01.Secret Room

76 4 0
                                    


Kisah ini memakai latar belakang sebuah negara fiksi bernama Genivil. Jadi, negara ini hanya fiksi, karena itu sistem hukum yang ada jelas akan berbeda.

————————

Sunyi menghiasi ruang kelas 10 Mipa 3 saat ini. Ini merupakan hari pertama sekolah bagi anak kelas 10. Hanya suara ketukan meja yang sesekali mengisi ruangan sunyi itu.

Tak lama kemudian derap langkah memenuhi isi telinga para murid disana. Seorang laki-laki bertubuh jangkung memasuki kelas, ia bukanlah seorang guru, namun hanya seorang murid.

Laki-laki bertubuh jangkung itu merapikan dasinya yang sedikit miring lalu berdeham. "Maksudku datang kesini adalah untuk memanggil dua orang murid yang bernama.... sebentar aku lupa." mendadak laki-laki itu lupa nama yang akan ia sebutkan, ia melihat telapak tangannya melihat dua nama murid yang harus ia panggil namanya.

"Viona Hazela dan Kaluna Dietri, tolong kalian berdua ikuti aku sekarang." Laki-laki bertubuh jangkung itu menunggu dua orang yang ia panggil namanya. 

Dua orang murid perempuan berdiri secara bersamaan dan melirik satu sama lain, salah satu dari mereka melemparkan senyuman dan gadis yang dilempari senyuman hanya membalasnya dengan senyuman kecil penuh kecanggungan.

"Ayo ikuti aku!" Ucap laki-laki itu mulai melangkah keluar dari kelas.
Dua orang yang baru saja berdiri segera mengikuti langkah laki-laki itu.

"Hei, kau itu tadi salah mengucapkan namaku," ucap seorang gadis berambut sebahu pada laki-laki itu. Mendengar perkataan gadis yang sedang berjalan di belakangnya, laki-laki itu memperlambat langkahnya, berusaha menyamakan langkahnya dengan dua gadis yang sedang berjalan di belakangnya.

"Oh, ya? Bagian mana yang salah?" tanya laki-laki itu sambil menaikkan kedua alisnya.

Gadis berambut sebahu itu melipat kedua tangannya di depan dada dan melayangkan tatapan kesal pada laki-laki itu. "Namaku Kaluna Diatri bukan Kaluna Dietri, kau paham?"

Laki-laki itu menoleh menatap gadis itu. "Oh hanya salah satu huruf saja, kalau begitu maafkan aku."

Gadis berambut sebahu itu mengerutkan alisnya, menatap tak senang laki-laki yang sekarang sudah berjalan di sampingnya. "Hanya kau bilang?"

Laki-laki itu paham maksud arah pembicaraan gadis itu. "Maafkan aku," ucapnya karena takut malah terkena amuk gadis itu. Tampaknya gadis itu memiliki sifat mudah mengamuk.

Laki-laki itu terhenti, dua gadis di sampingnya pun ikut mengentikan langkah mereka. "Kenapa berhenti?" tanya gadis berambut sebahu, laki-laki bertubuh jangkung itu hanya diam dan membuka pintu, dan memberikan isyarat supaya kedua gadis itu untuk masuk.

Gadis berambut sebahu itu melirik laki-laki itu dengan ragu. "Apa yang akan kita lakukan di ruang kosong begini?" Bukannya menjawab, laki-laki itu malah menarik tangan kedua gadis itu, lalu segera menutup pintu.

Kedua gadis itu gugup secara bersamaan, keadaan saat ini rasanya begitu mencekam, ruangan kosong penuh debu, pencahayaanya  begitu minim, dan ruangan ini tak memiliki jendela bahkan ventilasi pun tak ada.

Gadis berambut sepunggung yang sedari tadi tak pernah bicara diam-diam melirik gadis yang sedang ketakutan. "Kaluna?" gumamnya amat pelan.

"Panggil aku luna saja," balasnya dengan pelan, entah mengapa dua  gadis ini berbicara begitu pelan padahal laki-laki bertubuh jangkung itu tak melarangnya untuk berisik.

Laki-laki itu melayangkan tatapan heran pada dua gadis yang tampak ketakutan. "Kalian ini kenapa?"

"K-kenapa kau tanya? Kami ini takut, tahu tidak?" Jawab gadis berambut pendek gelagapan, ia memeluk lengan gadis berambut sepunggung yang berada di sampingnya.

Boon or Disaster Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang