bagian empat

6.4K 753 118
                                    

Barangkali ketika Taehyung mengungkapkan betapa ganasnya Jiyeon dalam menggodanya malam itu, ia akan bernapas lega. Merasa baik-baik saja dan menyaksikan bagaimana penyesalan Jiyeon di depan matanya. Mengumbar senyum remeh saat rungunya disapa dengan tangisan Jiyeon. Ya, ini bukan sepenuhnya kesalahanku. Taehyung beranggapan demikian. Merasa bangga dengan menu semalaman yang menggugah selera.

Namun, kini ia malah melindungi diri dari serangan bantal Jiyeon bertubi-tubi. Menangkis sebab pukulannya kelewat brutal. Bisa saja, membuat kapas-kapas yang terisi di dalamnya terbongkar habis dan beterbangan keluar. Gawat. Pun Jiyeon kelewat sinting, mengabaikan figurnya yang telanjang. Tanpa tahu Taehyung kembali menahan hasrat agar tidak menyerang ketika ia melirik buah dada itu yang bergerak-gerak.

Salahkan saja selimutnya yang merosot.

Kekesalan yang tidak dapat Jiyeon tahan. Bukan untuk Taehyung. Melainkan, tindakan sembrononya yang makin menambah beban. Hidupku sudah terlanjur sulit, jadi jangan mempersulit lagi. Ah, sialan. Jiyeon mengumpati diri dalam diam. Mengabaikan kondisinya yang berantakan, terlebih semrawut yang lebih mendominasi. Apa yang harus Jiyeon sesali saat ini adalah rasa kehilangan. Sekali lagi, Jiyeon membenci satu kata itu.

Sepasang matanya memerah, dan Jiyeon memutuskan untuk membuang muka. Menghentikan pukulannya, menyeka kasar satu bulir air mata yang baru saja merembes. Jatuh membasahi pipi. Jangan. Jangan menangis.

Lantas ia menarik napas dalam satu sentakan kasar, dan pergerakannya tidak luput dari perhatian Taehyung yang masih membuat posisi melindungi diri.

Apa yang terjadi?

Hawa berubah asing. Dan pemuda Choi itu tidak tertarik lagi untuk memerhatikan tubuh Jiyeon yang telanjang, terpampang nyata saat ini. Satu yang menarik perhatian.

Ada ekspresi sendu disana. Kenapa? Mengapa? Dimana Jiyeon yang barusan? Kenapa perubahannya begitu cepat?

Taehyung seperti dihadapkan dengan suatu keasingan yang membuatnya bertanya dalam diam. Menemukan Jiyeon yang menarik lagi selimut agar membaluti tubuhnya dan lekas bangkit, Taehyung masih menyoroti. Bibir tebalnya menciptakan celah kecil dengan manik yang mengedip teratur.

Sempat sempoyongan saat akan berdiri tegap, pun keadaan itu membuat Taehyung refleks mendekat untuk menahan, maka tatapan tajam Jiyeon bagaikan bilah pisau menghentikan pergerakannya. Stagnan. Dan Taehyung memilih untuk kembali ke posisi awal dengan deheman yang turut menguar.

Meringis kecil, Jiyeon memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Sial. Jika saja ia tidak minum banyak malam itu, ia tidak akan berakhir dalam keadaan sinting seperti sekarang. Dengan pemuda asing yang sama sekali tidak ia kenal. Tentu. Tentu saja. Jiyeon sudah mengakui jika semua berawal dari kesalahannya pribadi. Entitasnya yang bermula menggoda Taehyung, menahan pemuda itu yang akan menuju pelayanan servisnya—sebagai gantinya, Jiyeon yang menjadi target.

Fuckhead! Keperawanan ku.

"Tch!" Jiyeon berdecih sebal. Menyesali kebodohan. "Kacau," lirihnya.

"Dadamu tadi bergerak-gerak, lho."

Maka, ketika penuturan ringan Taehyung tersebut terdengar, angkara Jiyeon memaksa naik. Menggeram, pun cengkeramannya pada selimut-noda bekas darahnya—yang meliliti tubuh kini mengerat. Melototi Taehyung dengan tidak bersahabat, yang dibalas acuh oleh kedikan bahu sekilas.

Tidak peduli. Toh, Taehyung kecil sudah nyaman.

Mendelik, Jiyeon memilih untuk memalingkan wajahnya yang terasa panas. Tentu saja. Jiyeon menyadari hal gila ketika ia sempat melirik dadanya.

Eleutheromania [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang