Gelap.
Hanya cahaya rembulan yang tersisa di hamparan langit malam.
Wooyoung masih disana. Sendirian dengan mata menatap waspada ke sekitarnya dengan sebuah senter kecil sebagai penerangan utamanya.
Firasatnya berkata kalau para Alpha dan Beta itu meninggalkannya. Seharusnya sejak awal dia tahu, bahwa tidak ada pengobatan semacam itu. Wooyoung terlalu naif.
Packnya membencinya.
Packnya membuangnya.
Dan sekarang ia ada ditengah hutan belantara tanpa dibekali satupun senjata. Ia sadar sekarang, kalau packnya menginginkan kematiannya.
Tap.. Tap.. Tap..
Di tengah kalutnya pikiran, telinganya menangkap suara langkah kaki dari jauh. Dengan segera ia mematikan senter dan menggendong tas kainnya. Ia memanjat pohon besar yang sejak tadi siang jadi sandarannya. Beruntung pohon ini memiliki dahan lebar di puncaknya, setidaknya Wooyoung bisa berdiam disana sementara.
Saat langkah kaki itu semakin mendekat, dengan sisa kekuatannya Wooyoung menumbuhkan beberapa bunga di dekat pohon besar itu. Berharap mereka bisa menutupi feromonnya. Karena benar saja, beberapa rogue berbadan besar mendekat, namun segera pergi setelah tidak melihat apapun selain bunga-bunga itu.
Wooyoung menghela napas pelan. Ia mengeluarkan sebuah selimut tipis dari dalam tasnya dan mulai beristirahat. Setidaknya mencari bantuan di pagi hari terasa lebih aman, pikirnya.
Sembari menatap hamparan bintang, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Sebelum ia dinyatakan sebagai 'omega gagal', dimana ayah-bundanya masih ada, semua orang menyayanginya, melimpahinya dengan tatap memuja karena paras cantiknya. Hidupnya begitu indah sebelumnya.
Hingga suatu ketika ayah dan ibunya yang merupakan tentara klan, ditugaskan dalam sebuah misi, yang hingga kini tidak Wooyoung ketahui. Namun apapun itu, keduanya tanpa alasan yang jelas dieksekusi.
Kalimat hinaan dan ujaran benci selalu ia dengar. Pengkhianat klan. Begitu semua orang mengecap keluarga Wooyoung.
Ditambah dengan situasi dimana Wooyoung tidak mengalami heatnya saat menginjak remaja, semakin memperburuk keadaan. Disaat orangtuanya telah mati itulah, Yeonjun tetap berada disisinya. Membelanya tanpa henti disaat orang-orang memaki.
Jemari tangan itu mengusap pipinya yang basah, karena tanpa sadar air matanya tumpah.
"Apa bahagia sesulit itu, ya?"
Wooyoung memejamkan mata, memilih mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Biarlah hari esok yang jadi penentu kemana langkahnya akan mengarah.
🐾🐾🐾🐾🐾
Pagi telah tiba. Cahaya mentari telah menerangi bagian timur bumi, membangunkan seluruh penghuni untuk menjalani aktifitas sehari-hari.
Di istana, sang putra mahkota tengah duduk dengan beberapa pelayan yang sedang membereskan alat makan yang telah digunakannya untuk sarapan. Di sebelahnya, ada Mingi yang sedang memilah-milah pedang untuk digunakan sang pangeran.
"Kupikir ini bagus untukmu, pangeran", Mingi menyodorkan sebuah pedang baja dengan cover berwarna rosegold ke arah San.
Melirik dengan tanpa minat, San menjawab, "Aku ingin panah"
Mingi menatapnya jengkel. Kenapa dia tidak bilang saja sejak awal sebelum Mingi mengacak-acak peti pedangnya?!
Helaan napas pria Song terdengar, ia tersenyum lebar dengan mata mendelik tajam, "baik, YANG MULIA", ucap Mingi menekan honorifiknya lalu beranjak dan pergi keruang senjata. Meninggalkan sang putra mahkota yang sedikit tersenyum senang setelah menjahili ajudannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Howling; SanWoo
FanfictionMenjadi late bloomer adalah mimpi buruk setiap omega dari ras manapun, begitu juga Wooyoung. Ia telah dianggap gagal dan tak berguna. Malangnya, ia ditinggalkan ditengah hutan oleh packnya. Akankah ia temukan rumah yang mau menerima? Choi San x Jung...