04. About strength

17 3 0
                                    

————————

Siang ini cukup terik, berhasil membuat para murid tak henti mengipasi wajahnya dengan telapak tangan. Sebenarnya di setiap kelas ada AC namun, sialnya hari ini listrik sekolah itu sedang mati.

Luna mengipasi wajahnya menggunakan buku tulis. Keringat mengucur deras dari pelipisnya. "Aku sudah berambut pendek begini masih saja kegerahan." Alasan gadis itu memotong pendek rambutnya adalah karena dia mudah sekali kegerahan.

"Semoga bel pulang segera berbunyi." Luna tak berhenti menggerak-gerakkan buku tulis di dekat wajahnya. Walau begitu tetap saja keringat memenuhi gadis bermbut pendek itu.

Harapan Luna terkabul dalam sekejap. Bel pulang baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Luna bergegas mengemasi barangnya, dan langsung pergi ke meja Viona.

Luna menghampiri Viona yang sedang mengemasi barang-barangnya. Ia duduk di atas meja Viona sambi tersenyum pada pemilik meja itu. "Apakah perlu aku bantu?"

Viona menggeleng lalu menutup ritsleting tas coklatnya. Viona meletakkan tasnya di bahu lalu mengajak Luna untuk segera pergi ke ruang bawah tanah.

Luna langsung turun dari meja dan segera menyusul Viona yang sudah berjalan terlebih dahulu. "Hei, Tunggu." Sekarang langkah Luna sudah sama dengan Viona. Gadis itu meraih lengan Viona untuk dipeluk sambil berjalan. Viona sedikit terkejut, saat Luna menoleh ke arahnya ia tersenyum kecil.

"Apakah aku boleh memegang tanganmu seperti ini?" tanya Luna. Viona mengangguk sambil tersenyum tipis.

‖‖‖


Sekarang dua orang itu sudah berada di ruangan Bernard. Seperti kemarin, Bernard sibuk dengan tabletnya, tiga orang yang sedang duduk di sofa hanya bisa diam, menunggu Bernard menyadari kehadiran mereka. Sebenarnya Bernard mengetahui tiga orang itu berada di ruangannya, namun dia lebih memilih fokus pada tabletnya. Lagi pula tak ada hal yang harus ia sampaikan pada mereka.



Ravin menghela napas, rasanya kesal saat orang yang menyuruhnya kesini malah tidak memedulikannya."Maaf pak, jadi tujuan bapak memanggil kami kemari itu apa?" Tanya Ravin dengan raut muka yang terlihat kesal.

"Untuk menunggu guru pembimbing kalian datang. Sebentar lagi dia akan datang menjemput kalian. Oh, aku diam sejak tadi karena memang tak ada yang harus aku katakan pada kalian," jawab Bernard tanpa mengalihkan pandangannya dari tablet yang sejak tadi ia gunakan.

"Apakah ka—"

Bernard mengangkat telapak tangannya sambil menggeleng. "Aku tidak membuka sesi tanya. Apapun yang kalian ingin ketahui silahkan tanya saja pada guru pembimbing kalian nanti." Bernard masih saja memandang tabletnya. Membuat tiga orang yang duduk di depannya merasa jengkel. Setidak pentingkah itu mereka bagi Bernard?

Luna yang tadi ingin bertanya dan  disela oleh Bernard langsung berwajah masam. Ia memaki-maki Bernard di dalam hati, mengeluarkan sumpah serapah untuk laki-laki sipit yang sekarang masih menggulir-gulir layar tabletnya itu.

Suara ketukan terdengar dari pintu ruangan Bernard. Bernard berhenti menatap layar tabletnya lalu beralih menatap pintu. "Masuk saja!"

Seorang pria bertubuh tinggi muncul dari balik pintu. Pria itu tersenyum ramah pada Bernard. "Apakah ini anak-anak muridku?" tanyanya seraya duduk di sofa berbahan bludru tersebut.

Boon or Disaster Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang