03. Trauma

25 5 3
                                    

"Hargai seseorang selagi dia ada, sebelum akhirnya kamu tidak akan bisamelihatnya lagi."

***

"Dia siapa?" tanya Firman melihat Keisya yang menunduk.

Keisya mendongak. "Pa, aku udah bilang tadi. Dia Fadlan, kakaknya Shafa. Papa tahu Shafa, kan?"

Firman mengangkat alis, mencoba mengingat sahabat anak gadisnya itu. Ia mengangguk berulang kali, lalu menatap Keisya penuh selidik. Sedikit curiga gadis itu ada sesuatu karena ia tahu bahwa Keisya sering menjemput Shafa. Jadi ia mengira bahwa anaknya memiliki hubungan khusus dengan cowok yang baru saja ia temua.

"Dia memang sekenal itu sama kamu?" tanya Firman lagi dengan suara dingin khasnya.

"Maksud Papa?" Keisya mengerutkan alis, entah ke mana pikiran papanya itu.

"Kamu jangan pura-pura nggak paham. Yakin nggak lebih dari hubungan--"

Keisya berdiri, lalu duduk di samping papanya. "Pa, Keisya nggak mungkin ada hubungan lebih, selain kenal karena dia kakaknya Shafa. Itu aja, kok," potong gadis berambut panjang itu dengan jelas.

Keisya sudah yakin sejak di perjalanan. Perihal kecil akan menjadi runyam jika bertemu dengan sang papa. Ia sudah mengantisipasi bahwa Firman akan menanyakan hal ini dan mengira mereka ada hubungan lebih. Keisya sudah tahu betul sifat pria itu yang tidak akan pernah mengizinkan dirinya berhubungan dengan lelaki, kecuali sudah mencapai impian sang papa, menjadi seorang psikolog handal.

"Papa percaya sama kamu dan berharap kamu tidak akan mengecewakan Papa." Firman mengusap rambut sang anak dengan lembut, lalu pergi menuju kamar.

"Aku nggak akan mengecewakan Papa," gumamnya seraya bersandar di sofa. 

Gadis ber-sweter itu memang tampak lelah dengan aturan-aturan yang papanya keluarkan. Namun, ia tidak pernah ada niat untuk melanggar karena membuat orang tuanya bangga adalah sebuah tujuan hidup. Tidak pernah menuntut saja kurang bagi Keisya, jadi ia akan melakukan apa pun untuk membuat mereka bangga.

"Istirahat, Sayang." Tiba-tiba suara lembut mamanya terdengar, membuat ia bangun dan menoleh padanya.

"Mama," balas Keisya. "Doain Keisya agar selalu jadi anak yang baik," lanjutnya bersandar pada Dahlia setelah duduk di sampingnya.

Perempuan paruh baya itu mengangkat tangannya untuk mengusap punggung Keisya. "Mama selalu mendoankanmu, tapi kalo lelah jangan dipaksa," jawab Dahlia yang sangat memahami Keisya.

Keisya mengangguk, kemudian gadis itu berpamitan untuk masuk ke kamarnya. 

***

Malam itu, Fadlan dan Shafa berda di ruang tamu. Mereka melakukan aktivitas masing-masing. Fadlan mengerjakan tugas di laptop, sementara Shafa membaca buku-buku favoritnya. Seperti biasa mereka akan melakukan kegiatan ini setiap malam.

"Kakak tadi sampai rumah agak telat, kenapa?" tanya Shafa yang sangat ia ingin tanyakan sejak tadi sore.

Fadlan berhenti mengetik. "Nganterin Keisya dulu ke rumahnya, ban mobilnya bocor," jawab Fadlan seadanya.

Shafa mengangkat alis, lalu ia turun dari sofa dan duduk di samping kakaknya. "Btw, Kakak ketemu papamya Keisya?" tanya gadis itu sedikit meringis.

Shafa bersahabat dengan Keisya lumayan lama sehingga ia tahu bagaimana sifat papa sahabatnya itu. Ia tahu bahwa Firman tidak akan mengizinkan lelaki mana pun mengantarkan Keisya ke rumahnya, sekalipun itu darurat. Jadi, Shafa sedikit khawatir pada Fadlan, takut ia dihajar di rumah Keisya.

"Iya, ketemu," sahut Fadlan yang tampak santai saja.

"Loh, tapi Kakak baik-baik aja, kan?" tanya Shafa mengalihkan perhatian Fadlan. 

Fadlan melihat Shafa dengan kebingungan. "Memangnya Kakak kenapa, Sayang?" tanya Fadlan sedikit tertawa kecil.

Gadis berhijab itu mengembuskan napas. "Soalnya papanya Keisya sensitif banget sama cowok yang sama Keisya, apalagi Kakak tadi sampe nganterin ke rumah," jelas Shafa.

"Oh, gitu. Makanya tadi sedikit berbeda, tapi aman, kok. Kakak cuma nganterin aja," sahut Fadlan. Shafa bersyukur dalam hati. Ia tidak ingin juga kakaknya terjadi sesuatu.

***

Fadlan tengah berjalan di koridor dengan wajah tenangnya. Beberapa mahasiswi di sekitar cowok itu tampak senang melihatnya, seolah seperti penyejuk pagi pada mereka. Ia juga kerap menerima sapaan orang-orang yang menyapa.

"Fres banget hari ini," celetuk Viko saat Fadlan sampai di kelas.

"Biasanya juga gitu," balas Fadlan membuat Viko tersenyum miring.

Viko mengambil sebuah lipatan kertas yang diberikan seseorang tadi. "Eh, ini ada titipan buat kamu," kata Viko sembari menyodorkannya pada Fadlan.

Cowok itu membolak-balikkan kertas itu. "Dari Hana lagi?" tanya Fadlan menebak pengirim surat itu.

Viko berdeham, membuat Fadlan menggelengkan kepala tak habis pikir. Ia merasa cukup risi dengan tingkah Hana yang selalu mengejar-ngejar Fadlan dari dulu. Cowok itu cukup peka bahwa Hana menyukainya, tetapi ia juga tak bisa membohongi perasaan yang sama sekali tidak bisa membalas cinta gadis itu.

"Fadlan, dia gadis baik. Buka hati kamu sedikit, coba aja dulu." Sahabatnya itu memberikan saran pada Fadlan. Ia merasa kasihan pada Hana dan juga merasa kasihan pada Fadlan karena masih saja memikirkan masa lalunya.

Fadlan menggeleng. "Aku nggak bisa." Cowok itu menjawab sembari menaruh kertas tersebut di meja tanpa membacanya.

Fadlan memiliki pengalaman cinta yang buruk dan cukup membuat ia trauma memiliki hubungan lagi dengan orang lain. Sosok perempuan yang pernah mengisi hatinya membuat ia terpuru. Dua tahun yang lalu, Fadlan kehilangan sosok yang membuatnya selalu tersenyum itu, perempuan tersebut sudah berada di dunia lain bersama sang pencipta. Maka tak heran ia sangat menghargai orang-orang yang berbaik hati padanya, sebelum sosok itu menghilang dari sisinya.

"Why? Untuk orang baru?" tanya Viko lagi.

"Kehilangan Rena masih terbayang, aku nggak akan bisa buka hati lagi," jawab Fadlan sambil menunduk.

"Sampai kapan? Kamu butuh seseorang." 

Viko tak akan pernah putus asa membuat sahabatnya itu melupakan Rena dan dan membuka lembaran baru. Pernyataan Viko hanya dibalas dengan mengedikkan bahu oleh Fadlan. Ia tidak akan goyah dan akan tetap menutup hati, kecuali ada seseorang yang akan membuat hatinya menghangat lagi dan bisa membuatnya lupa pada Rena.



Bersambung ....

_____________

See You

Bondowoso, 24 Juni 2022

Aku, Kamu, dan Impian [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang