3. Perjanjian

269 40 4
                                    

Pintu terbuka lebar, sepatu kulit mengkilap yang pertama aku lihat menapak di lantai marmer lalu disusul perawakan tegap pria berambut biru tua yang tersisir rapi. Potongannya panjang sedikit di leher. Kalau di tempatku dulu mereka menyebutnya mullet.

Mataku melotot melihat ketampanan yang bukan main berjalan menujuku. Aku akan menjerit seperti gadis-gadis yang bertemu oppa mereka jika seandainya aku bukanlah seorang yang datang membawa nama baik keluargaku.

Solon berjalan menuju meja kerjanya. Aku memperbaiki posisi dudukku dan mencoba sebisa mungkin tidak terlihat gugup namun peganganku pada cangkir dan riak teh di dalam cangkir yang melompat-lompat tidak dapat menyembunyikan rasa gugup.

Tangan tolong jangan tremor.

Aku mengembalikan cangkir teh dengan buru-buru begitu melihat Solon berjalan ke arahku. Dia duduk di sofa sambil mengeluarkan map-map yang sebelumnya ia ambil di meja kantornya. Membukanya dan menyodorkan benda itu kepadaku.

Aku mengernyit. Apa itu?

Ku baca perlahan-lahan dari atas ke bawah dan mengulanginya sekali lagi.

"Ini...."

"Ini adalah segala keuntungan untuk kedua belah pihak dengan pernikahan kita,"Solon membalas gumamku sambil menatapku, sorot mata emas miliknya terlihat sangat dingin saat menatapku seolah-olah aku hama pengganggu.

Daftar berisi mulai dari uang jajan duchess sampai dengan keperluan libura duchess terlampir di dalam surat tersebut. Aku sedikit linglung dengan hal ini. Aku tidak tahu kalau pernikahan para bangsawan akan seperti ini.

Aku mengembalikkan berkas itu dan Solon memberikanku sebuah kertas lagi. Aku menarik kertas itu dan mulai membaca.

"Maksud tuan?" Aku menatapnya kaget.

"Ini adalah persyaratan pernikahan kamu dan saya," Solon berbicara tentang kertas yang ia berikan, kertas yang berisi batas-batas seorang duchess dan menurutku berat sebelah. Aku menghela nafas. Ingin sekali aku melabrakmu Solon sialan.

"Surat ini tidak memiliki satupun keuntungan untuk saya," Aku menatapnya dengan sorot tegas. Aku menaruh kertas itu mengambil pulpen di meja kerjanya dan menuliskan sesuatu.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Menulis. Tuan tenang, Saya hanya akan memperbaiki sesuatu yang Tuan berikan." Aku menulis segala hal yang aku inginkan dan kemudian memberikannya kepada Solon.

"Jika kesepakatan dibuat oleh satu orang tidak pantaslah itu disebut kesepakatan. Kesepakatan ini sama sekali tidak menguntungkan saya dari segi rohani dan jasmani. Saya adalah seseorang yang akan dipersunting oleh tuan setidaknya jika tuan ingin pernikahan ini lancar ada baiknya Tuan memberikan kesepakatan yang juga menguntungkan saya," Ucapku

"Tuan Muda Azalea, bukankah keuntungan untukmu sudah saya wujudkan dalam bentuk berkas sebelumnya?" Solon memegang berkas yang pertama ia berikan padaku.

Aku mengangguk,"Tapi Tuan di dalam berkas tersebut hanyalah berisi tentang uang dan uang. Jika berbicara soal uang saya bisa mendapatkannya tanpa perlu menikah dengan Tuan Duke." Bagaimanapun keluargaku adalah keluarga bangsawan yang memiliki kekuasaan tetap di sebuah wilayah di Kekaisaran Decelise. Bahkan jika aku menganggur sampai meninggal aku akn tetap kaya.

"Tuan Muda Azalea menginginkan sesuatu selain uang dalam pernikahan ini?" Tanya Solon yang kubalas dengan anggukan.

"Dan Tuan Muda Azalea menulisnya di lembaran ini sebagai syarat pernikahan?" Aku mengangguk lagi.

Solon berpikir keras terlihat dari kerutan di wajahnya. Aku tersenyum walaupun dalam hati aku juga meragu karena hal ini seperti pemaksaan tapi jika tidak begitu aku tidak akan pernah melakukan seks dengan Duke Solon dan itu akan menjadi penyesalan seumur hidupku.

"Kenapa harus jalan-jalan bersama setiap dua minggu sekali?" Solon mendikte poin yang aku tambahkan di kertas sambil menaikkan alisnya.

"Tuan dan saya akan menikah namun kita hanyalah dua orang asing yang dipertemukan di dalam janji suci pernikahan, sulit untuk menemukan kecocokan ketika kita tidak saling mendekatkan diri. Setidaknya luangkan waktu sekali dalam dua minggu untuk kita berdua saling mengenal. Ini untuk rumah tangga yang lebih baik," jelasku pada Solon yang terlihat ragu sebelum akhirnya terlihat menimang penjelasanku.

Aku menatapnya, alis tebal dan mole yang berada di hidung dan bawah matanya mengindikasikan keindahan dan kelembutan. Kurva wajah yang sempurna dengan bibir tipis dan hidung bangir yang memperindah parasnya. Ini berkah yang tidak boleh dilewatkan.

"Tuan Muda Azzalea, apakah ada sesuatu di wajah saya?"

"Ganteng hehehe~" aku menjawab dan terjadi kesunyian di dalam ruangan ini. Aku gelagapan sendiri karena melihat raut wajah Solon. Terlihat kedua alisnya yang naik oleh gumamku mata yang meminta penjelasan lebih atas gumamanku sebelumnya.

"Ah, saya mohon maaf atas ucapan tidak jelas saya. Tuan Solon sangat tampan jadi saya secara tidak sadar bergumam seperti itu. Saya mohon maaf karena itu pasti mengganggu tuan." Solon hanya mengangguk dan aku merasa termangu karena senyum tipis milik Solon. Apakah dia senang dipuji?

"Baiklah syarat-syarat ini akan aku setujui," ucap Solon sambil menunjukkan kertas itu kembali padaku. Suasana di dalam ruangan berubah menjadi lebih nyaman.

Apa moodnya tiba-tiba berubah? Tadi sangat formal tiba-tiba menjadi biasa begini. Dan juga apa-apaan? kupikir ia setidaknya akan melakukan perdebatan panjang atau menolak mentah-mentah? Tapi hei ini berjalan mulus.

Aku mengambil cangkir di hadapanku yang tehnya masih hangat karena menggunakan perbotan sihir. Aku menghirup aroma Ash grey dan meminumnya, lebih tenang dari sebelumnya.

"Tuan Duke,"Dia menoleh menjawab panggilanku.

"Ada yang inginku lakukan dan ini melibatkanmu. Sebuah permintaan."

"Jika itu bukanlah hal yang sulit tidak masalah."

"Tidak-tidak, ini bukan hal yang sulit," Sergahku terlihat gugup. Aku mulai berdehem pelan. Aku mungkin akan terlihat konyol atas permintaan ini tapi apalah daya aku sangat ingin melakukannya.

"Bolehkan aku memanggil namamu dan kau memanggil namaku?" Kulihat dia menatap heran atas permintaanku. Memanggil nama seperti ini sebenarnya hal biasa tapi aku entah kenapa memikirkan hal ini, pada akhirnya dia pun mengangguk.

"Solon,"aku tersipu malu menyebutkan namanya bagai gadis kutu buku yang dipaksa menyebutkan nama pria yang disukainya.

"Soleil," suara berat nan lembut menyapa pendengaranku dan masuk bergema di dalam otakku, melewati sel darahku dan mencapai jantung yang menjadi lebih ekstra terpacu seolah baru saja mengkonsumsi dopamin.

Ah, Merdu sekali~

Aku menunduk dan terbatuk-batuk ringan sebelum dan kembali menatapnya,"terimakasih sudah memenuhi permintaanku Tuan Duke."

"Tidak masalah Tuan Muda Azalea."

Solon memberikan berkas yang sebelumnya kami perbincangkan berkata bahwa aku harus membaca kertas itu ulang-ulang dan menimang hal apa yang tidak aku inginkan agar pernikahan ini berjalan lancar.

Berkas itu sudah dimasukkan ke dalam amplop coklat yang memiliki stempel lambang Keluarga Fronttier di bagian depan. Setelah itu aku meninggalkan kediaman Duke Fronttier.

Di depan kediaman duke, ada Polias yang sudah siap dengan kereta kudanya. Akupun naik dibantu Mine lalu kami berdua diantar balik ke kediaman Marquiss Azalea.

Ah, Aku akan mengingat hari ini.

- TO BE CONTINUE -


Note's :

Aku selalu menemukan diriku sedang melamun sepanjang hari hanya untuk memikirkan alasan-alasan karakter book ini melakukan satu hal.

Ini akan menjadi book yang tidak memiliki tragedi menyakitkan karena Aku tidak suka tragedi 🤕 ini fanfiksi ringan karena ini pertama kalinya aku terus menulis sepanjang ini. Di setiap chapter setidaknya memiliki lebih dari 500 kata dan aku sangat senang bahwa aku seperoduktif itu. Meski itu agak melelahkan ^ㅅ^|||>

Terimakasih udah mau baca ( ^ㅅ^)/(ㅠㅡㅠ)

Menjadi suami seorang second lead? [Sungsun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang