Aku tidak bisa tidur.
Setiap hari, tidur menjadi satu-satunya hal yang paling sulit ku lakukan. Pagi maupun malam tetaplah sama. Kepalaku selalu berdenging, penuh dengan fikiran dan kenangan melintas bebas dan berkeliaran tanpa henti, membuatku sulit tertidur. Kemudian fikiran-fikiran itu merasuk dan menghantui dalam mimpi-mimpiku. Membuat aku takut tertidur. Aku selalu kelelahan untuk mencoba tertidur, karena mereka selalu membuatku terjaga, membuat otak kecilku terus bekerja tiada henti. Membuatku, tidak bisa tidur.
Di setiap malam-malam yang ku lalui, akhir-akhir ini suasana malam nampak lebih gelap. Bukan gelap yang menakutkan. Hanya terasa aneh.
Aku jadi teringat waktu kecil, mungkin sebelum aku berusia sepuluh tahun. Saat itu, aku sangat takut gelap. Aku akan tidak bisa tidur nyenyak seberapa lelahnya pun. Tidak tenang dan selalu gelisah. Tidak bisa melihat apapun saat gelap, membuat indera yang lain jadi sedikit lebih tajam. Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, dan merasakan setiap gerakan kecil dari sekitarku. Bagaimana seseorang yang tidur disebelahku menaik-turunkan dadanya perlahan, ketika ia bernafas. Mereka nampak begitu nyata walau dalam gelap. Semua hal itu membuatku gelisah dan berakhir terbangun dengan nafas tercekat. Membuatku tidak mau tidur dalam gelap. Hingga aku dewasa kini.
Lucu. Padahal dahulu aku merasa setiap detik untuk tidur adalah waktu yang sia-sia. Kenapa waktu tidur sangat panjang? pikirku. Walau selalu berusaha terjaga sepanjang malam, tapi kantuk selalu mengalahkan aku. Membiusku kedalam ketersiaan yang hampa hingga mataku terbuka kembali.
Tapi kini justru sebaliknya. Aku sangat merindukan waktu yang sangat ingin ku buang sia-sia itu. Aku mendambakan tidur yang damai, terlelap dan tak sadarkan diri hingga aku bangun nanti.
Mungkin inilah kerugian menjadi dewasa. Tidur menjadi sesuatu yang sangat mahal harganya.
Apakah kamu juga tidak bisa tidur?
Mimpi yang ku alami selalu sama, semua berisi kesedihan yang kemudian meninggalkan jejak air mata ketika aku bangun di pagi harinya. Padahal dahulu aku bisa bermimpi lebih baik. Mimpi-mimpi itu selalu berisi kenangan orang-orang yang tidak mau aku temui lagi. Atau berisi hal-hal yang seharusnya aku lakukan, tapi aku mengacuhkannya. Mimpi-mimpiku yang sekarang, lebih menakutkan daripada hantu.
Aku bukan orang yang sering bermimpi. Oleh karenanya saat itu terjadi, aku sangat bersemangat untuk menceritakannya ke orang lain. Seperti suatu keharusan. Aku ingin orang lain tahu apa yang ku impikan malam itu, bertukar cerita dan membuatnya sebagai bahan ejekan dan candaan. Tapi, orang-orang yang sering ku bagikan cerita mimpi-mimpi itu sudah tidak ada. Mereka semua tidak lagi ada untuk mendengar.
Lalu kenapa aku lebih sering bermimpi? Mereka datang padaku melalui mimpi, seolah tidak pernah ada hal apapun yang terjadi diantara kami. Seolah merindukanku. Aku tidak ingin bertemu mereka di dunia nyata lagi, karena bertemu mereka melalui mimpi sudah lebih dari cukup.
Semuanya terasa asing. Apa yang ku pahami tentang tidur dan mimpiku jauh berbeda dari dahulu. Aku tidak lagi menghargai mimpi-mimpi itu. Yang tersisa hanya rasa takut dan kegelisahan tiada henti. Tapi ketika aku membuka mata, aku merasa hampa.
Mimpi-mimpi itu sudah bertumpuk sangat banyak. Semakin hari semakin terasa nyata. Terkadang aku berharap semua yang ku lalui adalah mimpi yang suatu saat berakhir saat aku membuka mata. Terlalu menyiksa dan menyakitkan.
Hari demi hari, tidurku semakin berantakan.
Ada kalanya aku tidak tidur siang maupun malam, membuat diriku di keesokan paginya kelelahan. Ada kalanya aku yang sangat kelelahan jadi sering tertidur tanpa aku sadari. Dan ketika aku bangun dari tidur-tidur itu, aku jadi tidak bisa membedakan apakah aku masih tertidur dan bermimpi atau apakah ini dunia yang nyata. Dan ketika itu terjadi, rasa sakit adalah satu-satunya penentu.
Yah, rasa sakit. Ia menjadi dinding pembatas antara realita dan mimpi.
Tapi siapa sangka, dinding itu perlahan menipis, keropos dan roboh dimakan waktu. Bahkan dalam mimpiku yang penuh darah, penuh tangis dan tragedi, rasa sakit itu nampak sangat nyata. Suatu waktu aku memimpikan luka ditanganku yang ketika terbangun aku akan ketakutan dan meraba daerah luka tadi. Hingga akhirnya aku akan menghela nafas, ah, ternyata itu hanya mimpi.
Karenanya aku jadi makin sulit tidur. Padahal salah satu yang ku inginkan sebelum aku mati adalah bisa tidur dengan tenang. Sungguh kini, aku tidak bisa tidur. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shiina dan Bunga Terompet
NonfiksiMulutnya terasa kaku. Shiina sudah terlalu lama dalam kesendirian, tidak mengobrol, kadang ia tergagap saat berbicara. Shiina hanya ingin hidup sederhana, tenang. Tetapi dunia selalu menghakiminya. Shiina selalu sendirian. (Cerita ini berisi penggal...