Kegagalan yang terjadi bukanlah awal dari kekalahan, melainkan awal dari sebuah keberhasilan.
AKDI, Agustus 2022
***
Fadlan sudah tiba di rumah setelah dari siang hingga sore bersama Keisya di tempat makan. Kejadian itu di luar dugaannya, ia kira hanya sebentar. Akan tetapi, siapa sangka bisa selama itu bersama dengan gadis tersebut, tanpa rasa canggung dan malu.
"Ehem, habis dari mana, Kak?" tanya Shafa yang mengejutkan Fadlan dari ruang tamu.
Fadlan berhenti melangkah. "Urusan kecil," jawab cowok itu dengan singkat.
Shafa hanya mengangguk, padahal dirinya sudah tahu sang kakak baru pulang setelah bersama sahabatnya. Keisya yang sengaja memberitahu Shafa, membuat gadis itu tersenyum.
"Urusan apa, tuh?" goda sang adik sembari mengikuti langkah Fadlan menuju lantai dua.
"Haiss, serius Kakak tadi ada urusan, Sayang," jawab Fadlan berusaha membuka pintu kamar.
Shafa menyender di ambang pintu. "Urusan Keisya?" Gadis itu tertawa kecil sambil menaik-naikkan alis.
Fadlan refleks menoleh dengan cepat, lalu berdiri menghampiri sang adik. Ia mendorong tubuh Shafa keluar dengan perlahan. Ia tidak ingin adiknya menduga macam-macam meskipun benar sedang bersama Keisya di tempat makan tadi.
"Mending kamu ke kamar atau bantu Bibi masak, Kakak capek," titah Fadlan langsung menutup pintu dan di luar sana Shafa masih berteriak pada cowok tampan itu.
"Ada-ada saja," gumam Fadlan merebahkan diri di kasur.
Ujung bibirnya terangkat saat tiba-tiba mengingat kebersamaannya dengan Keisya. Rasa bahagia, seru, dan nikmat tanpa sadar ia rasakan. Padahal hanya melakukan hal kecil, tetapi cowok itu segera menggelengkan kepala setelah sadar terlalu berlebihan memikirkan hal tersebut.
***
Keisya membuka laptopnya kembali setelah mengirim tugas ke email sebelum ia masuk ke kamar mandi. Matanya melebar saat nilai yang ia harapkan berubah dan di bawah rata-rata. Ia kembali mengecek tugas yang dikirim dan ada hal aneh di sana. Bukan tugas yang baru saja dikerjakan, melainkan tugas kemarin yang telah dikirim ke email tersebut.
"Bagaimana bisa? Nggak mungkin salah kirim file," gerutu Keisya mengotak-atik laptopnya dan mengulang melihat kirimannya.
Akan tetapi, tetap saja yang dilihat hasil yang tidak memuaskan sama sekali. Bukan hanya nilai kecil, tetapi kosong. Ia sama sekali tidak diberikan nilai, mengirim file kembali tidak mungkin sebab sudah deadline.
"Keisya!"
Suara teriakan itu dari luar kamar sangat menggema di telinganya. Ia yakin sang papa sudah menerima dan melihat hasil penelitian itu. Email Keisya memang sengaja papanya sadap untuk mengetahui pekerjaan anak itu selama di kampus.
Keisya menuruni tangga dengan langkah pelan. Melihat Firman saja sudah takut, apalagi membuka suara hanya sekadar meminta maaf. Sepertinya harus mempersiapkan hati dan mental untuk mendengar kalimat-kalimat yang menyakitkan hati dari papanya.
"Apa yang kamu lakukan?" Firman melempar benda pipih itu di sofa. "Kamu tahu telah mengecewakan Papa?" lanjut pria itu menatap Keisya dengan tatapan tajam.
"Maaf, Pa. Ini juga di luar dugaan aku," sahut Keisya dengan jujur.
Firman menyisir rambut ke belakang dengan tangan. "Tentu di luar dugaan, karena kamu kalo serius mengerjakan tidak mungkin hasilnya akan seburuk ini!" bentak Firman tanpa iba pada gadis itu.
Mata Keisya sudah memanas sebab ia benar-benar melakukan dengan serius. Tidak ada dalam pikirannya untuk main-main dan mengecewakan harapan Firman. Bahkan, dalam benaknya tidak ada pemikiran lain, kecuali membanggakan sang papa.
"Papa harus berapa kali bilang, fokus kuliah! Bukan malah berduaan bersama lelaki!"
Keisya langsung mendongak, ternyata papanya tahu bahwa ia sedang bersama Fadlan di kafe tadi. Namun, cowok itu tak menganggu sama sekali, melainkan hanya duduk diam bersamanya.
"Pa--"
"Apa lagi? Mau beralasan? Semua sudah cukup, Kei! Kali ini Papa kecewa!" tandas pria paruh baya itu sebelum akhirnya pergi ke kamar.
"Pa!" Keisya terduduk di lantai sembari menatap papanya yang sudah menutup pintu. "Maafin aku, janji nggak gini lagi," cicit gadis itu dengan kepala menunduk dan air mata yang sudah tidak bisa ia tahan.
Dahlia yang sedari tadi tidak bisa melakukan apa pun, datang menghampiri gadis ber-sweater itu. Ia mendekapnya yang langsung dibalas oleh Keisya, lalu mengelus sang putri dengan lembut. Hatinya merasa teriris melihat anak keduanya itu menangis tanpa tahu kebenarannya.
"Aku nggak berniat mengecewakan Papa, Ma," keluh Keisya sambil sesenggukan.
Wanita itu mengangguk dan percaya bahwa Keisya tidak mungkin melakukan hal itu. Dirinya tahu selama ini, bagaimana gadis itu berusaha sekeras mungkin mendapatkan nilai terbaik dan tidak pernah meluangkan waktu belajarnya untuk bermain-main.
Rayya yang mengamati dari atas tangga, tersenyum miring. Ia merasa tidak rugi telah mengganti file tugas yang dikirim ke email salah satu dosen adiknya. Bahkan, merasa sangat puas melihat kelancaran rencananya yang diinginkan. Senyumnya terhenti kala melihat sang papa keluar lagi dari kamar dan menghampiri Keisya.
"Sayang?" panggil Firman saat mendekat pada gadis yang baru saja ia marahi.
Keisya segera berdiri dan memeluk papanya. "Pa, aku minta maaf, aku tidak akan--"
"Sstt, Papa yang minta maaf. Terima kasih sudah membanggakan Papa."
Kalimat itu membuat Keisya melepaskan pelukan tersebut dengan wajah penuh tanya. Apa yang terjadi? Bukankah tadi papanya marah? Keisya semakin dibuat bingung kala sang papa kembali memeluk dengan wajah yang gembira. Namun, perempuan itu tak banyak berpikir, terpenting sekarang sudah baik-baik saja.
Bersambung ....
_____________
Apa yang terjadi?
See You
Bondowoso, 03 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, dan Impian [Sudah Terbit]
Teen FictionHargai penulis dengan vote dan komen sebelum membaca! Impian dalam kehidupan sangatlah penting dan mencintai seseorang juga bukanlah hal yang perlu dihindari. Namun, bagaimana jika dihadapkan dengan sebuah pilihan antara cinta dan impian? Keduanya s...