EMPAT [4]

15 5 0
                                    



Setelah melewati masa-masa yang melelahkan juga memalukan itu, akhirnya Tama dan Revan diizinkan untuk masuk kelas dan mengikuti pembelajaran seperti biasa.

-----

Teett!!!

Bel tanda istirahat telah berbunyi. Semua siswa berdesak-desakan keluar kelas untuk segera menuju kantin sekolah.

Sementara itu Revan yang masih malas dengan keadaan hanya duduk manis di bangku kesayangannya itu. Ia sangat malas untuk menuju ke kantin hari ini. Entah mengapa? Walaupun perut Revan terasa lapar, tapi rasa malasnya dapat mengalahkan rasa laparnya.

"Revan..." Panggil teman sekaligus classmeet Revan. Namanya Hero, Ia adalah seorang laki-laki berambut ikal berkulit putih dan ganteng. Selain Hero, Revan juga memiliki teman yang bernama Rafael, Anak milyarder yang baik hati dan tidak sombong.

Mereka bertiga terkenal selalu bersama, entah itu kerja kelompok, grub menyanyi, regu piket, regu pramuka, pokoknya kalau di sekolah selalu barengan deh, udah kayak tiga serangkai.

Revan yang merasa dirinya terpanggil langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Hmm" Revan hanya mendehem.

"Ke kantin yok" Ajak Hero sembari menarik lengan Revan. Revan yang merasa lenganya ditarik secara tiba-tiba melonjak kaget dan berdiri dari bangkunya.

"Males ahh..." Jawab Revan sembari duduk lagi di bangku kesayangannya itu. Entah apa pelet yang digunakan bangku itu, sampai-sampai Revan tidak mau lepas dari bangku itu, maunya nempel terus.

"Yakin nih, nggak mau?... Gue traktir deh..." Bujuk Rafael.

"Udah deh.... Ayok!!!" Ajak Hero sekali lagi sambil menarik lengan Cenaa lagi.

Revan yang akhirnya pasrah dengan keadaan, mau tidak mau ia harus menuruti kedua temannya itu.

"Nah... Gitu dong" Tambah Rafael.

-----

"Kalian langsung duduk aja deh, gue yang beli jajan, lu mau apa Hero?" Tawaran Rafael.

"Gue mie ayam deh sama es teh jangan lupa gorengan ya..." Pinta Hero sambil senyum-senyum sok manis.

"Kalau lu apa Cen?"

"....." Tidak ada tanggapan sedikitpun dari Cenaa. Ia merasa malas sekali hari ini, entah ada apa.

"Yaudah deh, Cenaa pesenin aja kayak gue tapi mie ayamnya nggak pedes" Sahut Hero.

-----

Tak lama kemudian tiga mangkuk mie ayam lengkap dengan es teh dan gorengan, mendarat sempurna di meja makan.

Hero yang sudah lapar tidak sabar melahap mie ayam didepannya. Namun sebaliknya, Revan malah cuma memandang mie ayam tersebut tanpa memakannya.

"Lu nggak mau mie ayam?" Tanya Hero.

"Nggak, makan aja daripada mubadzir" Jawab Revan sedikit rada ketus.

"Kok jawabnya ketus sih?" Tanya Hero.

"Biarin, siapa juga yang mau ke kantin, gue kan dari tadi udah bilang nggak mau ke kantin" Jawab Revan dengan nada tinggi.

"Lo nantang gue apa gimana sih? Disabarin dari tadi malah ngelunjak, lu maunya apa?" Ujar Hero dengan nada tinggi sambil mencekik leher Revan.

"Wey... Sabar-sabar" Seru Rafael sambil mengelus-elus dada Hero, tanda sabar.

"Untung lo temen gue, coba aja kalau nggak, udah gue hajar lo habis-habisan" Geram Hero.

Revan yang merasa sangat malas dengan keadaan, langsung berdiri beranjak pergi dari meja makan. Ia merasa ingin sendiri, tidak ada yang boleh mengganggu titik. Walau Tama sekalipun.

-----

Revan memilih menyendiri di perpustakaan. Entah mengapa Revan suka perpustakaan, Revan suka ketenangan. Menurutnya tempat tertenang di sekolah selain di toilet adalah di perpustakaan. Apalagi ditambah Revan yang suka membaca buku. Ia akan betah lebih lama tinggal di perpustakaan.

Revan mengambil sebuah buku berjudul "Sahabat". Ia memilih untuk duduk di pojok perpustakaan di belakang rak buku paling pojok. Dimana tempatnya sepi dan tenang. Revan yang sudah menemukan ketenangannya bersiap memulai membaca dari halaman ke halaman.

Tertiba ada orang yang masuk ke perpustakaan dan tampaknya orang itu mencari Revan.

"REVAN..." Teriak orang tersebut.

Revan yang mendengarnya, hanya diam tak bersuara. Ia sudah kenal suara itu, siapa lagi kalau bukan Tama.

Tama berkeliling mengelilingi perpustakaan, tapi hasilnya nihil. Ia tidak menemukan Revan. Sampai tiba saatnya Tama melihat bayangan dari balik rak buku paling pojok. Tama yang penasaran pun menghampirinya dengan pelan-pelan.

Dengan hati-hati ia menggeser sedikit rak buku itu. Tak disangka, orang yang dari tadi ia cari-cari ternyata ada disitu sambil membaca buku.

"Revan..." Panggil Tama pelan.

Revan yang mendengar namanya dipanggil, ia hanya mendehem."Heemm..."

"Lu ngapain di sini sendirian?" Tanya Tama.

"Baca buku"

"Tumben nggak sama temen-temen lo?"

"Tadi gua habis dari kantin, liat temen-temen lo, si Hero sama si Rafael. Tak samperin lah mereka, tak tanya...

"Lho tumben nggak sama Revan, Revannya ke mana?" Tanya Tama kepada Hero dan Rafael.

"Nggak tahu kak, tadi sih habis dari sini. Tapi, udah pergi kak" Balas Rafael.

"Kira-kira pergi ke mana ya?"

"Ke perpus sih kak biasanya, soalnya dia lagi nggak mood kak, lagi marah mungkin, lagi ada masalah" Jawab Rafael menjelaskan keberadaan Revan.

"Ouh gitu, makasih ya, untuk infonya"

... Maka dari itu gue ke sini. Lu kenapa sih? Masih marah ya sebab kejadian tadi pagi?"

"Hmm..." Jawab Revan singkat.

"Yaudah deh, gue minta maaf. Dimaafin kan?" Ucap Tama meminta maaf sekali lagi sehabis insiden tadi pagi.

"Iya... Udah gue maafin kok" Jawab Revan.

Teett!!!

Bel tanda masuk pelajaran berbunyi.

"Udah ada bel noh, cepetan masuk kelas, katanya nggak mau bolos-bolos lagi?" Suruh Tama.

"Iya deh..." Balas Revan sambil beranjak dari tempat duduknya.

Gimana? Bagus ga sih ceritanya?
Jangan lupa star nya yaa...
Assalamualaikum...
Tunggu bab 5 nya.
Makaseeh

Pensil PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang