Bab 31 | Merhaba Akhi! (Ending)

132 18 11
                                    

WARNING!❤️

PART INI MENGANDUNG CUKUP PANJANG DAN MENGANDUNG PLOT TWIST.
.
.
.
.

ARUMI POV

Playlist Song | Waana Maak — Mohammed Alsahli

Satu tahun kemudian ....

Waktu berlalu begitu cepat, hari ini aku resmi resign dari PT. Hosea Star. Rasanya masih tidak percaya, bahkan sama sekali tidak percaya. Satu tahun ini aku begitu sepi, karena Nila sudah resign dari kantor terlebih dahulu sekaligus pindah rumah tanpa mengabari sama sekali. Hadrian sendiri jarang di kantor, pria itu hanya datang ketika ada meeting. Interaksi kami hanya sebatas atasan dan bawahan.

Aku baru saja turun dari taksi ketika smartphone berdering dari dalam tas. Nama 'Ibu' tertera di layar persegi panjang itu.

"Assalamualaikum, Bu. Kenapa? Ini Rumi baru nyampek bandara Suhat." Aku berjalan memasuki bandara dengan menyeret koper peach mini.

Backsound telepon Ibu di seberang sana terdengar begitu ramai, padahal biasanya suasananya rumah selalu sepi.

"Waalaikumussalam, Nduk kamu kalau pulang seng cepet yo. Iki kok ada arek ganteng pol ndek omah. Katanya mau ngelamar kamu, Ibu karo Bapak yo kaget to. Katanya dia udah hafal lima juz Al-Qur'an, Ibu sama Bapak awalanya yo ndak percoyo. Tapi, waktu dites sama Ayub anak'e Pak Kyai Yusuf yang hafidz iku, dia iso jawab kabeh, Nduk. Wes pokoke kamu lang cepet-cepet muleh. Ibu wes bingung iki."

Mendengar penuturan Ibu yang panjang kali lebar sama dengan luas hanya membuatku pening. "Iya iya, Rumi muleh cepet ini."

"Iyo, yawes ati-ati ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Selesai bertelepon dengan Ibu kepalaku mendadak penuh. Dilamar? Hafal lima juz Al-Qur'an? Tapi siapa yang tiba-tiba datang melamar tanpa kabar seperti ini? Langkahku semakin cepat untuk check-in.

*****

"Rumi!"

Teriakan itu membuatku menoleh, di depan sana Mbak Syafa melambaikan tangan antusias dengan senyum paling lebar. Kaki ini segera menghampiri kakak sepupuku itu. Kami langsung berpelukan layaknya saudara yang saling rindu.

"Kamu itu mau dilamar kok ya ndak bilang-bilang, semua di rumah repot sekarang nyiapin lamaranmu."

Kalimat Mbak Syafa membuat mengernyitkan dahi, "Loh, beneran Mbak ada yang ngelamar aku?" tanyaku dengan wajah shock.

Mbak Syafa mencubit pelan lenganku, "Kamu itu gimana to? Orang yang ngelamar ganteng pol ngunu mosok yo ndak tahu."

"Temenan Rumi ndak tahu, Mbak." Aku berusaha menyakinkan wanita berhijab syar'i yang nampak tak percaya itu.

"Halah, uwes-uwes. Ayo lang muleh, habis ini kamu harus didandani."

"Dandani?" Aku semakin tidak mengerti dengan hal yang serba mendadak ini.

"Iyo, to. Kan kamu mau lamaran hari ini, ya mosok ndak pake make-up?" Mbak Syafa langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobil yang di dalamnya sudah ada Mas Anggi—suami Mbak Syafa—yang berprofesi sebagai dosen sastra Arab di universitas negeri di Surabaya.

[HS1] Bukan Nirmala (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang