I'm

355 19 0
                                    

     Stephen memandang dalam sebuah undangan reuni yang kini tergeletak di atas mejanya. Bola pria itu pun bergerak-gerak dengan gelisah, guna menahan dirinya sendiri dari menatap sebuah benda berwarna merah maroon itu. "No, Stephen. Ingat kesalahanmu yang satu itu," gumam pria tinggi itu sembari memejamkan kedua matanya erat. "Kau tidak bisa memunculkan dirimu begitu saja didepannya, setelah sekian lama!" seru Stephen seraya mengacak rambutnya kasar, ia kemudian mendudukkan dirinya di permukaan sofa, mencoba meraih kembali rasionalitasnya.

     "Lupakan semua omong kosong ini. Tidak ada gunanya Aku pergi ke sana. Sebuah reuni? Ha! Itu hanya omong kosong belaka!" serunya dengan sebuah helaan napas berat di akhir kalimat. Stephen kadang terheran-heran. Ia sendiri sudah cukup tahu, bahwasanya acara yang membuang-buang waktu itu sendiri hanya diadakan untuk ajang saling pamer. Orang-orang akan memamerkan keberhasilan mereka, atau mungkin memamerkan pasangan hidup mereka. Steve seratus persen meyakini hal itu.

     Stephen benci mengakui fakta bahwa dia tidak memiliki kualifikasi untuk pamer. Dia bukan orang kaya, dia juga bukan merupakan pengusaha yang terkenal juga.

     Stephen hanya seorang pria biasa yang gemar menulis sebuah cerita pendek. Beruntungnya, ia mendapat sedikit uang karena hal itu.

     Memangnya, bagaimana Stephen bertahan hidup selama ini? Ia mencari banyak situs menulis yang kiranya bisa menghasilkan uang. Karena sayangnya, menulis adalah satu-satunya keterampilan yang ia miliki, setidaknya untuk saat ini.

     Oh— dulunya Stephen adalah seorang dokter, namun kecelakaan di masa lampau merenggut semua itu darinya. Maksudnya, pekerjaannya. Dokter dengan tangan yang senantiasa bergetar? (Bahkan terkadang kakinya juga) Itu tidak akan bekerja dengan baik, apalagi Stephen itu seorang dokter bedah. Ya ... Katakan saja semacam hal itu.

     Menulis sebenarnya tidak perlu menggunakan tangan dan pulpen. Sebenarnya- Stephen masih menggunakan tangannya, namun ia lebih sering menggunakan keyboard dikte. Entahlah, hanya saja- Stephen tidak tahu sebutan atau nama lainnya dari keyboard dikte itu.

     "There is no past anymore, no Tony. And forget everything! For the sake of God Stephen Strange! Aware!" teriak Stephen penuh rasa frustasi. Dan oh— apakah ia baru saja menyebutkan nama Tony? Itu diluar kendali sejujurnya. Baiklah, itu salahnya, akhir-akhir ini timbul rasa penyesalan yang mendalam di hati Stephen.

     Dan untuk sekarang, ia tidak mau menceritakannya. Ia dalam mood yang buruk untuk menceritakan masa lalunya yang satu itu.

     "Bagus, sekarang apa lagi?" tanya Stephen entah kepada siapa. Di samping surat undangan, terdapat ponsel milik Stephen yang berdering beberapa kali. Stephen sudah mencoba mengabaikannya, namun si penelepon sepertinya keras kepala sekali. Maka dari itu, dengan suasana hati yang benar-benar buruk, Stephen mengangkat teleponnya. "Halo?!" serunya setengah hati—  terkesan seperti sedang membentak orang di telepon.

     Oh— ia memang melakukannya.

     "Stephen? Astaga, kau terdengar menyeramkan. Ini aku— Thor! Aku dengar kau lagi-lagi mengalami kecelakaan. Bagaimana keadaanmu sekarang?" ujar suara di seberang sana yang benar-benar membuat Stephen kebingungan.

     Tapi tunggu dulu, bukankah orang itu mengatakan bahwasanya ia adalah Thor? Demi tuhan! Itu adalah teman sekelasnya semasa sekolah menengah atas dahulu! Ap-apa yang harus Stephen katakan sekarang?

     Tapi jika diingat-ingat lagi, Thor menghubunginya tak lama setelah undangan reuni datang. Berarti, pria itu pasti hendak membicarakan acara reuninya! Bagaimana ini? Stephen terdiam sejenak guna memikirkan segala cara untuk menghindari segala hal tentang reuni sialan itu, "Thor? Siapa? Maaf sebelumnya, aku bahkan tidak mengenalimu. Apakah kau ini  temanku, atau semacamnya? Jujur saja, aku kehilangan banyak ingatanku. Apakah kau sungguh-sungguh mengenaliku? Maksudku, kau tidak sedang melakukan penipuan, bukan? Aku tidak memiliki uang lagi, ngomong-ngomong." Stephen berucap, ia melangkahkan dirinya bolak-balik di dekat sofa yang sama, ia juga terdengar meyakinkan (setidaknya itu yang Stephen pikiran). Dan sebenarnya, ia sendiri tidak pernah menyangka kalau ia akan menggunakan ide gila ini.

I'm So Sorry [Ironstrange] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang