6. Songong

2 2 0
                                    


Happy Reading 🤗

Sepulang sekolah, Syifa mampir terlebih dulu di minimarket untuk membeli pesanan yang dititipkan Fatimah kepadanya. Setelah selesai, dia berjalan menuju mobil sembari menenteng dua kresek putih.  "Neng, kreseknya biar Mamang aja yang bawa," tawar sopir yang sering mengantar jemput Syifa.

"Nggak usah, Mang. Syifa bisa sendiri," tolaknya sambil terus melangkah.

"Yaudah, kalo gitu, Mamang bukain pintunya, ya," kata sopir yang diketahui bernama Ujang itu. Syifa mengiyakan.

Lantas, Ujang segera berlari kecil mendahului Syifa dan membukakan pintu mobil BMW Seri Tujuh milik Ali tersebut. "Mangga, Neng," ucap Ujang mempersilakan.

"Makasih, Mang."

Syifa memasukkan satu per satu kresek belanjaannya ke dalam mobil dibantu Mang Ujang. Namun, ketika Syifa hendak menutup pintu, matanya tidak sengaja melihat seseorang yang baru saja melewatinya. "Itu 'kan, Kak El. Mau ke mana dia?" gumamnya yang masih terdengar ditelinga Ujang.

"Siapa, Neng?" tanya Ujang ikut melihat arah pandangan Syifa.

Syifa menutup rapat pintu dan berucap, "Eh, enggak, Mang."

Syifa menyenderkan kepala ke bahu kursi mobil sambil memperhatikan jalanan. Sesekali dia melirik ke samping kanan dan kiri. Tak lama kemudian, ada sekitar enam motor yang menyalip mobilnya dengan kecepatan yang naudzubillah hingga Ujang, hampir saja menabrak trotoar.

"Astaghfirullah!" pekik Syifa dan Ujang.

"Mang Ujang, enggak apa-apa?" tanya Syifa membenarkan posisi duduknya yang sempat bergeser ke bawah.

"Enggak, Neng. Neng, gimana?"

"Alhamdulillah, Syifa juga nggak apa-apa, cuma duduknya sedikit bergeser, aja."

Syifa mengedarkan pandangannya ke arah depan untuk melihat motor-motor yang baru saja menyalip mobilnya. Dia tahu pasti, jika mereka adalah geng motor yang sering merusuh. Terlihat dari warna jaketnya yang berseragam. "Siapa, sih, mereka?!" geram Syifa, "Bawa motor, kok, nggak ada sopan santunnya. Permisi, permisi, atuh, kalau nggak bisa punteun mah!"

"Permisi sama punten sama aja, Neng," timpal Ujang menahan tawa. Anak-anak majikannya ini, memang turunan Ali semua. Terbukti dari sikap dan sifatnya yang mirip. Polos, suka usil, periang, dan pelawak, terutama si anak sulung. Meskipun begitu, Ujang sangat menyayangi keluarga ini. Dia juga bersyukur bisa menjadi bagian dan ada di antara mereka. Karena, jika bukan karena Ali yang memungutnya ketika di jalanan, mungkin Ujang sudah mati kelaparan.

"He he he. Biar seru, Mang!"

Tapi, aku masih penasaran. Siapa, sih, mereka? batin Syifa.

Ujang gelisah, pasalnya sudah beberapa kali menstater mobil Ali, tetapi hasilnya nihil, ia tetap tidak mau berjalan. "Loh, loh, ini mobilnya kenapa, Mang? Kok, nggak jalan dari tadi," protes Syifa.

"Mamang juga nggak tau, Neng. Bentar, Mamang cek dulu mesinnya, deh," balas Ujang beranjak keluar dari mobil dan membuka engine hood bagian depan.

"Hmm ... mesinnya baik-baik aja, kok." Ujang menutupnya kembali.

"Gimana, Mang?"

Ujang berlutut memeriksa bagian lain dari mobil tersebut. "Kayaknya bukan mesinnya, deh, yang bermasalah, Neng. Tapi, bannya yang bocor, " paparnya. Lantas, Syifa pun ikut turun dan melihatnya secara langsung.

Syifa berjongkok di samping Ujang melihat ban sebelah kiri bergelayut ke bawah. "Terus kita pulangnya pake apa dong, Mang?"

Ujang menatap lekat mata Syifa. "Mamang akan coba perbaiki dulu, ya. Jadi, Neng nggak perlu khawatir."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Yang TerhalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang