakitan.

"Gadis itu akan merepotkan jika aku mengeluarkan uang untuk hal hal yang tidak penting". Jawab Taiju tenang dengan tangan yang masih sibuk mengucek kemejanya.

"Jadi sudah bertemu dengan gadis itu?. Menurutmu dia bagaimana?".

Koko sangat tertarik dengan topik ini, makanya ia bawakan satu botol minuman beralkohol kesukaanya sebagai pendamping.

"Dia miskin tapi aku suka usahanya cari uang. Dan dia merepotkan, tukang marah marah. Tapi dia sayang sekali pada Mitsuha jadi kupikir dia ibu yang baik".

"Jadi kakak sudah berteman baik dengan wanita ya?".

"Tidak juga. Aku masih emosi setiap ingat wajah dengan alis naik itu muncul dikepalaku".

"Lalu rencana apa yang kakak pikir untuk kedepannya?".

"Untuk sementara ini aku berencana akan kembali lagi dan menyelesaikan masalahku, Mitsuha juga masih disana".

Sedikit banyak Koko ini mulai paham. Taiju tidak sadar jika ada yang berubah darinya setelah pergi selama 2 mingguan. Taiju yang lama pasti tidak akan kembali lagi setelah mampu kabur, ia akan perlahan menghilang dan masalah tidak akan timbul. Ya, Taiju yang lama akan seperti itu.

.
.

Ran Haitani mengangguk setelah kabar jika satu bawahannya tertangkap oleh Taiju Shiba. Ran yakin sekali musuhnya itu tahu jika Ran yang ada dibalik semua ini. Ran akui otak Taiju kelewat pintar.

Tapi kali ini, Ran Haitani si pemegang wilayah Roppongi ini sudah satu langkah didepan Taiju. Ran yakin sekali informasi yang sampai ditelinganya akan sangat membantu dalam perangnya kali ini.

Waktunya bersenang hati mendapati jika Taiju sekarang memiliki satu kelemahan. Tinggal mencari tanggal yang baik untuk masuk dalam permainan.

.
.

Ran Haitani 12 tahun dimasa depan,,,,

"Apa kau tidak khawatir jika anakmu datang diwaktu kita perang perebutan wilayah?".

"Aku lebih khawatir karena kau datang menjenguk setiap hari". Sindir Taiju.

Ngomong ngomong, Taiju muak sekali melihat mantan musuhnya ini menjenguk istrinya setiap hari. Ran adalah mantan musuhnya dalam hal perebutan wilayah maupun perebutan hati Vianes. Taiju bahkan tidak yakin Ran sudah menyerah dalam hal terakhir.

"Pulang sana!".

"Ya ya ya, aku pulang. Seperti biasa, jika ada sesuatu pada Vianes hubungi aku".

Taiju bahkan terlalu lelah menjawabnya. Setiap hari si sulung Haitani ini datang, kadang membawa buah, kadang membawa bunga. Saat mau pulang pun ia selalu mengatakan hal yang sama. Setelah pintu kamar tertutup, Taiju beralih berbicara pada Vianes.

"Aku tidak tahu kau begitu hebat dalam membuat orang jatuh. Baik aku atau Ran, aku yakin kami berdua sama sama jatuh terlalu dalam. Kurasa berkah tuhan yang bisa membuatmu menjadi milikku". Bisik Taiju pada istrinya yang masih setia tertidur.

.
.
.

is it love??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang