02. Fadlan Ramadhan

23 4 1
                                    

"Setidaknya menjadi baik bukanlah suatu kesalahan."

***

Fadlan keluar dari mobil hitamnya setelah sampai di parkiran. Perempuan-perempuan cantik yang berada di sekitar tempat itu berteriak kegirangan saat melihat cowok tersebut. Semua kalangan mahasiswi mengenal Fadlan karena sikapnya yang baik dan ramah pada semua orang. Ia adalah sosok mahasiswi jurusan hukum yang kerap membantu siapa pun yang kesulitan. 

Lelaki itu berjalan dengan tenang seperti biasa, tangannya ia masukkan ke dalam saku. Siapa pun para gadis yang di sampingnya bisa pingsan karena ketampanan cowok itu. Namun, Fadlan tak memberikan hatinya pada cewek mana pun setelah mengalami kehilangan sosok gadis yang sangat ia cintai.

"Eh, tumben datangnya agak pagi?" tanya Viko--sahabat Fadlan setelah tiba di kelas.

"Hm, Shafa berangkat sama temannya," sahut Fadlan. 

Cowok itu akan kesiangan jika mengantar Shafa terlebih dahulu. Namun, kali ini adiknya itu menolak untuk diantar ke kampus. Fadlan tak terlalu memikirkan alasannya, meskipun dalam hati ia sedikit khawatir. Ia berusaha percaya bahwa adiknya itu akan baik-baik saja.

"Oh iya, kamu dipanggil Pak Ghani tadi," ucap Viko menyampaikan pesan salah satu dosen yang menitipkan sesuatu pada Fadlan. 

"Iya, aku ke sana bentar lagi," katanya beranjak dari kursi.

Fadlan melangkah menuju ruangan dosen, ia langsung bertemu tatap dengan dosen yang bernama Ghani itu. Dosen tersebut mengatakan bahwa Fadlan diberikan tugas untuk menggantinya mengajar di kelas semester satu. Cowok itu menyetujuinya karena bukan hanya sekali ia menggantikan dosen mengajar. Para dosen pun begitu percaya karena cowok itu cukup mahir di bidang hukumnya.

"Terima kasih, Fadlan," kata dosen bernama Ghani itu dengan ramah. 

Fadlan mengangguk. "Iya, Pak. Sama-sama," balas Fadlan dengan tersenyum.

Cowok berkemeja kotak-kotak itu keluar dari ruangan, ia tersenyum pada orang-orang yang menyapanya terang-terangan. Menurut Fadlan, menghargai seseorang dalam hidupnya adalah hal sangat penting sebelum ia kehilangan orang-orang baik itu. Maka, bersikap ramah merupakan hal yang terbiasa ia lakukan pada orang-orang di sekitarnya. 

***

Empat jam berlalu, Fadlan sudah berada di perjalanan pulang. Ia fokus mengemudi seraya mendengarkan alunan musik di mobilnya. Namun, tepat di tepi jalan ada sosok perempuan yang mengalihkan perhatiannya. Tampaknya orang itu sedang kebingungan tengah mencari bantuan, membuat Fadlan menepikan mobil dan turun menghampiri.

"Loh, Keisya?" kata Fadlan kaget karena gadis itu adalah sahabat adiknya.

Keisya yang sibuk menelepon seseorang jadi menoleh dan menghentikan aktivitasnya itu. "Kak Fadlan?" sahutnya mendekat. 

"Kamu kenapa? Ada yang perlu dibantu?" tanya Fadlan melihat wajah Keisya yang gelisah.

Keisya menoleh pada ban mobilnya yang kempes. "Ban mobilku bocor, Kak." 

Fadlan berjongkok dan memperhatikan ban mobil itu, lalu ia sedikit memeriksanya. Benar saja, ban mobil itu terkena paku. Ia kembali berdiri dan menghubungi orang-orang bengkel langganannya. 

"Bentar lagi orang bengkel datang," ujar Fadlan membuat Keisya menaikkan alis heran.

"Loh, Kakak yang memanggil?" tanya gadis itu yang diangguki oleh Fadlan. "Makasih, Kak. Jadi ngerepotin," lanjutnya tersenyum malu.

Fadlan memeriksa jam tangannya, tampaknya menunggu tukang bengkel akan sedikit lama. Ia juga terburu-buru ada acara di rumah. Ia juga kepikiran dengan adik kesayangannya, jika lama-lama di luar. 

"By the way, aku anterin kamu ke rumah, ya? Soalnya ini akan lama, biar nanti mobilnya dianterkan ke rumah kamu," usul Fadlan panjang lebar. Ia tak mungkin meninggalkan Keisya sendiri, apalagi ia perempuan.

Keisya tersentak. "Nggak perlu, Kak. Biar aku tungguin aja," tolaknya. 

Gadis itu tidak mungkin membiarkan Fadlan mengantar ke rumah. Yakin sekali papanya akan salah paham dan mengira Fadlan adalah kekasihnya. Dirinya tahu bahwa sang papa akan berpikiran negatif jika menyangkut sosok laki-laku yang bersama dengannya. 

"Udahlah, ayo." Fadlan langsung kembali ke mobil dan masuk tanpa berpikir Keisya akan ikut dengannya atau tidak.

Keisya terlonjak kaget saat Fadlan memencet tombol klakson. "Iya, Kak." Pada akhirnya ia memilih pasrah ikut dengan cowok tampan itu. 

Fadlan mengantarkan Keisya sesuai dengan alamat yang cewek itu tunjukkan. Namun, Keisya hanya menguruhnya mengantarkan sampai depan gerbang. Pastinya dengan alasan Keisya tidak ingin papanya tahu, meski waktu belum menunjukkan pria pulang dari kantor. Berhubungung terdapar cctv, ia harus waspada.

"Terima kasih, Kak." 

Keisya langsung turun dari mobil setelah berpamitan. Namun, seketika tersentak saat mobil papanya berhenti tepat di depan mobil Fadlan. Ia langsung memeriksa jam tangan, sedikit mengerutkan alis dan bertanya-tanya, kenapa papanya pulang jam segini? 

Firman keluar dari mobil, ia langsung menghampiri anak gadisnya yang diantarkan oleh mobil asing. Pria berjas hitam itu menyatukan alis saat melihat bahwa sosok pemuda yang ada di dalam mobil tersebut. Ia melihat Keisya dengan tatapan mengintimidasi, seolah bertanya siapakah cowok itu.

"Pa, dia kakaknya Shafa, sahabat aku," jelas Keisya dengan gugup.

Sementara Fadlan malah keluar dari mobil karena ada papanya Keisya, ia merasa tidak nyaman jika tidak menyapa. Memang pada dasarnya Fadlan adalah orang yang ramah, maka ia bersalaman pada Firman. Membuat Keisya semakin kalut dan takut papanya akan marah. 

"Om, saya langsung permisi dulu," pamit cowok itu pada Firman.

Firman hanya berdeham. "Masuk ke rumah," lanjutnya pada Keisya setelah Fadlan pergi.

Keisya masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu seraya mengigit bibirnya. Suasana semakin mencekam saat Firman duduk di depannya dengan tatapan dingin. Padahal ia tinggal menjawab yang sebenarnya saat ditanya dan ia juga sedang tidak melakukan sesuatu hal yang buruk.


Bersambung ....

_______________

See you

Bondowoso, 12 Juni 2022

Aku, Kamu, dan Impian [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang