08

1.3K 207 63
                                    

Malam itu langit tampak cerah dipenuhi bintang-bintang yang mengitari bulan dengan sangat indah. Malam ini adalah acara pameran Fakultas Seni.

Halaman fakultas yang luas, disulap menjadi tempat acara mereka sudah di penuhi oleh para mahasiswa-mahasiswi dari fakultas lain. Dengan panggung kecil-kecilan yang mereka buat membuat acara mereka semakin terlihat mewah.

Nathan terkekeh melihat kepiawaian Hiyyih dan Hikaru dalam membawakan acara. Ditambah beberapa penampilan-penampilan dari anak Fakultas Seni, membuat para penonton tertawa, baper, dan terbahak.

"Semangat, habis ini kita yang tampil."

Nathan mengangguk, menarik nafasnya panjang. Dia mencengkram erat tali tas gitar yang berada di pundaknya. Lalu Ia menatap ke atas, ke arah bulan yang bersinar sangat terang di antara ribuan bintang.

Dia tersenyum getir seraya menatap ke arah dua sejoli yang terlihat asik berbincang dan bermesraan di bangku penonton paling depan.

Lagi-lagi Nathan menghela nafas panjang. "Kayaknya aku mau beneran ngikhlasin dia deh."

"Apa?!" Seru Jihan tak mendengarnya, disini terlalu bising.

"Mulai hari ini, aku akan belajar untuk melupakan dan mengikhlaskan mu." Gumam Nathan pelan, nyaris tak terdengar.

Sedangkan Jihan hanya menggedikan bahunya karena tak mendengar gumaman Nathan. Kemudian, Nathan mengambil langkah tegak ke arah panggung di ikuti Jihan dan Yudha di belakangnya.

•••

Suara petikan gitar Nathan dan Yudha mengayun di udara bersama secarik puisi yang dibacakan oleh Jihan. Suasana mendadak menjadi mellow. Padahal sebelumnya, para penonton masih sibuk tertawa karena penampilan sebelumnya.

"Hai Bulan...
Aku lah Bintang yang selalu cemburu padamu...
Aku cemburu!...
Karena kamu menjadi pusat arahnya memandang ketika malam...
Membuatnya berbinar sembari berdecak kagum...
Padahal...
Sebelum kau datang, aku yang selalu berada disampingnya...
Walau aku sadar, senyumnya tak semerekah saat bersamamu...
Cahayaku tak seindah pun seterang dirimu...
Aku! Hanyalah cahaya redup, dari sekian juta Bintang di sekitar nya...
Tapi, tidak apa...
Cintaku tak perlu terlihat...
Cukup membuatnya merasa nyaman...
Sebab suatu saat, Ia akan sadar...
Aku sempat indah untuk nya..."

Nathan menunduk dalam-dalam saat airmatanya mulai menetes membasahi pipinya. Yudha menepuk pundak Nathan, membuat laki-laki itu menegakkan punggungnya. Meski pandangannya sedikit buram, Nathan tersenyum pada orang-orang yang ternyata juga menitihkan airmata. Seakan-akan terseret masuk ke dalam sedihnya musikalisasi puisi itu.

Jihan menyodorkan mic ke arahnya, Nathan mendongak mendapati Jihan dan Yudha yang menatapnya seakan mengatakan. "Berbicara lah, kita yakin kamu bisa."

Alih-alih menerima mic itu, Nathan justru memeluk gitar nya dan bergegas pergi dari atas panggung. Membuat Yudha dan Jihan tersenyum kikuk, mengucapkan kata terima kasih lantas kedua nya segera turun dari panggung.

•••

Gibran dan Nathan saat ini sedang ada di warung Ibu. Warung yang dulunya biasa mereka datangi sepulang sekolah. Mereka tak sengaja bertemu tadi, dan saat Nathan akan pergi Gibran menahannya. Dan jadilah sekarang keduanya terlihat duduk bersama, meskipun salah satu dari mereka terlihat ogah-ogahan.

"Nat..."

"Hmm..."

"Mau minum atau makan?"

Nathan menggelang, "Nggak."

Gibran mengangguk paham, "Nath, lo kenapa selalu menghindar waktu ketemu gue atau Bulan?"

Nathan hanya diam lalu menoleh ke arah lain, coba menghindar dari tatapan Gibran. Tangan lelaki itu terulur untuk menggenggam tangan Nathan yang bersandar di meja. Hal itu membuat Nathan terkejut dan menarik tangannya.

"Lo kenapa keliatan benci banget sama gue sama Bulan, Nathan..."

Mata Nathan kini beralih pada Gibran. Dia tak tahu apa motivasi lelaki itu menahannya di sini. Tapi jujur, hatinya mengatakan untuk cepat pergi dari hadapan pemuda itu.

"Nath, kalo emang sakit. Cukup bilang sakit kalo emang itu yang lo rasain, bukan malah menghindar dari gue atau Bulan."

"Tau apa kamu, soal rasa sakit yang aku rasain?"

Terdiam, agaknya Gibran kehilangan kata-kata setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Nathan. Tiba-tiba suasana berubah drastis, hawa canggung langsung menyelimuti mereka berdua.

"Sorry, tapi gue nggak pernah berniat buat bikin lo kayak gini Nath..."

Nathan tertawa sarkas mendengar ucapan Gibran yang terdengar lucu di telinganya, sangat lucu sampai rasanya Nathan ingin menangis sekarang.

"Lo pasti capek kan Nath? Lo harusnya sadar Nath, nggak seharusnya lo menghindari Bulan yang noteban nya masih sahabat lo."

Tawa Nathan hilang seketika, digantikan dengan raut wajah datarnya. Wow, berani sekali Gibran mengatakan hal itu pada dirinya.

"Sahabat? Sahabat macam apa yang ngajakin sahabatnya sendiri taruhan cuma buat dapetin satu cowok, dan berakhir bermusuhan?" Sahut Nathan dingin.

Gibran kehabisan kata-kata, namun lelaki itu tetap berusaha untuk membujuk Nathan. "Lo pasti capek kan Nath? Ayok bangkit Nath, buka hati lo dan biarin orang lain masuk buat nyembuhin luka yang udah gue buat..."

Jawaban yang cukup berani, menurut Nathan. Trauma hubungan asmara masih membekas di hatinya, mendengar kata hubungan menbuat Nathan meringis. Takut jika nantinya semua yang pernah terjadi terulang kembali.

"Emang selama ini kamu nggak lihat kalo aku udah cukup menderita karena kamu Gib?"

"Buka mata, Nath!" Seru Gibran sampai membuat Nathan terkejut. "Banyak orang yang sayang sama lo, rela jadi sandaran buat lo, tapi lo malah bales semuanya dengan kepalsuan, penolakan. Nath, lo nggak perlu sembunyi dari gue atau Bulan, nggak perlu berlagak kuat didepan banyak orang dan nahan semuanya sendirian. Kelakuan lo bukan cuma menghancurkan diri sendiri, tapi juga menghancurkan orang-orang yang sayang sama lo dengan tulur. Termasuk gue Nathan!" ucap Gibran dengan kedua tangan mengepal kuat.

Nathan bangkit, air matanya tiba-tiba mengucur. Dengan berani, matanya membalas tatapan tajam Gibran. Air mukanya berubah menjadi marah, dia tersinggung dengan kelakuan dan ucapan Gibran yang berusaha menyuruhnya menelusupkan orang lain masuk ke dalam hidup nya yang sangat rumit.

Dia tak akan pernah membiarkan siapapun masuk kedalam rumahnya. Pernah sekali ada orang yang masuk, tetapi malah menghancurkannya. Kini dia masih belum siap menerima tamu baru untuk masuk kerumahnya yang sudah terkunci rapat, karena ulah lelaki di depannya.

"Tahu apa kamu soal tulus? Tahu apa kamu soal rasa sakit yang aku alami? Tahu apa kamu, Gibran!" Gertaknya berhasil menarik perhatian beberapa orang yang duduk tak jauh dari mereka.

Nathan segera belalu, berusaha kabur dari pandangan Gibran. Sungguh, Nathan menyesal sudah mau menerima paksaan Gibran untuk duduk bersama lelaki itu tadi.





















































Tbc.

Chapter ini aku rombak ulang, nggak tau kenapa lebih srek sama yang ini.

Terima kasih buat kalian yang udah mau mampir dan memberikan vomment.

Buat yang lain jan lupa...

Vomment jusseyo:)
20:26

Mr. Ex 》HJW《Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang