"Ibu apa tidak apa-apa?," ucap seorang perempuan berusia 21 tahunan, bertemu sosok ibu di ruangan hampa, panas, sesak, penuh penyesalan. Perjalanan itu membuatnya sakit kepala, penat, dan penuh luka. Baju putih sampai betis dengan kaki telanjang penuh nanah, nanah yang sudah meletus-letus sampai tidak berasa apa-apa. "Hei!, jangan cengeng, disini bukan tempatnya menangis!.” Seorang wanita yang ia temui pertama kali di dunia ini, seseorang yang ia panggil ibu, Ana namanya. Meninggal di usia 21 Tahun, saat itu Ana meninggalkan anak perempuan berusia 12 Tahun. Anak perempuan yang ia rawat dengan keras kepala dan ketika sudah dewasa punya sifat sepertinya, keras kepala.
"Dengar kata Ibu, kamu harus pergi kesana, temui ayahmu di usiamu 12 Tahun. Kamu gak boleh ada di sini!," ucap Ana berbisik, lalu menyeret perempuan itu, berlari melewati beberapa orang-orang yang menangis dan tertawa, lalu sepasang mata perempuan itu basah. Sambil meringankan langkahnya, ia berkata kepada Ana, "Ibu, di sana bukan pilihan yang tepat." Mata itu tidak berbohong, kehabisan kalimat sudah hingga tangis pecah di antara bintang-bintang yang sudah samar. Perempuan itu sudah terinjak, mati berkali-kali dan hidup kembali, apakah saat ini juga akan diulangi?. "Enggak! Ibu nggak bisa terima kamu ada di sini secepat ini," sambil memeluk anaknya, Ana menangis tersedu-sedu.
Mereka melanjutkan perjalanan sambil melihat sekeliling. Lalu Ana memulai percakapan setelah satu jam sudah mereka berjalan. "Ibu dulu pernah ingin kembali lagi, dan tertangkap di kawasan ini," mata perempuan itu bergejolak, Ana membulatkan bola matanya, sambil memberikan sebotol air mineral diambilnya tadi di sungai yang hampir kering. "Kalau kita tertangkap gimana, Bu?," perempuan itu ketakutan, wajah cokelat dengan babak belur dipasang di tubuhnya. "Enggak!," jawab Ana sambil terus berjalan melihat sekeliling, bersembunyi, dan ketakutan. Ada suara dedaunan kering yang terinjak kaki manusia, keduanya terkejut sontak berdoa dalam hati semoga tidak ketahuan. Dari belakang ada laki-laki menepuk bahunya, hembusan nafas itu terdengar berat dan berantakan, "Kalian mau kembali?." Keduanya terkejut, lalu mata indah milik perempuan itu pecah dengan air mata yang merembet sampai pipi lalu ia usap dengan punggung tangannya, "Kamu kenapa ada di sini?," tanyanya. Lalu laki-laki itu terkejut, dengan membisu dan ketakutan sambil gemetaran ia menjawab, "Apakah kamu kenal aku?."
Ada suatu hal yang tidak dikembalikan tampaknya. Di ruang tanpa waktu, hampa, dan sesak juga menyakitkan ini tampaknya hidup dan mati. Manusia dikembalikan pada keadaan yang berbeda-beda tergantung kesalahannya. Suatu kesalahan ketika perempuan itu tidak bisa ada di sisinya, juga suatu kesalahan baginya ketika dia telah bertemu lagi dengan perempuan itu, namun hal-hal tentang perempuan itu sudah habis di kepalanya.
Sambil berjalan dan merangkak, dia bercerita tentang bagaimana ia ada di sini. "Saya bunuh diri." Kalimat itu membuat dunia perempuan itu hancur. Sesak sekali rasanya, seperti dicekik atau dikubur hidup-hidup. Laki-laki itu melanjutkan kalimatnya setelah diam lama sekali. "Nama saya Deka," sambil tersenyum ia memperkenalkan namanya. Nama indah yang punya banyak bentuk, di hidupnya yang kekal ini, ia kehilangan banyak hal. Setelah sampai di sini, ia juga kehilangan banyak hal.
Di tempat ini, banyak perbedaan dengan tempat yang dahulu. Orang-orang meminta ampun atas apa yang mereka perbuat, tetapi sudahlah fana dirinya hingga kesalahan pun tak bisa diberi ampunan. Saat mencari air, di genangannya muncul perbuatan dahulu, perbuatan yang tidak bisa diampun. Saat minum pun kesalahan tidak bisa lepas dari neuron. Aksa pun punya bayang kekecewaan juga penyesalan, kecewa pada diri sendiri karena tidak bisa lepas dari kesalahan dan penyesalan yang tidak bisa diubah di masa ini. Sungguh tidak ada yang bisa diubah lagi sekarang, hanyalah pilu yang menunggu untuk membiru, melepuh, bersamaan dengan waktu kemana dan dimana nanti akhirnya utuh. Namun ada satu cara agar kesalahanmu di reset ulang, kembali ke masa lalu.
Kaki mereka berpijak pada dataran panas yang terlihat hanya bangunan bundar yang dimana ada ribuan orang berjejer menunggu antrian. Bangunan ini tak lain sebuah penyesalan dan kekecewaan. Bangunan yang bisa membuatmu kembali kemasa lalu. Manusia penuh luka di tubuhnya pasti punya beberapa hal yang ingin mereka ubah. Takdir yang membuat mereka ada di sini, dan takdir harus diubah agar mereka tidak hidup di lautan luka yang suram ini. Manusia harus punya kapasitas untuk mengubah takdir mereka sendiri, dan kapasitas itu lah yang mereka butuhkan, kapasitas itu tempatnya disini, di depan mereka ini.Ana menarik tangan anaknya, memeluknya erat, pecah tangis di sana. “Ingat, ya, kamu harus ada di umurmu 12 tahun, cari ayahmu, dan tinggalah bersamanya.” Mata perempuan itu bak luka yang dilumuri cuka, pedih sekali, “Iya, Bu.” Perempuan 21 tahun itu memasuki lorong waktu, menyusup diantara ribuan manusia yang ingin kembali merajut hal-hal indah diantara hal-hal yang kusut. Seumur hidupnya, bahagia adalah hal yang yang mustahil, banyak iri dihatinya, banyak nestapa di matanya, banyak ketakutan di kaki dan tangannya.
Ribuan manusia dalam antrian masuk dalam tempat bernama tartarus, ruangan hangat nan menggema. Muncul orang berpakaian hitam, di tangannya menggenggam jarum suntik. Perempuan itu menatap laki-laki di depannya, laki-laki berotot kekar, menatapnya lekat, “Kamu akan diberikan kesempatan untuk kembali, jangan sia-siakan waktumu di sana.” Perempuan itu terdiam, matanya tertutup, detak jantungnya berhenti, nafasnya hilang, badannya dingin. Di tempat perhentian, ia membuka matanya, perlahan semuanya kembali normal. Dalam pikirnya, ia sudah ada di akhirat, namun terkejut karena di depan matanya seorang anak perempuan berusia 12 tahun dengan rambut se-bahu duduk di lantai depan pintu. Sorot matanya murung, perempuan itu berjalan kearah anak itu, tersenyum padanya, “Halo, Kala.” Sapa perempuan itu kepada dirinya sendiri. “Kamu kenapa sedih?.” Mata perempuan itu melihat sepatu lusuh yang dirinya pakai sudah empat tahun. Teringat kembali kisah masa kecil yang ia kubur dalam-dalam, dalam ruang gelap dalam hati agar tak satupun melihat sisi terburuknya saat itu. Kemudian Kala kecil membuka bibirnya, berbicara dengan lengah. Ingin sekali ia ceritakan sepelik apa hidupnya nanti, namun Kala kecil terlalu polos untuk mendapat cerita pedih ini
YOU ARE READING
TARTARUS | Perjalanan Menembus Waktu
FantasyPernahkah kamu menembus waktu?, sekarang ganti saja pertanyaannya dengan: Lebih baik tidak tahu apa-apa atau mencari tahu kebenerannya meski akhirnya juga akan terluka?.