Beberapa menit setelah Marven pergi, Helena menyusulnya untuk segera pulang. Sesuai yang Marven katakan, Helena sempat mampir ke penjual aksesoris langganan mereka untuk menjual barang curian. Setelah menilai keaslian kalung yang Helena berikan, pria kurus berkacamata itu memasukan nominal uang senilai 50 juta ke dalam tas ransel, sesuai seperti yang telah mereka sepakati.
Setelah itu, Helena mampir lagi ke sebuah rumah kecil di dalam gang sempit untuk menitipkan tas berisi uang tersebut. Seorang anak laki-laki bergigi ompong sedang duduk di teras rumah itu saat Helena datang. Dia memberikan tatapan menyebalkan pada Helena.
"Ngapain kamu disini, huh?" Suaranya yang cempreng dan gaya bicara bocah tersebut yang sok dewasa menambah kesan belagu padanya.
Helena melempar tas ranselnya ke hadapan bocah tersebut. "Berikan pada Jordi, ini uang hasil curian Marven."
Wajah bocah itu berbinar ketika mendengar apa isi tas itu. Dia membuka restleting tasnya dan tersenyum lebar hingga gigi ompongnya terlihat jelas setelah itu memberikan gerakan hormat pada Helena.
Helena balik badan, melanjuti perjalanan pulangnya. Begitu dirasa Helena sudah jauh, bocah itu menghentikan gerakan hormatnya lalu mengambil beberapa lembar uang dari tas itu dan dia masukan ke saku celananya. Helena sudah tahu uang yang akan dia bagi rata dengan Marven pasti bukan jumlah yang sebenarnya.
Bocah ompong itu hanya tinggal berdua dengan kakaknya yang beberapa tahun lebih muda dari Helena. Orang tuanya entah pergi kemana dan tidak ada kerabat yang mau menanggung mereka. Kakaknya, Jordi harus bekerja di pabrik yang sama dengannya dan Marven. Adiknya, si ompong—tidak ada yang tahu siapa nama aslinya karena Jordi pun menyebutnya dengan si ompong—sebelumnya membantu Jordi di pabrik. Sekarang dia bertugas menjaga rumah selama Jordi berada di luar rumah karena rumah mereka menjadi tempat penyimpanan hasil curian. Si ompong walau masih kecil tapi sebutan lainnya adalah anak anjing karena dia galak dan berisik. Maka dari itu Helena, Marven, dan Jordi setuju untuk membuatnya tinggal di rumah saja. Tak hanya itu, dia juga senang mengambil beberapa lembar uang hasil curian yang dititipkan padanya. Nominalnya tidak pernah pasti tapi tidak pernah lebih dari 10 lembar karena dia tidak bisa berhitung. Sebenarnya Jordi adalah anak yang adil, dia pasti memberikan uang jajan untuk adiknya itu, tapi si ompong tetap saja mengambil uang curian itu kalau tidak ada Jordi mengawasinya.
Setelah 2 kali berpindah bus kota dan dilanjut 10 menit berjalan kaki, Helena pun sampai di tempat tinggalnya. Kediaman majikannya, keluarga Hammer.
Tentu saja Helena tidak masuk dari gerbang utama. Dia masuk dari pintu kecil di pekarangan belakang rumah Hammer. Selain jalannya yang langsung menuju gudang usang tempatnya tinggal, Helena juga ibunya dilarang keras masuk dari gerbang utama. Menurut Nyonya Hammer, hal itu merusak estetika gerbang utama rumah mereka yang sangat spektakuler.
Beginilah kondisi gudang usang yang menjadi rumah bagi Helena dan Ibunya. Tempat ini hanya ada 1 ruangan seluas 3x6 m dan kamar mandi di belakang, tapi Helena dan ibunya bagi menjadi menjadi 2 bagian dengan sekat dan lemari. Bagian belakang adalah dapur juga ada kamar mandi, dan bagian depan tempat untuk mereka berkumpul seperti makan dan sebagai kamar tidur. Tempat ini agak remang-remang karena hanya ada 2 lampu dan salah satu lampunya sudah agak redup.
Helena menyala-matikan lampu untuk menarik perhatian ibunya. Ibu Helena adalah seorang tuna rungu dan sudah dari kecil Helena berinteraksi dengan ibunya menggunakan bahasa isyarat. Ibu langsung menyambut anak gadisnya itu dengan senyum tapi hanya berlangsung sementara. Ketika melihat wajah Helena yang penuh lebam dan luka, senyumnya seketika menghilang. Wajah ibu berubah datar dan Helena hanya bisa memalingkan wajahnya dari hadapan ibu.
"Bertengkar lagi?" Tanya ibu dengan Bahasa isyarat.
Helena terdiam. Sepertinya lukanya kali ini lebih parah dari biasanya karena usaha Marven yang telah membantunya untuk menutupi lukanya tidak berpengaruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vigilante
ActionKetika dunia sudah berubah menjadi neraka. Tak ada lagi sebutan orang baik karena semua saling menjatuhkan. Kekacauaan dimana-mana akibat tumpulnya hukum dan keadilan. Ada yang hidup terlalu nyaman dan ada yang hidup terlalu sengsara. Dunia yang ama...