bagian delapan

1.2K 171 47
                                    

Coba absen, dong. Siapa yang masih nyimpen work ini dalam librarynya?

***

Sepasang tungkai jenjangnya menuruni anak tangga dengan langkah dinamis sembari menenteng sling bag berwana khaki yang dipadukan dengan kemeja oversized cokelat dan ripped jeans hitam. Kakinya yang dibaluti boots hitam terdengar menapaki marmer dan memantulkan bunyi yang cukup memekakkan, tapi tidak menginterupsi kegiatan seorang pria yang sedang membaca koran terbaru hari ini diruang tengah.

Jiyeon menilik melalui ekor matanya lewat perasaan tak karuan, kemudian ia mendengus dan membuang muka. Tak banyak melantunkan kata dan apatis dengan kehadirannya seraya terus melangkah biasa. Membuka daun pintu rumah dalam satu sentakan kasar, kemudian bergerak menutup dengan hempasan luar biasa hingga menimbulkan debuman keras.

Lagipula, ayahnya akan tetap bersikap tidak peduli.

Setelah masuk ke dalam mobil dan meletakkan semua barang-barangnya di samping kursi kemudi, ia menghidupkan mesin. Jiyeon lantas mencoba menghubungi sang kekasih.

"Sayang?"

"Kau dimana?" Ia menghidupkan loud speaker dan meletakkan ponselnya di antara barang-barangnya. Jiyeon kemudian memundurkan mobil dan lekas melaju dengan kecepatan normal meninggalkan pekarangan rumah.

"Masih dikantor," Ada helaan napas yang terdengar, lalu Jungkook kembali bersuara, "Kenapa?"

Untuk sejemang Jiyeon membiarkan sunyi hadir menemani mereka di tengah konversasi yang baru saja berlangsung. Pandangannya lurus ke depan pada jalanan aspal yang basah hingga menguarkan aroma petrikor yang cukup menusuk penciuman.

Ia berdehem, menelan ludah dan berujar pelan, "Hari ini aku berencana untuk tidak tidur di rumah."

Diseberang, Jungkook sudah dapat menerka frasa tersebut. Ia tidak menampilkan raut wajah apapun selain daripada bertahan dengan memutar-mutarkan bolpoint yang terselip diantara jemarinya.

"Lagi?" tukasnya singkat. Jungkook menggerakkan kursinya memutari meja kerja sembari menunggu balasan sang jelita.

"Iya."

Lantas Jungkook menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan bahu merosot. "Baiklah. Tunggu aku disana. Tiga puluh menit lagi aku selesai dengan pekerjaanku. Beritahu aku nanti dimana hotelnya."

"Aku mengerti."

"Hati-hati dijalan, Sayang. Jangan lupa makan malam. Aku mencintaimu."

"Aku juga."

Kendati terselip aksen dingin yang sangat Jungkook tidak sukai dari Jiyeon kala pertama kali berkenalan, ia memakluminya.

Sebab, skenario hidup Jiyeon hampir tertutupi oleh penderitaan. Kebahagiaan untuknya bagaikan gumpalan asap yang naik dari daun terbakar.

***

Carut-marut seakan sudah membludak di ujung lidah, meminta Jiyeon agar lekas mengutarakannya untuk presensi di seberang sana yang berani mengganggu waktu makan malamnya.

Eleutheromania [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang