bagian sebelas

1.1K 133 28
                                    

Hm, masih ada yang baca cerita ini gak, ya?

***

Mata cantik itu terbuka tepat saat senja menginjak. Matahari terlihat turun perlahan-lahan dari ufuk, cahaya merahnya memasuki celah ventilasi kamar, membayang pada ruangan, mengenai figurnya yang bergerak kecil demi menyamankan posisi, dan tersentak saat ia sadar bahwa hanya kekosongan yang ia dapati di sisi kasur yang lain.

Dimana Jungkook?

Jiyeon lantas membawa tubuhnya yang agak lemas untuk terduduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia meraih segelas air putih di atas nakas dan menenggaknya dalam satu kali tegukan. Ada chicken pop dan sekepal nasi di atas nampan disana, sepertinya Jungkook yang memesan makanan untuknya.

Kemudian Jiyeon mendengar derit pintu yang berbunyi disusul dengan presensi Jungkook yang keluar dari kamar mandi dalam balutan handuk pada pinggangnya. Pria itu mengelap surainya yang basah, melirik Jiyeon sekilas sebab ia menyadari bahwa perempuan itu tengah memerhatikannya sebelum ia melanjutkan aktivitasnya tanpa berungkap apa-apa.

Maka, saat itu Jiyeon sadar bahwa apa yang ia takutkan telah terjadi.

Jiyeon bergerak gelisah di atas ranjang, masih dalam balutan selimut tebal putih yang membungkus seluruh tubuhnya yang telanjang. Kegiatan yang sangat menguras tenaga dan panas, karena Jungkook berhasil meleleh beberapakali dalam dirinya. Pun Jiyeon tidak dapat menampik bahwa ia sangat menikmati setiap sentuhan jemari Jungkook yang membimbingnya menuju cahaya putih yang mengaburkan penglihatan. Permainan lembut Jungkook telah memperdayainya pada ambang batas tertinggi dari cakrawala.

Mereka menyibukkan diri sendiri, Jungkook yang mengeringkan diri di depan cermin dan Jiyeon yang kelabakan merangkai aksara guna bersiap-siap pada skenario berikutnya.

"Itu ada morning after pill disebelah nampan di atas nakas yang kubelikan untukmu," tiba-tiba suara Jungkook membuatnya tersentak kecil. Ia lantas mendongak, melihat postur tubuh Jungkook yang masih membelakanginya sebab pemuda Shin itu masih berkaca. "Aku tidak ingin membebanimu sebelum kita menikah."

Pun Jiyeon mengulum bibir dan meremat ujung selimut. Ia lantas bergerak meraih dan meminumnya lewat perasaan yang sulit didefenisikan.

Ada kecewa dan haru yang bercampur aduk. Rasa kecewa yang lebih cenderung ia beratkan pada dirinya sendiri. Sebab, Jiyeon tidak perlu menanyai sikap Jungkook yang agak ketus padanya setelah kegiatan mereka berakhir memuaskan. Lalu rasa haru karena afeksi Jungkook padanya tak berubah.

Kemudian Jiyeon meneguk salivanya untuk membasahi kerongkongan yang kering. Ia mengalihkan atensi untuk kembali memindai Jungkook yang sekarang sedang mengenakan atasan kaos putih oversized.

"Jungkook. Aku ..."

"Kurasa kau perlu menjelaskan sesuatu, bukan?" Jungkook total membalikkan tubuh. Melemparkannya tatapan dingin yang secara tidak langsung menyerang mental Jiyeon hingga perempuan itu resah.

Bibir Jiyeon terlihat bergetar, namun tidak menggetarkan Jungkook untuk menatapnya kelewat tajam. Pria itu terlihat marah, irisnya sedikit berkilat-kilat kendati ruangan mereka temaram.

Pun Jiyeon mengangguk membenarkan. Matanya mulai memanas karena merasa tak sanggup untuk menjelaskan. Takut tangisan itu mengucur, maka satu-satunya opsi yang Jiyeon lakukan adalah menghindari tatapan jelaga kekasihnya.

"Kau ... kau tentu masih ingat saat aku agak terlambat menemuimu di depan rumah pagi itu. Ketika kau menjemputku, ingat?" ulang Jiyeon saat melihat kerutan pada dahi Jungkook. Jiyeon hanya menatapnya sekilas sebelum kembali menyembunyikan wajah lewat tundukan kepala. "Malam itu, sebelumnya Ayah dan Ibu bertengkar hebat. Me-mereka membahas perceraian dan itu terdengar olehku."

Eleutheromania [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang