3. Teringat Sosok Mama

3 2 1
                                    

Setiap kejadian buruk yang menimpa, tanpa sadar akan merubah perilaku. Entah, menjadikan lebih baik atau malah sebaliknya, itu tergantung pada caramu menyikapi.

-----------------------------------------------------------------

Happy Reading 🤗


"Gue?" Elfredo menunjuk dirinya.

"Iya," jawab Syifa sembari mengangguk.

"Kita dihukum jadi pembokat selama satu bulan." Bukan El yang menjawab, melainkan Noval.

"Kakak-kakak melakukan kesalahan apa?"

"Halah, basi! Gue tau ini semua itu, pasti Lo yang nyuruh kan?" Tatapan El seketika berubah menjadi menakutkan.

El membuang napas kasar. "Sebenarnya, lo bisa nggak sih, jadi ketua OSIS? Program kerja jelek kayak gini aja, masih dipertahanin," hardik El.

"Maksud, Kakak apa?" tanya Syifa dengan kehati-hatian. El memalingkan pandangan, malas menjawab pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dijawab.

Azka yang sudah tidak kuat ingin mengoceh pun angkat bicara, "Anak OSIS sekarang mainnya aduan, ya? Najis gue!" Gio dan Noval hanya memasang wajah kekecewaan.

"Apa Lo bilang? Najis?" Bayu memegang kerah baju Azka. "Asal, lo, tau sikap lo, yang ngakunya Kakak kelas ini lebih najis dari program kerja kita, bangsat!" Irsyad menarik mundur tubuh Bayu.

Irsyad mengambil alih, dia berdiri tepat dihadapan Elfredo. "Memangnya tadi, Bu Winda bilang apa aja ke kalian?" Irsyad tampaknya mengetahui kemarahan mereka. Karena, saat mendengarkan teman-temannya dia sudah mengerti dan memikirkan untuk menanyakan hal tersebut.

Azka mendekati Irsyad. "Bilang ke Guru BK lo, kalau mau marahin kita, marahin aja. Nggak usah bawa-bawa orang tua, terutama, Emak!" Setelah itu, El dan teman-temannya pun berlalu meninggalkan tiga orang yang sedang mencerna ucapan Azka.

"Jadi, kita tetep mau turutin perintah dari Bu Winda kagak?" Gio menyeruput Es Cendol. Ya, kini mereka berada di belakang bangunan sekolah, lebih tepatnya kantin. Setelah, dua menit yang lalu membiarkan energi pita suara terbuang sia-sia begitu saja, hanya sekedar untuk beradu bacot dengan ketiga adik kelasnya.

"Gue sih, ogah. Lo, aja sana!" sanggah Azka.

Noval meletakkan gelas. "Jangan gitulah, sekali-kali kita nurut, apa susahnya," ucapnya.

Sedangkan, El masih terdiam dengan tatapan lurus ke depan, seperti sedang melamunkan sesuatu yang entah apa.
"El?" Gio mengibaskan tangan kanannya.

El tidak terusik. Gio melirik Noval dan Azka bergantian sambil mengangkat kedua bahu. Azka memberikan kode lirikan mata tajam agar Gio cepat menyingkir dari dekat El. "Woy, Zayyan Elfredo Atharazka!"

El mengerjap kaget. "Setan, lo!" Azka mengelus dada.

Lalu, ketiga temannya tertawa. "Santai, bro!" balas Noval.

"Ternyata, El lucu juga ya, kalau kaget begitu," timpal Gio.

"Lo, enggak homo kan, Gio?" Azka mendekatkan wajahnya.

Gio menoyor kepala Azka. "Enak aja. Ya, enggaklah."

"Lo, abis ngelamunin apa, El?" tanya Noval mewakili.

"Bukan apa-apa. Eh, gue bosen nih, kita minggat aja, yuk! Lagian di sini juga udah nggak dianggap."

"Yuk, capcus!"

Dia Yang TerhalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang