" Ternyata kamu disini."
.
.
.
"...."
.
.
.
"Are you ok??"
.
.
.
"..."
.
.
.
"Wiii???" Nada khawatir tak dapat disembunyikan. "Are you...."
.
.
.
"Shannon??? Sorry...." Seketika, remaja berkacamata itu pun menurunkan smartphone nya yang sejak tadi ia pandangi dengan wajah seriusnya.
.
.
.
"Tentang artikel itu..."
.
.
.
"Hah... Ntah lah, kenapa semua menjadi seperti ini."
.
.
.
"Kamu akan menemui nya ??"
.
.
.
"Tidak. Tidak untuk saat ini. Karena... "
.
.
.
Duakkkkkk.....Sebuah bola sepak, tepat mengenai Laptop remaja berkacamata itu, hingga terjatuh ke tanah.
.
.
.
"Owhh... SH*t!! Sorry... sorry!!" Ucap Sang Pelaku menghampiri Awi dan Shannon, lalu mengambil bola nya. Ucapan yang dengan diiringi smirk sebagai tanda meremehkan. Diikuti pula oleh rekan-rekan lainnya.
.
.
.
"Steven."
.
.
.
" Kenapa??marah?? Tenang aku ganti. Jangan marah. Aku takut. Kamu dan sebangsa mu itu kan, kalau marah menakutkan. Apa itu, Ya.... ahh Yakuza, nanti tiba-tiba aku ( Steven pun mengarahkan tangannya ke leher sebagai isyarat di potong ) oleh mereka. Hmmm... daripada kirim Yakuza, bagaimana kalau kirim saja salahsatu pemain J*V... Negara mu, terkenal juga sebagai dunia kotor (?) juga kan??" Segala ucapan yang penuh dengan merendahkan. Dan sukses mengundang tawa mengejek dari rekan-rekan lainnya.
.
.
.
Awi. Meskipun ia tak bergeming. Namun, sangat jelas terlihat diwajahnya, tatapan dingin diarahkan kepada sang lawan bicara.
.
.
.
"Kamu keterlaluan Steven!!" Shannon yang melihat itu semua itu pun, tak dapat menyembunyikan emosinya.
.
.
.
"Ohhhh... membela pacar... Kampus ini sangat luas. Dari sekian luas nya kampus ini, tidak seharusnya kalian pacaran disini."
.
.
.
Ya. Mereka semua saat ini, memang berapa di lapangan olahraga fakultas, lebih tepatnya di tribun tempat penonton. Sebenarnya, Awi memang berada disana karena ingin mengerjakan tugas sambil menenangkan pikirannya. Namun, Ia tidak tahu jika Steven pun ada disana sedang bermain sepakbola bersama geng nya.
.
.
.
"Dasar...... " Drrrttttttt.... drrttttttt.....
Ucapan Steven pun terhenti karena smartphone nya berbunyi, seketika Ia pun melihat siapa yang menelepon nya. "Kita lanjutkan lain kali. Semoga hari mu menyenangkan kawan." Ucap Steven sambil menepuk-nepuk bahu Awi.
.
.
.
Tak lagi sama. Semuanya tak akan lagi sama. Remaja berkacamata itu pun, mengepalkan tangannya kuat-kuat sebagai tanda menahan emosinya.
.
.
.
Fakultas Jurnalistik"Sand... kamu sudah liat report dari artikel yang kamu tulis??"
.
.
.
"Tugas kelompok yang waktu itu??"
.
.
.
"Yaps."
.
.
.
"Kenapa memangnya??"
.
.
.
"Liat ini..." Alex pun menyodorkan tab nya kepada Sandy. "Artikelnya mendapatkan respon yang luar biasa, yang berkunjung ke platform nya naik berkali-kali lipat, kamu liat statistik nya kan?? viewer nya banyak. Bahkan setiap hari terus meningkat. Itu artinya mereka menyukai tulis kamu, tema yang kita ambil. Pearl Harbour."
.
.
.
Raut wajah bahagia sekaligus tak percaya pun, tak dapat disembunyikan dari wajah Sandy. Ada rasa kepuasan tersendiri baginya ketika karya atau sesuatu yang Ia tulis ternyata mendapat apresiasi yang luar biasa. Rasanya tidak sia-sia waktu yang telah Ia habiskan untuk menulis artikel tersebut.
.
.
.
"Lex, ini beneran kan??"
.
.
.
"of course." Ucapan remaja tampan itu dengan senyum bahagia.
.
.
.
"Aaaaaaaa, thanks Alex" Reflek Sandy pun memeluk Alex karena bahagia.
.
.
.
Babak Baru Telah Dimulai. Menjadi dewasa dengan problema.
.
.
.
Done
.
.
.Hahaaaaa... Udah lama sekali CB ini ngga di update. Maaf sekali jika part kali ini ada hal-hal yang sifatnya sensitif. Namun, inilah bagian dari konfliknya yang pada akhirnya pun akan ada penyelesaian nya.
Mohon maaf jika ada typo karena di ketik ngebut dikala gabut.Semoga pembaca tidak pada kabur🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting For ?
Teen FictionCerita ini adalah kelanjutan dari Senandung Masa Remaja.