"Sumpah, Eziel ganteng banget! Aura-nya, beh, dominan! Pasti hot banget kalau di ranjang!" Ucap salah satu gadis dengan suara mendesis, matanya yang hijau berbinar menatap pria yang duduk tidak jauh dari tempat mereka.
Tesha yang duduk di meja sebelah, tersentak mendengar nama itu. "Eziel?" Ia menoleh dengan cepat, ada sesuatu yang tidak biasa dari cara gadis-gadis itu membicarakan pria itu. Ucapan Veron yang sebelumnya terlintas di pikirannya muncul kembali, "Dan jangan coba-coba deketin Eziel, Dia punya gue!"
Tesha terdiam. "Apa mereka ngomongin Eziel yang sama ya? Tapi kan Eziel dom, tadi kata nya? Terus uke-nya siapa? Gak mungkin Veron SGM itu jadi uke kan?"
Tiba-tiba, suara familiar dari sampingnya menginterupsi perenungannya. "Gue SGM? Lo kira gue susu?" Veron muncul tiba-tiba, duduk di sebelah Tesha, dan tatapannya seolah bisa menembus pikirannya.
Tesha melompat sedikit, "Ah... Aha! SGM itu artinya, Suami gue ganteng dan manis." Ia tertawa canggung, berusaha menutupi ketegangannya. Veron hanya melirik dengan tatapan tajam yang tidak mengesankan humor.
Tanpa disangka, seorang pria sepantaran Veron mendekati meja mereka, tersenyum ramah, dan bertanya, "Permisi? Boleh gabung?"
Tesha menoleh ke pria itu dengan senyum ramah, meski dalam hati sedikit lega karena tidak harus terjebak hanya berdua dengan Veron yang bisa saja tiba-tiba berubah menjadi makhluk berbahaya. "Boleh kok," jawabnya singkat.
Pria itu duduk berhadapan dengan Veron. "Istri lo cantik ya, Veron. Seksi lagi."
Tesha sempat terperanjat. "Oh? Jadi ini teman Veron?" pikirnya.
Veron, dengan santai menanggapi, "Lo yang terbaik, Eziel."
Tesha melotot, terkejut. "Ini Eziel? Gak ada tampang uke-nya, malah hot banget." Batinnya bingung, ada yang aneh dengan perasaan ini.
Lalu, Eziel menoleh ke Tesha dengan tatapan yang agak menggoda, "Liat, istri lo melotot tuh. Cemburu dia."
Tesha terperanjat dan langsung membantah dengan cepat, "A-ah? Nggak kok," menghindari kesalahpahaman. Tapi dalam hatinya, rasa cemas muncul seiring dengan tatapan Veron yang semakin mengancam, seperti bisa mengirisnya dengan tatapan saja.
Eziel mengangguk, seolah mengerti, lalu berkata, "Dia cuma main-main aja Tesha, Veron setia kok sama lo."
Tesha hanya tersenyum, meski hatinya masih terasa berat. "Mati dah gue, Eziel ngapain sih ngajak gue ngomong? Gak tau apa itu Veron udah mau meledak!" batinnya meratap, merasakan ketegangan yang semakin mengental.
______________
Beberapa saat kemudian, setelah percakapan tersebut, Veron yang tiba-tiba berdiri mengejutkan Tesha. "Heh, Pelayan!" Veron menyapa seorang pelayan laki-laki dengan nada penuh perintah.
"Gue gak mau tau, tebarin bubuk ini di dekat Eziel. Gimana pun caranya." Perintah Veron membuat pelayan itu terlihat sedikit ragu. "Dia di sana, lakuin tugas lo sekarang!" Titah Veron dengan tegas, sambil menyelipkan amplop cokelat ke dalam saku dada pelayan itu.
Tesha, yang berada di samping Veron, hanya bisa diam dan menahan rasa khawatirnya. "Bosen juga, apalagi gue gak punya temen di sini." Ia melirik sekeliling, melihat orang-orang sibuk dengan aktivitas mereka.
Namun, matanya kembali tertuju pada Eziel yang duduk sendiri di bar. "Eh, itu Eziel? Ngapain dia sendiri di situ?" Tanpa berpikir panjang, Tesha berniat menghampiri Eziel. Rasanya, ia ingin mencoba minuman yang ada di bar itu.
Namun, ucapan Veron kembali terngiang di pikirannya, "Dan jangan coba-coba deketin Eziel, Dia punya gue!" Tesha terhenti sejenak, ragu. Tapi setelah melihat Veron yang tidak ada di sana, ia merasa sedikit lega. "Mumpung Veron lagi nggak ada. Gue aman."
_____________
Tesha akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Eziel yang duduk sendirian, "Hai, Eziel," sapanya dengan senyuman.
Eziel menoleh, mata mereka bertemu, Ia tersenyum menanggapi. "Om, wine satu ya!" Tesha memesan minuman. Bartender yang melayani mereka tersenyum, kemudian menyajikan gelas kecil berisi wine.
"Ini wine?" Tesha bertanya dalam hati, memandang gelasnya dengan rasa penasaran yang mendalam.
"Makasih." Ia mulai meminum minumannya, merasa sedikit lega.
Namun, tak lama kemudian, ia mulai terbatuk hebat, "Uhuk!" Asap putih mengepul di sekitar mereka, membuatnya terkejut. "Sial!" Veron menggeram dari jauh, kesal karena asap itu malah mengenai Tesha dan bukan Eziel.
Tesha merasakan pusing yang sangat kuat. "Ah... pusing banget, gini rasa minum wine?"
Rasa kesadarannya mulai menipis. Ia berusaha berpegang pada meja untuk menstabilkan tubuhnya yang semakin sempoyongan.
Veron, yang sedari tadi mengawasi dari kejauhan, langsung mendekat. "Pulang!" Ia menarik Tesha dengan kasar, tubuh Tesha yang lemah hampir terjatuh, tapi Veron segera menggendongnya dengan gerakan cepat.
Eziel yang masih duduk di sana hanya bisa tersenyum, "Istri lo mabuk kayaknya."
Tesha yang mulai merancau, masih dengan tatapan samar, "Emh... Veron? Lo ngapain di sini? Mau bunuh gue?" Tangan Tesha yang lemah melilit leher Veron, mencoba tetap bercanda meski keadaan semakin kacau.
"Sial!" Veron mengumpat pelan, melirik Tesha tajam.
"Gue pulang dulu, Ziel. Kayaknya istri gue minta dihamilin," Veron berujar santai, semakin mempererat gendongannya.
"Tesha kalau mabuk malu-maluin, Sial." Veron membatin kesal.
Eziel tertawa, mendengar ucapan Veron dengan santai, "Emh... hamil? Tesha mau hamil!"
"Gas, Ver! Udah nggak sabar, tuh." Eziel semakin terbahak mendengar gumaman Tesha.
_____________
Next?
Follow for more.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife Of The Gay Protagonist
Teen Fiction[Follow Sebelum membaca agar tidak ketinggalan Info mengenai Book ini] Zoya tidak menyangka, akibat menahan rasa laparnya, Ia masuk ke dunia novel bergenre boys love. Terlebih lagi, Ia menjadi Pratesha, Istri dari male lead seme yang berakhir menjad...