THEREE

197 38 7
                                    

Assalamualaikum

Hai, vren!

Jangan lupa vote, Comen dan share cerita ini ke temen-temen kalian yaa!

Selamat membaca!

. . . .

"Benarkah kakak cinta sama aku?" Tanya kejora dengan ekspresi tidak percaya sekaligus bahagia.

Langit mengangguk, senyuman manis terus mengembang dari bibir merah mudanya. Detik berikutnya kejora juga ikut tersenyum, bahkan senyumannya amat lebar, terlihat jelas jika gadis berambut panjang itu hatinya sedang berbunga-bunga.

Bagaimana tidak berbunga? Ini langit loh, kakak kelasnya yang sudah dia kagumi sejak awal masuk SMA. Namun, selama ini dia hanya bisa memendam perasaannya itu karena sadar akan derajatnya. Apa yang kejora dengar beberapa menit lalu tidak salah kan? Langit bilang mencintainya? Ini mimpi kah? Tidak. Ini bukan mimpi, ini kenyataan. Karena sudah beberapa kali kejora mencubit lengannya sendiri, dan rasanya sakit.

"Lalu bagaimana perasaan kamu?" Tanya langit.

Kejora tidak mampu berkata-kata, hanya mengangguk dengan senyuman cerah lah jawabannya.

"Berarti. . .sekarang kita resmi berpacaran?"

Sekujur tubuh kejora membeku saat langit menanyakan hal itu dengan suara yang begitu lembut ditelinga. Jantungnya berpacu sepuluh kali lipat lebih cepat. Selama beberapa detik, dia lupa bagaimana caranya bernapas dengan normal. Ah, kejora meleleh dibuatnya.

"Gimana kalo ayah tau? Ayah bilang aku gak boleh pacaran, tapi aku suka sama kak langit" batin kejora.

Kejora melihat sekeliling, buruntungnya murid lain sedang sibuk dengan obrolan masing-masing, ditambah langit juga memilih meja kantin yang berada dibarisan paling pojok, jadi sepertinya tidak ada yang terlalu memperhatikan obrolannya dengan langit.

"Maaf kak, tapi ayah gak bolehin aku pacaran" ucap kejora kemudian, setelah tersadar dari lamunannya.

Lagi, langit tersenyum lembut hingga mampu menyihir kejora. Iman kejora mulai goyah, dia tidak bisa katakan tidak jika langit sudah menatapnya sedemikian lembut seperti ini. Lelaki itu memiliki rahang yang kokoh, hidung mancung yang seimbang, pupil mata sehitam tinta dengan tatapan selalu berhasil mencairkan hati banyak gadis, juga bulu mata panjang dan alis tebal. Selain itu tubuhnya juga tinggi dan gagah, jago di banyak bidang akademik pula. Kejora tidak bisa menampik jika alasan pertama kenapa dia menyukai langit adalah karena langit tampan.

"Gak usah bilang sama ayah, hubungan kita cukup jadi rahasia kita berdua aja" ujar langit lembut dan menyakinkan.

Kejora gamang.

"Aku tau, udah lama kan kamu suka sama aku? Kalo kamu gak mau jadi pacarku, apa kamu rela jika aku berpacaran dengan gadis lain?"

Kejora menggeleng cepat. Tentu saja dia tidak rela!

"Tapi. . . Kenapa kakak suka sama aku? Aku kan cuma orang miskin"

"Itu bukan masalah, Ra"

Kejora memandang wajah langit dalam-dalam, mencari sebuah ketulusan dari mata indah itu. Kemudian dia kembali mengulum senyum.

"Iya, aku mau jadi pacar kakak"

. . . .

Kertas yang telah dicoret-coret ditarik dari buku, lalu diremas kuat lalu dilemparkan tepat memasuki tong sampah diujung kamar.

"Bodoh!" Umpat langit dengan mata memerah, rambutnya dijambak dengan frustasi.

Kenapa kenangan itu harus kembali muncul dalam pikirannya? Come on, itu kenangan buruk yang seharusnya tidak dingat lagi! Sungguh langit benar-benar gak habis pikir, kenapa coba cewek bodoh itu harus hamil? Dan kenapa dia tidak mau menggugurkan kandungannya? Lalu, benarkah dia rela membesarkan anak itu tanpa hadirnya seorang ayah untuk anaknya kelak?

Langit menggeleng sambil memejamkan mata, berusaha menyingkirkan bayangan kejora dari pikirannya.

"Bajingan!"

Sial! Umpatan penuh kebencian itu kembali terngiang. Harusnya, langit bisa bersikap biasa saja kan? Secara, kejora juga tidak berani menuntut apa-apa darinya. Perempuan itu harus segera disingkirkan dalam pikirannya.

Klek

Pintu kamar terbuka perlahan, kemudian muncul seorang pria paruh baya dengan kemeja hitam dan celana formal. Penampilan pria itu terlihat rapi, ditambah kacamata D frame yang berteger di hidung mancungnya, membuatnya kian berwibawa.

Langit menoleh pada pria yang tidak lain adalah ayahnya itu. Sang ayah melangkah mendekati, lalu berdiri disampingnya.

"Banyak tugas ya? Sampe kamar kamu berantakan begini?" Tanya Bagas berdecak pelan ketika memperhatikan kamar anaknya yang kacau balau. Buku-buku, tas, hingga sepatu berserakan dilantai. Begitupun dengan peralatan lain di meja belajar yang juga berserakan seperti sengaja dibuat begitu. Bagas memijit pelipisnya, tiba-tiba merasa pusing melihat semua ini.

Langit hanya mengangguk, lalu tersenyum tanpa dosa.

"Gak apa, nanti papa suruh Bi siti buat beresin. Kamu fokus saja belajar, ingat kamu sudah kelas dua belas, papa mau kamu bisa belajar lebih rajin lagi" kata Bagas terdengar tegas, dan langit hanya bisa kembali mengangguk.

"Setelah lulus, kamu harus bisa kuliah di universitas negeri. Kamu tau, jika papa sudah lama mengharapkan hal itu. Kamu anak mama papa satu-satunya, papa sama mama cuma bisa berharap sama kamu-"

"- langit kamu lah penerus bisnis papa, jangan pernah kecewain mama sama papa" lanjut Bagas setelah jeda beberapa detik. Bagas menepuk pelan bahu langit, kemudian melangkah meninggalkan kamar karena tidak mau mengganggu langit yang menurutnya sedang belajar.

Langit mendongak, napas dihembuskan kasar. Menjadi anak tunggal kaya raya bukan lah hal mudah. Jujur, langit muak ditimpa beban seberat ini. Jika mengikuti kata hati, langit tidak pernah tertarik untuk terjun ke dunia bisnis seperti ayahnya. Namun, dia tidak punya pilihan lain karena hanya dia harapan kedua orang tuanya. Langit tidak ingin memberontak, sebab dia sangat menyayangi mereka berdua, apalagi sang mama.

Lalu, bagaimana jika kedua orang tuanya tau jika dia sudah menghamilin anak gadis orang? Bisa dipastikan langit akan ditendang dari rumah dan tidak akan mendapatkan harta warisan barang satu persen pun. Tidak! Langit tidak mau hal itu terjadi. Hidup begini jauh lebih menyenangkan dari pada harus hidup susah bersama kejora. Belum lagi jika anak itu lahir, membayangkannya saja sudah membuat langit ngeri. Dia masih sangat muda, banyak cita-cita yang harus di raih, menjadi ayah diusia 19 tahun sama sekali bukan lah harapannya.

Langit yakin, semua yang sudah dia lakukan pada kejora tidak akan pernah membuatnya menyesal dikemudian hari. Langit tidak boleh memikirkan perempuan itu lagi. Dia hanya perlu fokus belajar agar bisa meraih cita-citanya. Setelah sukses, dia bisa menikah dengan perempuan cantik yang setara dengannya kelak, lalu hidup bahagia tanpa bayang-bayang kejora dan anaknya. Oh tidak, itu hanya anak kejora, bukan anaknya. Kejora sendiri kan yang bilang kalau janin yang ada dalam kandungannya itu tidak membutuhkan seorang ayah?

"Kejora bodoh, pergi lah dari kehidupan gue!"

. . . .

Terimakasih atas dukungan kalian. . .

Jangan lupa follow dan cek yaa. . .

Dan sampai jumpa Next part.

Minggu, 12/06/2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

K E J O R A || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang