Another World

7 1 0
                                    

Eva POV (point of view)

Aku memejamkan mataku erat, setelah kurasakan tubuhku serasa melayang bersama seseorang yang tengah kupeluk. Aku tidak berani melihat kebawah ataupun membuka mataku sekalipun. kupegang dengan erat jaket yang dipakainya.

Sampai suaranya menyadarkan kondisiku saat ini.

"Sepertinya kau benar-benar ingin mati Eve,"

Mati!?

Aku masih diam tidak menyahut perkataannya, apakah aku benar-benar akan mati? aku tidak tahu keputusanku ini benar atau salah, yang pastinya aku hanya mengikuti naluriku untuk melindungi orang-orang terdekatku. Ataukah sejak awal pilihanku ini salah?

"Aku tidak ingin mati," pikirku dalam diam, perasaanku campur aduk.

dua telapak tangan tiba-tiba kurasakan tengah menangkup kedua pipiku, memaksaku untuk mendongak menatapnya.

"Buka matamu Eve!" perintahnya dengan nada pelan.

aku menuruti perintahnya, membuka mata perlahan hingga pandangan kami bertemu. Manik beriris merah itu tampak menawan dalam jarak dekat, sekilas kulihat matanya berkilat seakan memendam sesuatu. posisi tanganku masih memegang erat jaket miliknya.

"Aku memberimu kesempatan kedua, dan kali ini kau akan hidup di dunia yang berbeda," jelasnya masih memandang mataku dalam. "Tapi sebagai gantinya kau harus menyatukan kedua kerajaan yang terpecah, dan nasibmu akan ditentukan oleh pilihan serta tindakan yang kau pilih,"

"Kerajaan? Kesempatan kedua? Apa maksudmu?" kataku bingung.

Dia tersenyum lalu melepaskan kedua telapak tangannya dari pipiku, salah satu tangannya tampak mengambil sesuatu dari kantung jaketnya. Sebuah pita hitam bercampur emas terlihat berkilau saat dia menunjukkannya tepat di depanku.

Aku terdiam sejenak menatap pita di tangannya, lalu dia memasangkan pita itu di sisi rambut kananku.

"Kau sekarang akan hidup didunia yang berbeda, tugasmu adalah menyatukan kedua kerajaan yang sejak dulu berperang dan tidak pernah akur. Jika kau gagal, jiwamu akan kumakan," dia menatapku dengan santai.

Aku memicingkan mataku padanya, mencoba memastikan perkataannya. "untuk apa aku harus melakukan itu! Tidak ada untungnya bagiku,"

"Keuntungannya kau akan tetap hidup, menjalani kehidupanmu seperti biasa dan melakukan apa pun semaumu. jiwamu juga akan selamat. Kau hanya perlu mengikuti tugas yang kuberikan saja, mudah kan?"

"Lebih baik aku mati saja daripada harus menuruti perkataanmu," kulepaskan tanganku hingga jarak kami agak jauh.

"Sayang sekali, aku tidak menerima penolakan Eve, saat ini aku membutuhkan kemampuanmu itu. Kau termasuk manusia langka yang memiliki kemampuan tersebut," sahut Beelzebub datar, kemudian ia melirik dibawah kami.

"bagaimana kalau aku menolak atau memberontak?"

Dia tidak menjawabku pandangannya masih menatap ke bawah, dimana kami masih tidak memijaki apapun. Gaya gravitasi membuat kami terus melayang tapi aku merasa kami seperti terjun bebas di udara tanpa alat pengaman satu pun. Topi yang sejak tadi dipakainya kini terlepas akibat terlalu lama terkena udara, memperlihatkan surai rambutnya yang berwarna coklat muda ikut terkena udara hingga surainya terlihat acak-acakan.

Selama dia melihat kebawah, aku mengambil kesempatan itu untuk memandang sekitarku. Hanya terlihat langit yang berwarna biru cerah bahkan aku bisa melihat awan-awan putih seperti mengelilingi kami. Apakah saat ini kami berada di langit? Pantas saja sejak tadi yang kurasakan hanyalah udara saja.

Seven Deadly SinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang