Sky • 4

918 189 4
                                    

🌁

Seulgi sangat bersemangat untuk bertemu dengan Yerim nanti siang. Dia juga sudah membelikan beberapa hadiah untuk gadis kecil itu. Tidak banyak dan tidak mahal. Seulgi hanya berharap Yerim akan suka.

“Seulgi, kemari!” panggil ketuanya tiba-tiba. “Ikut ke ruanganku sebentar.”

“Baik, bos.” walau bingung, Seulgi tetap mengikutinya.

Irene mendengar bel berbunyi dan jadi bertanya-tanya siapa yang mengunjungi mereka sepagi ini. Dia terkejut saat melihat wajah Seulgi dilayar intercome. Bukankah seharusnya Seulgi bekerja? Yerim sudah menunggunya dari tadi. Irene membuka celemeknya, merapikan penampilannya sebelum membuka pintu. Sangat beruntung karena dia tidak malas mandi pagi hari ini.

“Selamat pagi.” Seulgi tersenyum cerah seperti akan menggantikan matahari. Auranya sungguh positif.

“Selamat pagi.” Irene sedikit canggung. Suaranya pelan. Ada tamu istimewa di rumah mereka. Dan juga senyum tampan itu. Hentikan! “Silahkan masuk. Jangan lupa alas kakinya.”

“Aah, baiklah. Terima kasih.”

Selagi Seulgi sibuk membuka sepatunya, Irene diam-diam memperhatikan. Seulgi terlihat berbeda tanpa helm dan wearpacknya yang berwarna biru langit. Rambutnya tersisir rapi. Jaket musim dingin army, hoodie hitam dan jins yang melekat ditubuhnya membuat Seulgi semakin menarik hati. Irene semakin canggung dan gugup. Kenapa dia seperti ini? Tidak boleh seperti ini. Dia kemudian mengajak Seulgi keruang tamu setelah selesai.

“Maaf, aku pasti mengejutkanmu karena tiba-tiba datang tanpa memberitahu dulu.”

“Tidak apa-apa. Tapi dari mana kau tau kami tinggal disini? Maksudku, nomor apartemen ini?”

“Itu hal mudah untukku. Bisa dibilang, aku tau banyak tentang gedung apartemen ini dan orang-orang didalamnya.” Seulgi tersenyum melihat dahi Irene yang mengerut waspada saat mendengarkannya. “Tapi jangan khawatir, Ibu Yerim. Aku tidak bermaksud jahat dan menakutimu. Kau bisa percaya padaku. Hanya saja waktuku tidak banyak hari ini.” Irene mengangguk kecil. Sedikit lega. Pria asing yang dia undang ini tidak akan bertingkah macam-macam padanya dan putrinya 'kan?

“Apa kau tidak bekerja, Pak Seulgi?”

“Tadinya aku sudah bersiap-siap untuk kerja. Tapi ketua memanggilku untuk ikut rapat mendadak. Sekarang aku hanya punya tiga puluh menit. Kami akan keluar kota untuk beberapa hari. Jadi aku buru-buru datang kesini. Aku tidak bisa menunggu bertemu Yerim lebih lama lagi.”

“Oh, jadi begitu.”

“Um, maafkan aku, Ibu Yerim, tapi dimana dia?” Seulgi tidak ingin membuang waktu.

“Yerim? Dia sudah menunggumu ditempat biasa.”

Menjadi tuan rumah yang baik, Irene menunjukkan dimana tempatnya. Seulgi yang mengekor dibelakang kini dapat melihat seluruh isi apartemen. Rumah yang rapi dan juga nyaman. Terlihat lebih indah dari dalam sini. Di sana, Yerim sedang berjemur dan bermain bola tangkap dengan Bora dari tadi. Seperti orang tua yang bahagia, Irene dan Seulgi tersenyum bersamaan mendengar tawa Yerim saat bola merah yang dilemparnya mengenai hidung anjingnya. Dengan berbisik, Irene kemudian mempersilahkan Seulgi untuk menyapa putrinya. Memberinya kejutan.

“Ahem! Selamat pagi, Yerim.”

Yerim terkejut saat mendengar suara asing itu, sampai membuatnya ingin menangis. Tapi saat menoleh ke siapa yang baru saja memanggilnya, Yerim berteriak senang dan merangkak dengan cepat kearah Seulgi. Tapi Bora yang lebih cepat darinya lebih dulu disapa oleh Seulgi dengan usapan gemas di kepalanya. Anjing pintar. Di satu sisi, Irene terkejut melihat reaksi anaknya yang terkenal malu bertemu orang asing. Bahkan saat bertemu dengan kakek dan neneknya sendiri Yerim tidak seperti ini. Mungkin Seulgi bukanlah orang asing lagi untuk Yerim. Seulgi berlutut menunggu Yerim datang kepadanya. Saat Yerim berhasil, Seulgi mengangkat dan memeluknya untuk pertama kali. Gadis kecil ini yang membuat paginya menjadi tidak membosankan.

“Jadi, namamu benar Yerim? Aku Paman Seulgi.” Seulgi tertawa kecil. Yerim terus menatapnya dengan mata bulat dan bersih itu. Seperti masih tidak percaya jika temannya yang juga si Paman Ajaib ini ada didepannya. Dia lalu menunjuk ke kaca dan kembali menatap Seulgi. “Kau mengenalku ‘kan? Apa tadi kau menungguku di sana? Tapi ternyata aku ada disini? Begitu? Apa kau terkejut?” Seulgi mengusap pipi tembamnya. Yerim hanya melompat-lompat di paha Seulgi. Benar-benar ajaib. Sesekali dia berceloteh lalu tertawa. “Kau sangat lucu.” Seulgi senang akhirnya bisa mendengar suara Yerim.

“Dia sangat senang bertemu denganmu.” Irene mengusap rambut pendek Yerim yang lembut. Dia ikut senang. Kejutan mereka berhasil.

“Benarkah?” Seulgi dan Yerim berbalas senyum. “Oh, aku hampir lupa. Lihat, apa yang kubawa?” dia memperlihatkan bungkusan putih ditangannya dan mata Yerim berbinar. Ada boneka beruang putih kecil dan satu botol gelembung kesukaannya. “Apa kau suka? Nanti kau bisa bermain dengan ibumu disini.”

“Ah, kau tidak perlu repot-repot membelikannya hadiah, Pak Seulgi.”

“Tidak apa-apa. Yerim menyukainya.” mereka melihat Yerim sudah duduk di karpet alfabet sambil menggoyang-goyangkan botol penuh busa itu dengan penasaran dan ingin membuka plastiknya dengan mulutnya.

“Tunggu, kau harus bilang apa dulu, Yerim? Kemari. Ayo bilang, terima kasih Paman Seulgi.” dia memangku Yerim sambil menahan tangan putrinya untuk diam. Irene mencoba untuk membuatnya berterima kasih tapi perhatian Yerim kini sudah sepenuhnya pada hadiah baru miliknya. Irene mendesah sabar dan Seulgi tertawa kecil melihat keakraban keduanya. Keluarga kecil yang hangat.

“Sama-sama, Yerim.”

Seulgi tidak henti tersenyum dan itu tidak lepas dari mata Irene. Perhatian Seulgi kepada putrinya terasa sangat tulus. Bagaimana cara Seulgi berbicara pada Yerim atau menatapnya dengan sayang seperti anak sendiri. Irene bisa merasakan itu sebagai seorang ibu. Dadanya hangat. Dia tersentuh dan berterima kasih. Walau Yerim bisa akrab dan menerima Seulgi dengan cepat disisinya tapi Seulgi tetaplah orang asing diantara mereka. Mereka harus berhati-hati. Yerim adalah anak yang pemalu tapi Seulgi adalah pria asing pertama yang dapat menarik hatinya. Irene adalah wanita yang tertutup tapi Seulgi adalah pria asing pertama yang dia undang ke rumah dengan tangan terbuka selain keluarga dan teman-temannya.

“Kau terlihat tidak canggung dengan anak kecil, Pak Seulgi. Kau pasti ayah yang baik.”

“Tidak. Aku belum menikah.” Seulgi malu. “Hm, mungkin karena aku tinggal lama di panti asuhan. Kau tau, banyak anak-anak di sana. Aku terbiasa berkumpul dengan mereka setiap hari. Dan itu terbawa sampai sekarang.”

“Maafkan aku.” segannya.

“Tidak apa-apa, Ibu Yerim. Pertanyaanmu tidak salah.”

“Apa kau sudah sarapan? Ayo sarapan bersama.” Irene mengalihkan pembicaraan.

Seulgi menolak tapi Irene terus memaksanya dengan alasan Yerim juga belum sarapan selain minum susu. Jadi, Paman Seulgi harus menemaninya, katanya. Dan Seulgi pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka duduk bersama dimeja makan sementara Yerim di kursi khususnya, makan dengan lahap. Seulgi hanya memakan satu roti selai ditemani secangkir kopi yang Irene suguhkan.

“Aku tidak melihat Ayah Yerim dari tadi. Apa dia sudah pergi kerja?” tanya Seulgi. Bagaimana dia bisa lupa bertanya tentang kepala rumah tangga disini. Tidak sopan. Dia terlalu bersemangat tentang Yerim. Irene hanya tersenyum kecil sambil menyuapi Yerim. “Maaf. Aku tidak tau. Aku pikir suamimu disini. Maaf, aku sudah lancang.” segannya kemudian.

“Tidak apa-apa. Aku tau kau bukan orang jahat. Benar ‘kan?”

“Tentu saja bukan.” Seulgi menggeleng. “Paman Seulgi bukan orang jahat, ‘kan Yerim?” Dia mengusap sisa bubur di dagu Yerim dengan jarinya tanpa takut merasa kotor dan Irene tersenyum melihat perhatian kecil itu. Yerim menggeleng lalu tersenyum dengan mulut penuh makanan pada paman barunya.

Seulgi pergi selama seminggu setelah itu.

... bersambung

Love tip & other stories at
karyakarsa.com/authorka
Thanks 🤓

ʚ SKY SERVICE ɞ end ʚTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang