lima

737 65 9
                                    

Aku sangat menikmati detik-detik saat bersama kamu.

Di ruang Tata Usaha, kita memang tidak mengobrol. Tapi aku sempat melihat aktamu saat kamu sedang membereskan berkas-berkas.

Adzana Shaliha Alifyaa, nama itu yang kubaca di sana. Makanya aku lumayan kaget saat tiba-tiba kamu datang meminta traktir, dan menyebutkan bahwa nama kamu adalah Ashel.

Lalu saat kamu sedang makan bakso di kantin. Beruntung sekali cuma mejamu yang kosong, aku jadi punya alasan untuk duduk di sana. Aku sempat kesulitan menghirup napas saat kamu tiba-tiba bicara masalah rumah tangga, haha! Ternyata kamu jago gombal juga ya.

Aku sampai salah tingkah sewaktu Bu Indah memintaku untuk mengantarmu ke UKS. Aku tidak tau harus bersikap seperti apa. Aku tidak mau kamu tau perasaanku, Shel. Saking gugupnya, aku malah jadi terlihat seperti orang marah. Maaf ya.

Tapi sekarang, aku lihat kamu sudah punya gandengan ya? Kemarin di kantin, saat sedang berbicara dengannya, sepertinya wajah kamu sumringah sekali. Sorenya juga bahkan kalian pulang sekolah berdua.

Aku sadar, aku tidak berhak untuk bilang begini. Tapi jujur, Shel, aku cemburu. Sangat cemburu.

Selama ini aku hanya berani melihat kamu dari jauh. Dan dalam kesembunyian. Sedangkan dia kenal dengan kamu baru satu hari, tapi sudah bisa bonceng kamu naik motor.

Katakan, Shel ..., apakah aku masih punya kesempatan?

***

Sedari pagi mendung masih belum hilang, tapi juga tidak turun hujan. Angin berembus dengan ragu-ragu, kadang kencang, kadang pelan. Seolah sedang menirukan keadaan hatiku yang bimbang.

"Kath, menurut kamu mana yang lebih baik, mencintai, atau dicintai?"

Kathrin menarik napas panjang. Dari air mukanya, sepertinya dia sudah muak sama drama kehidupan percintaan aku yang penuh keplinplanan.

"Shel, jujur aku lagi males berfilosofi," katanya. Matanya melirik ke atas, sedang berpikir. "Kalau menurutku ... lebih baik mencintai orang yang mencintai kita."

"Hadeuh ..., ya idealnya memang begitu. Tapi kamu tau sendiri, yang sedang aku jalanin ini enggak ideal."

"Gini, Shel. Awalnya aku juga enggak suka sama Kak Oniel. Tapi karena dia selalu ada buat aku, setiap hari selalu berusaha buat bikin aku senyum, she treated me like a queen, you know, Shel? Lama kelamaan aku luluh juga sama dia."

"Jadi maksud kamu, aku mendingan sama Azizi aja walaupun saat ini aku belum suka? Dengan harapan suatu saat nanti aku pasti bakalan suka balik sama dia? Gitu?"

"Cinta itu datang karena terbiasa, Shel."

"Enggak juga. Kamu tau, Kath? Saat pertama kali aku ngeliat Adel, jantung aku tiba-tiba berdebar kenceng banget. Langit yang lagi mendung rasanya mendadak jadi cerah. Dan dari pagi sampai malam perasaan aku bahagia terus."

"Ya itu namanya kasmaran, Shel. Aku malah kayak gitu ke banyak orang. Tapi bukan berarti aku cinta sama mereka semua lho."

"Tapi aku enggak merasakan sensasi itu saat melihat Azizi."

"Cinta enggak bisa datang tiba-tiba, Shel. Yang kamu rasakan terhadap Adel itu bukan cinta."

"Terus apa?"

"Ya mana aku tau. Nafsu, mungkin."

"Sembarangan lo, Kath!"

Kualihkan pandangan. Kulihat batang tanaman-tanaman kecil yang melengkung tertiup angin. Capung-capung beterbangan di atasnya tak tentu arah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang