Selamat datang di chapter 01 cerita BANGTAN!
~~~~~
Di dalam ruangan, di sebuah bangunan berukuran sedang, terdapat tujuh lelaki tampan yang sedang sibuk melakukan kegiatannya sendiri. Bukan, bangunan itu bukan tempat menetap mereka, melainkan tempat dimana ketujuh lelaki itu menghabiskan waktunya bersama dan melupakan masalah-masalah yang mengganggu pikiran.
Sebut saja.. Rumah Bangtan.
Bangunan yang sudah berdiri sekitar tiga tahun ke belakang itu masih berdiri kokoh.
Rumah Bangtan, bangunan yang didalamnya penuh dengan kenangan-kenangan yang manis sampai yang pahit. Ketujuh lelaki itu menghabiskan waktunya bersama-sama di Rumah Bangtan, tertawa bersama membuat mereka melupakan sejenak rasanya dunia yang kejam.
Ketujuh laki-laki tampan itu diantaranya:
Sehan Bumi Lasmana, lelaki itu sekarang sedang membuat makanan di dapur. Yang paling tua diantara Bangtan yang lainnya, suka mencoba membuat masakan baru karena lelaki itu sangat suka memasak. Juga memiliki sifat yang cerewet, terbukti ketika Sehan sedang kesal atau salah satu diantara mereka ada yang tidak sarapan sebelum berangkat sekolah, ia akan menceramahi dan mengoceh panjang lebar dengan cepat dan ucapan itu sangat tidaklah jelas didengar, Sehan seperti Ibu untuk Bangtan.. Oh! Memiliki kepercayaan diri yang sangat-sangat tinggi! itu membuatnya tidak merasa malu untuk melakukan sesuatu hal. Duduk dikelas tiga SMA dengan wajahnya yang sangat tampan yang sangat menarik perhatian siswi-siswi di sekolah. Tak luput dari kebenaran, Sehan sendiri sering sekali dibanding-bandingkan dengan kakak laki-lakinya oleh orang tua. Tapi itu tidak menghalangi Sehan untuk terus percaya diri.
Yohan Agustara Gibran, berbaring di sofa panjang dengan mata yang terpejam. Lelaki yang satu ini sangat berteman dengan tidur. Kelas tiga SMA, Yohan terkenal dengan sifatnya yang cuek itu malah membuat dirinya semakin disukai banyak perempuan-perempuan di luaran sana. Tapi berbeda dengan Yohan, lelaki itu sudah menolak banyak hati dan lebih memilih untuk sendiri. Bahkan, tidak pernah terdengar oleh telinga jika Yohan sedang dekat dengan perempuan atau pernah dekat dengan perempuan. Dan ya.. Berputar kembali melihat sisi keluarga Yohan. Mama dari lelaki itu meninggal ketika wanita itu ingin menyelamatkan Yohan dari mobil yang melaju dengan kencang, kejadian itu membuat Ayahnya benci terhadap laki-laki itu dan selalu bermain dengan kekerasan ketika Yohan berbuat nakal atau tidak menuruti perintahnya. Kematian orang yang paling ia sayangi dan penyiksaan Ayahnya sedari kecil itu membuat tertanamnya sifat dingin didalam diri seorang laki-laki yang bernama Yohan.
Hanan Wiyoko Brahma, lelaki itu sedang duduk di kursi sambil men-scroll beranda sosial medianya. Lelaki yang sangat suka menabur senyuman untuk orang-orang. Duduk di bangku kelas dua belas. Hanan adalah salah satu orang yang bisa mengembalikan mood teman-temannya kembali menjadi baik lagi, ia mood booster untuk teman-temannya. Hanan itu seorang lelaki yang memiliki senyum secerah matahari, senyumnya dapat membuat orang yang melihatnya itu tersenyum dan dengan tingkahnya yang kadang membuat orang-orang tertawa. Memiliki keluarga yang sempurna itu tidak membuat Hanan untuk meninggalkan Bangtan. Hanan menganggap sahabat-sahabatnya itu seperti keluarganya sendiri. Dengan senang hati, Hanan akan mendengarkan keluh kesah sahabat-sahabatnya. Dan tak jarang juga Hanan mengajak atau mungkin menerima ke-enam sahabatnya untuk bermain atau pun menginap dikediaman keluarganya.
Najen Bagus Hermawan, duduk lesehan di karpet dengan beberapa macam buku pelajaran di hadapannya. Lelaki yang kerap disapa Najen itu memang yang paling pintar diantara mereka bertujuh. Dengan menjadi siswa SMA Sonyeondan kelas 3, lelaki itu sudah mendapatkan banyak prestasi dan kejuaraan yang ia raih selama sampai kelas 12 sekarang. Banyak piala yang ia sumbangkan untuk sekolah dari hasil prestasi yang ia menangkan. Dengan dibantu oleh beberapa les yang dirinya ikuti, itu membantu untuk menambah pengetahuannya. Dan menjadi ketua OSIS di SMA Sonyeondan itu menjadikannya seorang yang bertanggung jawab, tegas, dan pastinya bijaksana. Namun, itu semua bukanlah murni keinginan Najen sendiri. Lelaki itu selalu dituntut oleh kedua orangtuanya karena mereka menginginkan Najen untuk menjadi penerus perusahaan yang dimiliki Ayahnya. Najen terpaksa mengikuti semua keinginan kedua orangtuanya.