Ketika perempuan itu datang—dengan flat-shoes dan kemeja kotak-kotak nude berserta rok hitam panjang—Becky melirik Violet sejenak. "Lampu Hijau?"
"Lampu Hijau!"
Keduanya kemudian berjalan senormal mungkin dengan sumringah. Becky bahkan melambaikan tangan seraya berjinjit. "Tante," sapanya.
"Girls, aku telepon Martha untuk gak perlu ngejemput kalian." Ruby berkacak pinggang dengan senyuman lebar. "Itu berarti hanya kita bertiga."
Violet dan Becky bertukar pandang tak mengerti maksudnya. Cece Norah juga kerap bicara absurd seperti ini dengan artian meminta Becky dan Violet segera hengkang dari rumahnya karena pacar kesekiannya akan berkunjung untuk menonton film malam. Dalam tanda kutip.
"Maksudku kita akan makan burger."
"McD?" Keduanya terlihat antusias.
"Ya!"
Dengan semangat Becky melompat dan berlari menuju mobil. Namun, ketika teringat Ruby tidak punya SIM, ia jadi salah tingkah saat harus berjalan menuju halte bus.
"Dulu saat berpergian kemana pun dengan Onyx, kami sering memakai Trans Musi." Ruby bercerita ketika mereka menunggu di halte. "Aku tidak membiarkannya memakai mobil, karena ketika menggunakan transportasi umum, hari terasa lebih panjang dan menyenangkan." Perempuan itu tersenyum menatap keduanya. Baik Becky maupun Violet sama-sama terpaku pada mata caramel dengan rambut cokelat gemerlap yang dimainkan oleh angin kendaraan.
"Tapi setiap kami jalan dengan Emma, pasti pakai kendaraan pribadi soalnya Emma mudah capek."
Kini Violet dan Becky menundukkan pandangan secara bersamaan. Ketika bunyi klakson beradu dengan derasnya laju ban, Violet bersua, "Tante, apakah Tante dan Ibu berteman baik?" Suara gadis itu benar-benar samar dan kalah dominan dari ramainya sekitar. Hanya saja telinga Ruby cukup peka untuk menjangkau getarannya.
"Ya, kami berteman baik dengannya sejak SMA. Ibu kalian jarang punya teman karena kesulitan dalam menjalani hari-harinya. Aku dan Onyx saat itu terkenal sebagai pelindungnya." Melihat Ruby yang mengatakannya sambil tersenyum, membuat perasaan Violet justru remuk.
Gadis itu kemudian melirik Becky dan ternyata kakaknya juga tengah menekukkan bibir ke bawah.
"Ayah cerita," serobot Becky tiba-tiba. "Ayah cerita tentang alasan Bibi menghilang ke Singapura."
Mata Ruby membulat seketika. Meski pandangannya tertuju pada jalan, tapi Violet dan Becky dapat memastikan jika mata perempuan itu membelalak. "Jadi dia sudah memberitahu?" Suara Ruby memelan.
"Bolehkah kami mendengar alasan Tante menghilang saat itu?" lanjut gadis dengan rambut hitam pekat sebahu tersebut. "Kami tahu kami sudah mendengarnya dari Ayah. Tapi... kami juga ingin mendengarnya dari Tante."
Ruby diam sejenak dan menghela napas panjang. "Apa saja yang Ayah kalian katakan?"
Keduanya mengatupkan mulut sejenak sebelum Violet yang menjawab, "Ayah bilang kalau dia membatalkan pertunangan demi Ibu. Jadinya Bibi pergi ke Singapura."
"Apa?" Respon Ruby membuat keduanya terlonjak. "Onyx mengatakan hal seperti itu?"
Keduanya mengangguk ragu.
"Tega sekali dia membohongi putrinya seperti ini." Mendengar itu, Violet dan Becky bertukar pandang dengan alis yang mulai bertautan.
Ruby mengerucutkan bibir ke samping dan mengusap wajah. "Onyx kadang memang terlalu baik, itulah sebabnya aku meninggalkannya."
"Apa?" Wajah Becky semakin semrawut dengan kerutan yang berlipat ganda.
"Ya, sebenarnya waktu itu akulah yang meninggalkan Onyx." Ia menjeda lama, tapi terbilang sebentar bagi Violet dan Becky yang sudah mati penasaran. "Waktu itu kami sedang dalam fase yang tidak baik. Kami sering berdebat karena hal-hal kecil. Entahlah, mungkin karena pandangan kami ketika dewasa mulai berubah. Tak seirama ketika masih kanak-kanak."
KAMU SEDANG MEMBACA
We Start With The End [TAMAT]
Romance[WATTYS 2023 SHORTLIST] Ruby Moonstone melarikan diri ke Indonesia karena perceraian menyakitkan dengan mantan suami, Jason, di Singapura. Setelah satu dasawarsa pernikahan, semuanya tumbang karena Jason memilih mencari wanita lain untuk mendapat mo...