Zraaassh...
Hujan deras turun membasahi daerah sekitar sana. Terlihat Tok Aba sedang membawa barang dan bahan yang telah dibelinya untuk dimasukkan ke mobil.
Sesaat sebelum sampai ke mobil, dia melihat anak-anak yang sedang bermain hujan-hujanan di taman dekat tempat dia memarkir mobil.
Anak-anak itu tampaknya sangat bersenang-senang disana sehingga mengukir sebuah senyuman di wajahnya yang mulai keriput.
Ingatannya kembali mengenang akan masa lalu saat dimana cucu-cucunya juga senang bermain hujan-hujanan.
.Saat itu hari sudah mulai senja, tapi hujan tetap turun dengan deras membuat ketujuh anak di halaman belakang rumah mereka melanjutkan bermain hujan-hujanan disana.
Ralat, mungkin yang bermain hanya beberapa diantaranya saja.
"Ice, kau ingin tiduran saja disini?"
"Hm..." Dia bergumam sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan Blaze.
"Ya sudah, aku mau main bola saja dengan yang lain. Kau tidak seru." Katanya ketus. Dia sudah memegang bola sedari tadi, namun Ice tidak menanggapinya.
Dia pun meninggalkan Ice yang berbaring di rerumputan dengan tetesan air hujan yang membasahinya sambil memejamkan kedua matanya. Sepertinya dia sangat menikmati hal tersebut, tidak ada yang bisa mengganggunya.
"Taufan, Thorn. Apa kalian ingin bermain bola?" Blaze bertanya pada mereka berdua yang kebetulan juga sedang bingung akan bermain apa selain kejar-kejaran. Tapi melihat bola yang dipegang Blaze membuat sebuah ide terbesit di benak mereka masing-masing.
"Mau!" Jawab mereka berdua kompak, wajah mereka tampak senang.
Namun sekilas raut wajah Thorn kembali bingung. "Kita akan main bola apa?" Pertanyaannya membuat Taufan dan Blaze yang tadinya tampak antusias berubah menjadi bingung kembali.
-*-
Halilintar sedari tadi hanya memperhatikan Ice dari ambang pintu, heran atas tingkah laku salah satu saudaranya itu di tengah hujan. Sampai-sampai dia tidak menyadari seseorang yang menghampirinya.
"Hei, Hali."
Halilintar tersentak, menoleh pada seseorang itu, Gempa dengan seluruh pakaiannya yang basah.
"Kau tidak ikut mandi hujan?" Gempa bertanya padanya.
"Ehm, tidak ingin." Dia menjawab dengan gelengan kepala.
Gempa menautkan satu alisnya dan bertanya kembali, "Kenapa?" Dan disusul oleh jawabannya yang singkat, padat, tidak jelas. "Tidak apa-apa."
Gempa terdiam, menatapnya sesaat. Setelah itu dia mengambil tempat duduk disampingnya dan mencoba mengajaknya untuk bermain hujan-hujanan. "Ayolah Hali, hanya membiarkan tetesan air hujan mengenai kita, itu saja." Gempa memasang raut wajah berharap.
Tanpa disangka, Halilintar memalingkan wajahnya. "Aku tidak mau Gem, pergilah bermain dengan yang lain."
Sebenarnya Gempa agak terkejut dengan sikap Halilintar barusan, namun dia berusaha tetap terlihat tenang.
Setelah beberapa detik kemudian, sebuah ide terbesit di benaknya membuat sebuah senyuman tipis tampak di wajahnya.
"Ya sudah... Tapi bukannya petir itu selalu ada saat hujan ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu dan Kesempatan
FantasyKau tidak pernah tau apa yang akan terjadi, baik sekarang ataupun nanti. Jadi jangan sampai menyesal jika sesuatu yang kau jaga, hargai, dan sayangi menghilang begitu saja, seperti tidak pernah berada disisimu. Berterima kasihlah karena telah diberi...