"Pasien meninggal di pukul 17.45"
Para perawat sigap membereskan seluruh peralatan medis yg semula mereka gunakan. Dan segera membereskan pasien yg baru meninggal dunia itu.
"Rea pergi" gumam Tian lirih
Ia menyingkir saat para pekerja rumah sakit mendorong brankar yg membawa jasad Rea, menuju ruang jenazah.
Ia duduk bersama Allen. Mereka berdua tampak sendu, tapi tak ada tangis disana. Sebelum ini, mereka sudah mendengar kabar dari Yogi, Rea mungkin tak akan selamat. Mereka sudah menghabiskan air mata mereka saat itu.
Hingga sekarang, rasanya air mata itu mengering.
"Gimana sama Arsen? " tanya Tian pada Allen
Sejak kejadian itu, tidak lebih dari satu jam, kondisi Rea semakin memburuk. Membuat heboh para dokter yg merawatnya. Rea mencapai titik diantara hidup dan mati
Dan sepertinya, ia memilih untuk meninggalkan mereka semua.
Diantara mereka, kedua orang tua Rea adalah yg paling kacau. Arsen bahkan tak mau lagi menemui mereka. Ia membuang diri dari keluarganya sendiri.
Hingga membuat orang tua nya semakin tidak berdaya.
"Arsen di Apartemennya" karena temannya itu menolak untuk tinggal di rumah orang tuanya. "Kondisi dia gak seburuk orang tua nya. Tapi dia jadi dingin. Gak bisa diajak bicara sama sekali"
Arsen terlalu kecewa pada mereka semua. Pada keadaan. Pada takdir yg terjadi dalam kehidupannya.
Tian menghela nafas, "Kita biarin dia sendiri dulu. Arsen masih butuh waktu"
"Ya" Allen setuju dengan usulnya "Dia bakal nyari kita saat dia membaik"
"Yan! Al! " Yogi berseru, menghampiri mereka
Selesai mengantar Zara kembali ke rumah nya, Yogi bergegas ke rumah sakit untuk ikut melihat kondisi Zara. Ia sempat berpapasan dengan para perawat yg membawa jasad, dan melihat ruang rawat Rea di depan, sepertinya Yogi bisa menebak,
Rea mereka sudah pergi.
Yogi tersenyum pahit,
"Dia benar-benar pergi"****
"Rea gue bener-bener pergi"
Arsen terkekeh, meminum kembali minumannya. Ada banyak jejeran botol bir di apartement nya yg tak pernah ia sentuh. Arsen baru menyentuh nya saat ini. Membiarkan minuman itu membasahi kerongkongan nya. Menghantarkan rasa hangat, mengacaukan segala yg ada dalam otak.
Hanya agar Arsen bisa sedikit tenang, mengingat Rea nya yg tak bisa ia tahan untuk tidak pergi.
Arsen tertawa lagi, meremas rambutnya sendiri. Satu tangannya yg lain memegang botol bir yg belum habis.
"Dia bener-bener pergi"
Lalu ia menangis.
Seluruh tubuhnya melemas, ia menyerukkan kepala di antara kakinya yg tertekuk. Punggungnya bergetar. Terisak-isak.
Ini terlalu menyakitkan
Setelah ia dilahirkan dari rahim yg sama dengan Rea. Usaha Arsen memindahkan Rea pada raga yg lainpun hancur total karena orang tua nya.
Dan sekarang,
Dengan kejam tuhan mengambil Rea darinya.
Arsen melempar botol di tangannya. Menimbulkan bunyi nyaring, menyebarkan pecahan kaca dimana-mana.
"INI GAK ADIL!! "
Arsen berteriak frustasi. Semua yg ia alami terasa sangat tidak adil.
"GUE CUMAN MAU SAMA REA!! "
Menangis lagi, tersedu-sedu. Hatinya semakin sakit, teremas dengan kuat.
Ini, .. benar-benar sakit
"Cuman itu" suara Arsen melirih
Kenapa begitu sulit?
****
Di depan gundukan tanah itu, seseorang berdiri. Senyum sinis tersungging di bibirnya. Ia membawa sebucket bunga melati yg di kemas cantik. Meletakkan benda itu di atas gundukan tanah itu.
Sambil menatap nisan bertuliskan Reana Margareth, ia berkata.
"Gue bersuka cita atas kematian lo, Rea. Lo emang pantas mati"
Wajahnya berangsur datar, ia melanjutkan
"Apalagi setelah lo ngambil raga gue seenaknya"Tangannya terkepal kuat. Emosi menguasai dirinya. Tapi ia bukan tipe orang yg bisa meledak-ledak tanpa tahu tempat. Ia hanya menyimpan rasa benci itu di dalam hati. Dan tertawa dalam diam menyaksikan orang yg ia benci mengalami kesengsaraannya.
"Zara! Udah belom? " Justin berseru dari kejauhan. Pemuda itu bersandar di pohon sedikit jauh dari posisi Zara saat ini.
"Buruan anjir, Banyak nyamuk ini"Zara melengos sebal
Justin menggaruk kakinya yg menjadi korban keganasan para nyamuk di sana.
"Nyamuknya pada genit lagi, masa gue di gigitin terus"Zara menghampirinya, menatapnya sebentar. Lalu kembali berjalan.
Justin mendengus, beginilah sikap adiknya yg ia kenal. Meski sering tanpa malu merepotkannya seperti sekarang. Zara tak pernah mau meladeni nya. Lain halnya dengan Rea.
Justin melirik kuburan yg baru di datangi adiknya, itu makam Rea. Gadis yg juga pernah menjadi adik nya.
Justin jadi merindukannya.
Ia berharap, Rea bahagia di sana.
Justin pun menyusul Zara yg sudah lebih dulu mendekati motor nya.
Sepeninggalan mereka, seorang gadis lainnya mendekati makam Rea. Gadis itu menangis. Ia berlutut di depan makamnya, menangkup kedua tangan.
"Maafin gue, Rea" isaknya. Air matanya tak mau berhenti, terus mengalir dengan deras. Ia di rundung perasaan bersalah yg amat besar. Butuh tekad dan keberanian yg kuat untuk dia datang ke tempat itu.
Matanya terpejam erat, ia berkata pelan.
"Gue .. Gue yg udah nabrak lo""Gue yg udah bikin lo meninggal, maafin gue"
~Selesai~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother's Girlfriend (End)
Teen FictionSetelah mengalami kecelakaan, Rea terbangun di tubuh pacar dari kakaknya sendiri. Apa yg harus ia lakukan? # 1 Forbidden 13/05/2022 # 1 Romantis 23/05/2022 # 1 Percintaan 05/06/2022 # 1 Teens 05/06/2022