"Aya sekarang kegiatannya apa?" tanya mami Anta.
"Masih kuliah, Tante, sekaligus asis—"
"Aya mahasiswa Anta, Mi, dan semester ini Anta ajar," potong Anta cepat.
"Waah, sweet banget kalian ya. Pacarannya satu lingkup kampus."
"Ahh, enggak kok, Tante." Aya tersenyum malu—berkat ajaran Anta sebelum mereka ke sana beberapa waktu lalu
"Lagi pula hubungan kami tertutup, Mi," tambah Anta sok-sok memegang tangan Aya.
"Ngomong-ngomong soal kampus, pasti Aya udah ketemu sama Relhan kan? Dia ini idol sekaligus aktor drakor Dibalik Topeng," Mami memegang bahu Relhan yang sibuk dengan ponselnya membuat si empu mendongak dan tersenyum mengangguk pada Aya. Ia juga ikut acara makan malam bersama kali ini berkat paksaan sang Kakak.
"I-iya, Tante. Aya sangat mengidolakan anak Tante, bahkan nih ya foto-foto Min Oppa penuh di kamar Aya. Aya juga udah foto bareng sama dia minggu lalu di rumah Pak Anta, Tante. pokoknya Aya cinta mati banget sama Ayang Min Oppa," seru Aya bersemangat tak menyadari dirinya telah ceplas-ceplos. Hilang sudah sikap anggunnya beberapa jam lalu.
Kening Mami berkerut mendengar seruan Aya, "Ayang Min Oppa? Pak Anta?"
Seketika Aya kegagapan, ia tersadar telah melewati batas kesepakatan. "Hmmm, maksud Aya.."
"Begini, Mi. Aya sebatas idola sama Relhan, Ayang Min Oppa hanya sebutan untuk idola mereka, dan mengenai Pak Anta sebenarnya Aya masih belum terbiasa karena kami berada di lingkungan kampus." Anta meluruskan dan sebenarnya malah membuatnya berbelit-belit saja.
"Iya, Tante. Sebenarnya Aya mau bilang Kak Anta, tapi karena terbiasa di ruang kelas jadi kadang gak sadar bilang Pak Anta." Aya menambahkan tersenyum canggung.
"Ohh," Mami mengangguk paham.
"Aya udah semester berapa?" Bukan Mami yang bertanya atau pun Relhan, melainkan sang Papi yang sudah bergabung dengan mereka. Ya sejak selesai makan malam bersama, ia berpamitan dulu menerima telepon dari kliennya.
"Hmm, semester empat, Om."
Tampak pria paruh baya itu mengangguk-angguk. Tak tahu bertanya apa lagi, atau berbasa basi lagi. Pertanyaan mengenai kelanjutan hubungan keduanya tak ingin ia bahas karena telah berjanji pada Anta untuk tak membahasnya.
Seakan mengerti, usai sang suami bertanya, mami Anta lagi-lagi bertanya perihal hubungan keduanya. Tak jarang terdengara riuh tawa diantara mereka. Sekali-kali, pria keras—papi Anta ikut nimbrung.
Aya pun tahu, ternyata keluarga Anta adalah keluarga yang hangat. Hanya Relhan yang jarang ikut dalam percakapan mereka, karena terlalu sibuk dengan HP-nya. Mungkin main gim, karena jelas Aya melihat, HP Relhan dimiringkan.
"Aya sama Abang rencana nikahnya kapan? Apa nungguin Aya lulus dulu atau gimana?"
Siapa sangka pertanyaan yang dipendam sang Papi malah meluncur bebas dari mulut Relhan. Sontak semua yang ada di ruangan tersebut kaget. Anta paling terlihat jelas kekagetannya, bisa-bisanya adik semata wayangnya bertanya seperti itu.
Aya pun juga begitu, sedikit heran karena tiba-tiba Relhan bertanya seperti itu. beberapa saat yang lalu, baru ia pergoki asyik main game, sekarang udah selesai saja nih.
Papi berdeham, menunggu jawaban dari yang bersangkutan. Ada rasa bangga terhadap putra bungsunya, diam-diam ia tersenyum penuh kemenangan, sepertinya rencananya kali ini akan berhasil lagi.
"Insyaallah, secepatnya. Kalau Kak Anta sudah siap, mungkin tak perlu menunggu Aya lulus untuk menikah. Iya kan, Sayang?" Aya menggandeng tangan Anta, seraya menatapnya dengan penuh cinta, dari tatapannya memberi isyarat bahwa sandiwara Aya sangat bagus bukan?
~ ~ ~

KAMU SEDANG MEMBACA
BIO KITA || REVISI
Fiksi Remaja[AWAS NGAKAK!!] [DISARANKAN TERLEBIH DAHULU MEMFOLLOW AKUN INI SEBELUM MEMBACA!] Berawal diciduk dosen mengagumi K-POP di kelas, Aya akhirnya mendapat hukuman menjadi asisten dosen selama satu semester. Siapa sangka yang awalnya cuma asisten dosen m...