02 - Polindò

51 27 21
                                    

Aku mendesis pelan ketika kesadaranku mulai kembali. Sambil memegang keningku yang sedikit pening, aku mencoba duduk lalu menyandarkan badan ke sesuatu dibelakangku.

Aku sangat ingat kejadian sebelum diriku pingsan. Aku yang melakukan sky diving, aku yang menemukan awan pink aneh, aku yang terjatuh dan anehnya tidak mengalami luka parah, dan aku yang berubah gender bahkan umur.

"Oh, kau sudah sadar rupanya." Latri, gadis yang kutemui sebelum aku pingsan masuk ke dalam kamar, dia membawa nampan yang terbuat dari anyaman bambu. Diatas nampan itu dapat kulihat ada minuman dan juga makanan.

"Dimana aku?" Tanyaku penasaran sambil terus melihat gerak-gerik Latri.

"Kau sekarang sedang berada di tempat persembunyian kami. Apakah kau lapar, El?" Latri duduk di samping ranjang yang sedang aku tempati. Ranjang ini terbuat dari batang pohon besar juga sulur yang menurutku berguna sebagai hiasan, karena sulur yang ada disini ditumbuhi banyak bunga cantik.

Aku hanya mengangguk mengiyakan. Jujur saja, cacing-cacing dalam perutku ingin di beri asupan juga. Sebenarnya pingsan berapa lama aku?

"Baiklah, ini aku siapkan makan dan minuman untukmu," kata Latri sembari menaruh nampan di depanku. Aku terduduk dengan posisi bersila, jadi nampan itu ditaruh di depan kakiku. Lalu aku tersenyum sebagai tanda terima kasih.

Makanan yang Latri berikan kepadaku ini adalah daging panggang dengan beberapa lalapan. Aku makan sembari mengedarkan pandanganku ke sekeliling kamar ini. Kamar ini sangat asri dengan kayu sebagai temboknya dan sulur-sulur berbunga yang membuat kamar ini sangat sedap di pandang.

Latri terus memperhatikanku tanpa aku sadari, lalu ketika pandangan kami bertemu, mukanya bersemu sedikit. "Latri, pipimu," kataku.

Dalam sekejap, Latri memegang kedua pipinya. Dia terlihat malu. Aku hanya tertawa terbahak-bahak karena melihat tingkahnya. Latri yang melihatku tertawa ikut tersenyum.

"Mengapa kau tersenyum?" Tanyaku selepas tawaku mereda.

"Tidak, kau hanya terlihat manis dan tampan diwaktu yang bersamaan disaat kau sedang tertawa."

Aku yang dipuji seperti itu hanya bisa memberi senyum simpul. Masih tidak terbiasa dengan kata 'tampan'. Aku ingin cepat kembali ke wujudku yang semula, batinku.

Melanjutkan aktifitas yang sempat tertunda, aku memakan kembali daging tadi. Rasanya sangat menakjubkan walaupun aku tidak tahu daging apa ini. Gurih dan asin. Karena makan ku yang terlalu cepat, makanan yang seharusnya masuk ke kerongkongan malah masuk ke tenggorokan. Itu membuatku tersedak dan terbatuk-batuk. Latri segera memberiku segelas air yang kulihat berwarna orange.

"Makannya pelan-pelan, Elios. Aku tidak akan meninggalkan kau sendirian disini, tenang saja," katanya sembari menepuk pelan tengkukku.

Minuman berwarna orange tadi kupikir adalah jus jeruk. Tapi nyatanya salah, rasanya malah seperti buah durian walaupun tidak tercium baunya. Beruntung aku termasuk penyuka durian.

"Minuman apa ini?" Tanyaku sembari melihat gelas yang sedang ku pegang.

"Oh, itu perasan buah . Apakah kau suka?"

"Suka, enak. Dan daging tadi itu daging apa?"

"Kèlinci."

Mataku melebar seketika. Ini pertama kalinya kumakan daging kelinci jadi aku sangat terkejut. Kupikir kelinci tidak bisa dimakan dan rasanya tidak enak. Tapi ada yang aneh. Daging yang ku makan tadi bentuknya masih utuh, dan itu berbentuk seperti burung dengan ukuran sedang.

Rasanya aku ingin menanyakan semua keganjalan dihatiku tetapi aku urungkan karena Zima yang masuk ke dalam kamar.

"Latri, persediaan sudah siap. Mari kita pulang ke desa. Tugas kita sudah selesai di hutan ini," ucap Zima kepada Latri, kemudian Zima meninggalkan ku dengan Latri.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang