Tesha mendesah lelah, tubuhnya sudah lunglai setelah seharian penuh dilanda ancaman dari Ezekiel. Ia melemparkan dirinya ke atas ranjang, berharap malam ini memberinya sedikit kedamaian. Namun, baru saja ia mencoba memejamkan mata, notifikasi ponselnya berbunyi. Dengan malas, ia meraih ponsel dari nakas di sebelah ranjang.
Tesha terkejut saat membuka pesan. Sebuah foto terpampang jelas: dirinya dan Ezekiel berciuman mesra. Foto itu dikirim oleh Ezekiel, pria dari masa lalunya yang enggan melepaskan dirinya.
Me:
Ngapain lagi sih, El? Kita udah putus.
Jangan ganggu gue lagi. Tolong, hargai gue. Gue istri orang, Ezekiel.Setelah mengetikkan pesan itu dengan geram, Tesha membanting ponsel ke nakas. Ia menghela napas berat, mencoba meredam rasa frustasinya.
"Semoga aja dia ngerti deh. Capek banget gue kena anceman mulu." Tesha bergumam pada dirinya sendiri, memejamkan mata.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.
Cklek.
Tesha menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka perlahan. Jantungnya berdegup kencang saat melihat Veron, suaminya, berdiri di ambang pintu dengan wajah dingin.
"V-Veron?" Tesha tergagap, merasa takut melihat ekspresi suaminya yang seperti malaikat maut.
________________
Mereka kini duduk di sofa yang ada di kamar Tesha. Veron, dengan tatapan tajam, memandangi wanita itu.
"Ngapain ke sini, Veron?" Tesha bertanya, suaranya terdengar kaku.
"Kenapa? Nggak boleh? Ini mansion gue. Gue bebas mau ke mana pun gue mau." Veron menjawab dengan nada sarkastik.
"B-bukan gitu," Tesha mencoba menjelaskan, gugup. "Ini udah malam banget. Veron ke sini ada urusan apa?"
"Gue mau tidur."
Tesha terdiam sejenak, bingung. "Tapi kan, kamar Veron bukan di sini. Kalau Veron lupa jalan, Tesha bisa tanya pelayan atau bodyguard buat anterin."
Senyuman sinis muncul di wajah Veron. "Sok tahu banget lo. Gue tidur di mana pun yang gue mau. Ini mansion gue, dan lo istri gue. Jadi, nggak salah kan kalau gue tidur di sini?"
Tesha merasa dijebak oleh logika Veron yang terkesan masuk akal tapi menyebalkan. "T-tapi kan..."
"Berisik. Sana tidur!" Veron memotong kalimat Tesha dengan nada ketus. Tanpa peringatan, ia menarik tangan Tesha dan melempar tubuh wanita itu ke atas ranjang.
"Aduh! Veron, apaan sih!" Tesha mencoba bangkit, tetapi Veron menekan kepalanya menggunakan guling.
"Emm!" Tesha berusaha memberontak, namun tenaganya tak sebanding dengan Veron.
Veron mendengus. "Udah diem aja. Damai, kan?" Ia akhirnya melepaskan guling itu, meninggalkan Tesha dengan wajah merah padam.
_____________
Beberapa menit berlalu, Tesha membaringkan dirinya dengan posisi membelakangi Veron. Namun, belum sempat ia merasa nyaman, tangan Veron kasar membalikkan tubuhnya.
"Ngapain lo kasih punggung lo ke gue? Nggak sopan!" bentak Veron.
"Sial! Setelah hampir bunuh gue, dia nggak merasa bersalah sama sekali," batin Tesha, kesal tapi tak berani melawan.
"Mau tidur ya tidur. Jangan ngelamun," ujar Veron lagi, kali ini nadanya terdengar mengintimidasi.
"Udah, gue tidur, Veron. Good night," jawab Tesha, memejamkan matanya dengan paksa.
Namun, Veron tidak tidur. Ia memperhatikan Tesha yang akhirnya terlelap. Senyuman dingin muncul di wajahnya. Perlahan, ia mengeluarkan suntikan kecil dari saku celananya, cairan di dalamnya berwarna bening.
"Malam istri gue," gumam Veron, menyuntikkan cairan itu ke leher Tesha yang tak berdaya.
Senyum licik menghiasi wajahnya. "Tidur yang nyenyak, biar gue bisa kerja. Kerja buat masa depan kita. Masa depan buat anak gue."
Dalam kegelapan malam, Veron bersiap melakukan sesuatu yang hanya ada dalam pikirannya yang kelam. Di bawah pengaruhnya, Tesha hanyalah boneka yang tak punya kendali atas nasibnya sendiri.
____________
Next?
Follow for more!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife Of The Gay Protagonist
Teen Fiction[Follow Sebelum membaca agar tidak ketinggalan Info mengenai Book ini] Zoya tidak menyangka, akibat menahan rasa laparnya, Ia masuk ke dunia novel bergenre boys love. Terlebih lagi, Ia menjadi Pratesha, Istri dari male lead seme yang berakhir menjad...