BAB 3

25 13 39
                                    

Cepat sekali rasanya hari berlalu. Hari ini ujian terakhir, biasanya siswa berandalan akan mengadakan konvoi.  Aku bergegas menuju ruang kelas dimana Ayas dan Kiki berada. Tapi, ternyata Ayas dan Kiki sudah pulang katanya.

Hana tadi sudah pulang duluan, karena aku yang suruh. Aku berjalan sendirian menuju gerbang, menunggu angkutan umum.

"Hei, fa. Kok sendirian?" Ayas menyapaku, tapi aku tak suka melihatnya, ada Karin di jok belakang motornya.
"Iya Ayas. Aku kangen naik angkutan umum," ucapku sambil tersenyum agar tak terlihat canggung.
"Yasudah. Hati-hati yaa. Aku duluan."   Aku tidak menjawab ucapannya.

Setelah sekian lama Ayas tidak ada kabar, tidak saling sapa saat berpapasan di kantin. Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ayas?

Sesampainya aku di rumah. Ibu menghampiriku "Nafa, hari ini ibu dan ayah akan pergi ke luar kota selama satu minggu. Kamu jaga disini baik-baik yaa. Nanti malam Kak Angga pulang untuk menemanimu."
"Terus kita jadi pindah ke Bandung, Bu? Hari ini Nafa sudah selesai ujiannya."
"Iya jadi sayaang. Sembari menunggu ibu dan ayah pulang, kamu bantu beres-beres sama Kak Angga. Biar nanti kita langsung urus surat perpindahannya," jawabnya.

Aku melangkahkan kaki ke kamarku. Merebahkan diri. Lelah sekali rasanya. Pikiranku melayang gimana hidupku nanti disana. Di kota orang. Tak akan ada lagi Ayas, Kiki dan Hana. Arggghh!! Ya, aku akan melanjutkan kuliah ku di Bandung. Ibu dan ayah juga pindah dinas ke Bandung, ingin menemaniku. Kak Angga -kakakku- akan tetap melanjutkan kuliah di Jakarta.

Sebelum perpindahan ku ke kota Bandung. Aku mencoba menghubungi Ayas dan Kiki agar kita ketemu. Ayas dan Kiki memang tidak keberatan, toh kita memang sudah libur, sebentar lagi kan lulus.

Mereka tidak tau aku akan pindah ke Bandung dan tidak kembali ke Tegal. Yang mereka tau, aku akan kuliah di luar kota. "Fa, jadi mau kuliah ke luar kota?" Tanya Ayas memastikan.

Aku tersedak saat meminum kopi. Kami bertiga sedang berada di kafe. Kafe tua yang menyediakan suasana akrab seperti kebiasaan orang-orang dulu, duduk berkumpul dan ngobrol sambil makan dan minum. Bukan sekadar tempat bagus dan makanan enak saja. Justru, menurutku, kafe yang berbeda dan masih berkarakter jauh akan lebih kuat dibandingkan kafe-kafe baru dengan satu nuansa kekinian semata. Seperti kebanyakan kafe-kafe sekarang ini yang dibuat dekorasi bagus, menyediakan makanan yang harganya tidak menghargai kita sebagai pelajar paling hanya untuk sekadar foto-foto yang diunggah ke sosial media. Kita bertiga memang suka berkumpul --di kafe tua ini-- hanya untuk berbincang, mengerjakan tugas, dan bercanda mengobrol hal-hal yang kita anggap lucu. Ah, pasti aku akan merindukan sekali kota ini. Kota ku sejak kecil. Kota Tegal.

"Bagaimana fa? Kok melamun?" Tanya Ayas lagi.
"Hm iya. Minggu depan aku berangkat kesana," jawabku. Aku menyeruput kopi ku lagi.
"Loh kok cepet banget. Kan baru lulus. Kita bisa bersenang-senang dulu disini. Jangan terburu-buru fa. Jangan terlalu ambis. Santai dong, ya kan Yas?" Kiki memang santai sekali. Bahkan dia belum tau setelah lulus akan melanjutkan dimana.

"Maka dari ituuu, kita harus menghabiskan waktuku disini selama satu minggu mendatang. Kalian mau?" Aku berteriak semangat. Biar mereka mau menurutiku.
Ayas terkejut. Dia membalas teriakan ku. "Hayuuuukkk. Aku selalu semangat jika itu berkaitan dengan main!!!"
"HAHAHAHAHA!!!" Kita tertawa bersama. Aku bahagia sekali hari itu. Aku tidak akan bertanya kejadian kemarin tentang apa yang terjadi pada Ayas dan Kiki. Toh kita sudah baikan dengan sendirinya, contohnya hari ini.

Malam semakin larut. Kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam di kedai kopi ini. Aku harus pulang. Tidak baik perempuan pulang malam larut-larut, apalagi main bersama laki-laki. Tapi aku tidak memikirkan hal-hal negatif tentang mereka. Aku yakin mereka laki-laki baik. Menghormati perempuan bagaimana selayaknya. Aku sayang mereka. Entah di Bandung semoga aku dipertemukan teman laki-laki seperti mereka.


SALAHKAH AKU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang