tiga

587 44 6
                                    

Tidak ada cinta pada pandangan pertama. Setidaknya buatku. Paku saja harus dipalu perkali-kali agar menancap dengan kuat di tembok, kayu, bahkan triplek sekalipun.

Sekali pandang, rasanya tawar. Dua kali pandang, rasanya asin. Tiga kali pandang, rasanya manis. Berkali-kali pandang, rasanya gurrrihh bukan main.

***

Bel berbunyi, tanda jam pelajaran berikutnya akan dimulai. Seharusnya aku kembali ke kelas sekarang juga. Tapi kejadian tadi membuat badanku lemas semua.

Lagian, UKS ini ternyata nyaman juga. Dan "kebetulan" aku lagi malas belajar. Jadi kuputuskan untuk berdiam di sini saja.

"Halo, Shel!" Marsha dan Kathrin menyapa di pintu UKS.

"Lho, kalian ngapain di sini?"

"Tadi kita liat kamu sama Adel ke sini, kita ikutin deh," jawab Kathrin.

"Kayaknya udah ada kemajuan ya?" Marsha menambahkan.

"Lebih tepatnya kemunduran. Kalian enggak akan ikut kelas juga kan? Ayo sini masuk!"

Aku bermaksud menceritakan semuanya kepada mereka berdua.

Ah, iya! Aku hampir lupa ngenalin kedua temanku yang cantik ini.

Yang satu namanya Marsha. Berat badan standar. Tinggi di atas standar. Wajah juga di atas standar. Tapi tidak terlalu pintar. Juga tidak punya pacar. Rambutnya panjang dengan poni di depan. Mata bening menawan. Dan kulitnya seputih awan.

Yang satu lagi namanya Kathrin. Berat badan sedikit di bawah rata-rata. Tinggi di atas rata-rata. Wajah di atas rata-rata. IQ di atas rata-rata. Tapi kelakuan seperti bocah tidak tau tatakrama. Rambutnya panjang tanpa poni. Orangnya pemberani. Tapi juga sok tahu. Dan kulitnya berwarna susu (susu coklat maksudnya).

"Jadi beneran, kamu lagi deket sama Adel?" Kathrin memulai pembicaraan. "Atau kamunya doang yang mendekat? Dianya enggak?" perkataan ini khas Kathrin sekali. Selalu berhasil bikin orang yang mendengarnya kesal.

"Menurut lu?" tanyaku ketus.

"Yang kedua sih," jawab Kathrin datar, tapi menyebalkan. Aku cuma membalas dengan memutar bola mata.

"Emangnya harus Adel banget ya, Shel?" kata Marsha. "Cewek lain kan banyak. Atau cowok juga gapapa kalau kamu mau."

"Tapi aku enggak mau cowok ataupun cewek, Sha. Aku maunya Adel."

"Kenapa?"

"Dia itu pacar impian aku."

"Ya ampun."

Marsha dan Kathrin garuk-garuk kepala. Kelihatannya mereka capek juga ngeladenin temannya yang kepala batu ini.

"Kalau bukan Adel, enggak bisa?" tanya Marsha lagi.

"Enggak bisa!" aku menggeleng mantap.

"Gini, Shel. Semua orang punya yang namanya pacar impian. Aku juga punya pacar impian," kata Kathrin.

"Emang pacar impianmu kayak gimana?"

"Pacar impian aku ..., badannya tinggi, kuat, kulitnya putih pucat, dan giginya bertaring."

"Apa dia juga minum darah?"

"Cuma darah hewan, soalnya dia dari keluarga vampir vegetarian."

"Edward Cullen itu mah!"

"Errh, poinnya adalah, pacar impianku memang orang yang sempurna. Tapi pacarku yang asli, Kak Oniel, jauh lebih baik dari dia. Kamu tau kenapa, Shel?"

"Karena dia nyata?"

Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang