Chapter 39

1.4K 72 7
                                    

"ARGHHH!!!"

Altair menendang apa saja yang letaknya berada di radius tempatnya berdiri. Tas ranselnya sudah ia lempar entah ke mana. Ia berteriak histeris, tangisnya tak ketinggalan terdengar memilukan di pendengaran Belinda yang berdiri tidak jauh dari keberadaan Altair yang mengamuk—melampiaskan kemarahannya, sakit hati, serta luka yang ia tanggung selama ini.

Kenapa?

Kenapa disaat dirinya sudah mulai melupakan sosok yang ia anggap sebagai penghancur hidupnya, sekarang harus datang lagi? Dan parahnya, ia merupakan orang dekat dari gadis yang belakang ini membuatnya terbiasa. Ingatkan jika Altair bukan sembarang orang yang mudah percaya dan berteman dengan orang lain. Bahkan, ia kerap dijuluki anti sosial dan misterius. Itulah yang membuatnya hanya mengenal dekat Sabrina, Belinda, dan Nara. Namun, apa? Ternyata gadis yang ia sebutkan di akhir berhasil membuatnya kecewa.

Altair bertumpu dengan dua lututnya. Kedua tangannya sudah ia gunakan untuk memukuli alas rooftop tempatnya berpijak yang biasa ia datangi saat hatinya sedang terluka. Dulu, Nara pernah ia bawa ke mari, berdua, menikmati tatanan kota dari atap gedung tertinggi. Altair masih ingat senyum gadis itu. Entah bagaimana bisa mereka berdua berakhir di sini, padahal niat awal Altair adalah untuk mengingatkan gadis itu agar berhati-hati dengan sosok Daniel.

Sekarang, tawa itu lenyap. Senyum tipis keduanya pudar dari bayangan Altair. Yang ada adalah kecewa, benci, dan rasa tidak menyangka menjadi satu. Altair mengusap wajahnya, napasnya terdengar memburu. Cowok itu merubah posisi dengan memeluk kedua lututnya, menelungkup kan kepalanya. Berharap jika dunia yang jahat ini bisa hilang dari pandangannya dalam sekejap.

Di rasa Altair sudah cukup membaik, Belinda mendekat. Mengambil posisi duduk di samping cowok yang tengah memejamkan matanya. Sekilas, ia paham apa yang baru saja terjadi. Dari cerita Sabrina dulu, mama Altair sakit karena skandal perselingkuhan papa Altair bersama seorang wanita bernama Trisha. Dan bukannya menyelesaikan masalah itu, papa Altair seolah membenarkan dengan sering mendatangi kediaman Trisha dan terus mencari keberadaan Trisha. Hal itu yang membuat ibu Altair stress, belum lagi serangan demi serangan yang dilontarkan penggemar Trisha. Menghina dan mengatai dirinya sebagai istri yang tida becus.

Itu yang ia ketahui dari Sabrina dulu. Ketika gadis itu diam-diam selalu menangis karena hubungannya dengan Altair menjadi renggang sebab Anggita yang memintanya menjauh. Sabrina tidak kesal sama sekali, ia memaklumi sikap ibu Altair yang kesepian dan hanya Altair yang Anggita miliki.

Dan sekarang, Altair menjadi benci Nara hanya karena gadis itu dekat dengan Trisha. Belinda tahu, sikap Altair salah. Dari yang Belinda amati, Nara sendiri tidak tahu jika Trisha pernah bermasalah dengan papa Altair.

"Ta ...." Belinda memanggil pelan. Cowok itu bergeming. Belinda memberanikan diri mengusap bahu Altair. Dan hal tak terduga yang terjadi setelahnya adalah, Altair memeluk Belinda. Cukup berhasil membuat Belinda terhenyak dengan wajah kebingungan. Perlahan tapi pasti, Belinda mulai membalas dan mengusap punggung lebar cowok itu.

"Gue kecewa, Bel!" adunya lirih. Belinda tidak berniat menjawab, selain tak ingin merusak mood Altair yang sudah mau membuka suara, Belinda juga tetap ingin merasakan pelukan hangat Altair. Walaupun di sini ia yang memberikan ketenangan.

"Gue tahu."

Menurut Belinda, bukan saatnya untuk memberi tahu mana yang benar dan salah pada Altair. Mau Belinda memberikan pendapatnya tentang Nara, kalau Altair saja sedang terpuruk karena gadis itu. Usahanya pasti akan sia-sia. Jadi, lebih baik Belinda bertindak menenangkan lelaki itu hingga merasa tenang lebih dulu.

"Gue benci, Bel!" Belinda hanya menjawab dengan gumaman. Tangannya masih terus sibuk mengusap Altair agar semakin tenang.

Beberapa menit, keduanya masih berada di posisi yang sama. Altair sudah tampak tenang, tak terdengar lagi deru napas cepatnya. Lantunan ucapannya yang terus menyatakan kesakitan hatinya juga tidak lagi didengar Belinda. Tapi, Belinda yakin jika Altair tidak tidur. Terasa dari masih eratnya pelukan cowok itu padanya. Dan Belinda masih juga melakukan hal yang sama.

Mengusap punggung Altair.

***

Daniel menatap prihatin Trisha yang tengah menangis di hadapannya. Ia cukup kaget saat mendengar cerita Trisha barusan. Dan sekarang, entah kenapa ia malah khawatir dengan kondisi Nara saat ini. Ia takut jika cewek itu berbuat nekat hanya karena Altair kecewa padanya.

"Saya nggak tahu kalau ada Altair, Daniel. Kalau saya tahu, mungkin saya tidak akan datang. Sekarang, saya merusak pertemanan mereka," ucap Trisha seraya beberapa kali mengusap air mata.

Daniel yang tak tega memilih mengambil posisi duduk di samping Trisha, mengusap bahu wanita itu lembut. "Saya minta maaf, Bu. Saya yang minta Bu Trisha buat nyusul Nara. Sekali lagi maaf, saya lakuin itu karena saya takut Nara kenapa-napa."

Trisha menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Saat ini mereka tengah berada di private room sebuah restoran yang cukup mewah. Ia yang meminta Daniel untuk datang, membahas hal yang Daniel sendiri cukup kaget mendengarnya.

"Mungkin ini cara Tuhan untuk mengingatkan saya tentang dosa saya, yaitu membuat wanita lain terluka." Trisha tersenyum miris, matanya tidak bisa bohong jika ia sakit saat mengatakan kalimat itu.

"Tidak perlu minta maaf. Sudah kewajiban saya untuk menjaga anak saya, Arabella. Walaupun saya harus kembali terluka," lanjut Trisha.

Daniel bungkam. Ya, yang sekarang duduk di sampingnya adalah Trisha Saraswati. Ibu dari Arabella yang ia kenal sebagai gadis bernama Nara Zarina. Daniel tidak terkejut dengan fakta itu, karena ia menebak sendiri dan tanpa mengulur waktu, Trisha mengakui semuanya. Awalnya Daniel biasa saja saat beberapa kali melihat kedekatan Trisha dan Nara. Namun, kecurigaannya bertambah saat semakin lama perhatian Trisha seolah memberi tahu jika ini perhatian dari ibu untuk anaknya. Daniel yang peka pun langsung bertanya tanpa basa-basi. Dan ya, tebaknya tak meleset sedikitpun.

Usai mengetahui fakta sebesar itu, Daniel urung untuk memberi tahu Nara sesuai dengan permintaan Trisha. Ia tidak tahu apa alasannya. Tapi karena masalah yang baru saja terjadi, ia akhirnya paham. Trisha menyembunyikan hal ini, tak lain karena takut Nara menjadi imbas dari masalahnya di masa lalu. Yang paling ditakutkan, cewek itu akan terpuruk dan malah malu mengakui Trisha sebagai ibunya.

"Sekarang, Bu Trisha mau gimana? Libatkan Daniel, karena masalah hari ini juga sebab permintaan Daniel," ucap Daniel menawarkan diri. Selain karena ingin membantu Trisha, lagi-lagi Daniel juga ingin memastikan kondisi kekasihnya.

Trisha menarik bibirnya, lalu menggenggam tangan Daniel yang berada di atas meja. "Saya terlalu pengecut, saya belum berani menampakkan diri setelah membuat dirinya dibenci."

"Saya titip dia, ya. Jangan sampai dia merasa sedih. Saya percaya sama kamu, Daniel."

TBC

GIMANA-GIMANA?

PASTI GA PADA KAGET BANGET, KAN DENGER NARA ANAKNYA BU TRISHA?
UDAH KELIATAN BANGET😭

PLIS VOTE DAN KOMEN YA😽

TUNGGU AKU~


HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang