AFNAN WARDANA PUTRA

32 3 0
                                    

"Ketua! Dipanggil Bu Dina, cepet!" teriak nggak santai Gita dari pintu masuk kelas. Aku yang sedang minta koleksi anime dari Reza mendonga dengan alis berkerut. Kesal. Bu Dina itu hobi banget manggil. Terutama aku yang notabene ketua kelas. Seperti ketika upacara kemarin, Dito yang nggak bawa topi aku yang heboh kesana kemari mencari siapa yang punya topi double. Ini yang butuh siapa yang ribet siapa? Bahkan sehari setelah aku resmi menjadi ketua kelas, Bu Dina memanggilku hanya karna beliau kehilangan bolpoin hitam kesayangannya. Dan aku harus menggeledah seluruh tas di kelas hanya untuk mencarinya. Tapi kalian tau apa? Ternyata itu bolpoin kesayangan yang katanya dari Amerika, terselip di tas KW-nya! Nyebelin nggak tuh!

Dan sekarang masalah apalagi yang timbul di hari ke-14 ku menjabat ketua kelas? Apa sisirnya hilang? Ah, atau bulu matanya ada yang jatuh? Dan yang membuat kesal adalah satu lagi, nggak ada yang mau menjadi wakilku. Hm. Aku segera beranjak dari bangku setelah pamit pada Reza, dan menyuruhnya tetap melanjutkan pengiriman anime ke laptopku. Juga menyuruhnya untuk mematikan laptopku sekalian jika aku belum juga kembali. Karena aku tau ini nggak akan singkat. Dan aku sendiri harus segera tiba di kantor sebelum Bu Dina marah-marah padaku yang sama sekali tidak berbuat satu kesalahan pun padanya. Hm. Benar-benar menyebalkan menjadi anak buahnya. Dan kenapa harus aku? Bukan bukan, kenapa aku mau?

"Iya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku begitu tiba di depan mejanya setelah mengetuk pintu kantor dan kembali menjadi perhatian. Karena Bu Dina yang hobi banget manggil ke kantor. Jadi kayak penghuni kantor udah biasa dengan kedatanganku.

Bu Dina menatapku sambil tersenyum creepy. Ah atau sekarang aku panggil Bu Creepy? Atau Bu Zombi? Bu Valak? Oke. Bu Valak. Selamat untuk panggilan barumu, Bu. Kekehku dalam hati sambil terus menatapnya yang dari tadi belum berkata apa-apa. Padahal semenit lagi bel masuk akan berbunyi. Benar-benar ahli dalam mencari masalah, kan? Untung aja jam selanjutkan adalah Pak Wahyu yang mengajar Agama dan beliau termasuk guru yang sabar. Jadi, kalau aku terlambat sebentar nggak masalah kayaknya.

"Bawa tugas kelasmu. Udah selesai saya koreksi. Dan bilang sama teman-temanmu, kalau siapapun dari mereka yang mendapat nilai kurang dari 70, wajib hukumnya mengerjakan dua kali lipat tugas yang saya berikan."

Aku hanya melongo mendengar ceramahnya. Wow gila. Tugas yang beliau berikan nggak terima kertas folio 4 lembar bolak balik lho. Terus kalau dua kali lipatnya jadi gimana? Gimana?! Aku hanya tersenyum masam sambil mengambil tumpukan kertas yang udah siap diambil sambil menggerutu kecil. Dan berdoa semoga aku nggak menjadi salah satunya.

"Oh iya, Sasya. Saya mendapat keluhan dari Bapak Ibu guru, kalau kelasmu itu ramai pada saat jam pelajaran. Bisa kamu bilang sama teman-temanmu untuk tenang? Saya bisa marah kalau kalian bandel."

"Baik Bu." jangan sampai Ya Allah, aku berdoa dalam hati. "Kalau begitu saya permisi."

"Eh bentar! Saya belum selesai bicara." Bu Dina mengintrupsiku lagi. Aku menghela nafas pelan lalu kembali menghadap beliau. "Temanmu yang namanya Rangga itu, kemana?"

Rangga? Tanyaku dalam hati. "Rangga?"

"Iya. Rangga Bimantara. Temanmu kan itu? Masa kamu sebagai ketua kelas nggak kenal sama teman sekelasmu?" Bu Dina bertanya dengan nada nyengit. Eh? Aku baru sadar. Iya, benar. Udah dua minggu ini aku nggak ketemu sama Rangga, si orang yang ku taksir yang juga sekelas denganku. Kok aku bisa lupa sama dia? Jadi selama ini dia nggak masuk kelas? Serius?

"Dia kemana memangnya, Bu?"

"Ya mana saya tau! Orang saya tanya sama kamu, malah kamu tanya balik. Gimana sih kamu itu?!"

Oh iya. Bener. Aku ini gimana sih? Tapi nadanya biasa aja dong, Bu. Saya kan juga nggak tau kalau dia nggak pernah masuk.

"Yaudah, segitu dulu. Dan tentang Rangga, tolong urus dia. Kalau bisa datang gitu ke rumahnya, bujuk buat berangkat sekolah lagi. Oke, sekarang kamu bisa kembali ke kelasmu." mungkin karena aku ngelamun, Bu Dina kemudian mengusirku. Aku mengundurkan diri dan segera kembali ke kelas dengan tangan penuh kertas garapan setelah mengucapkan terimakasih. Aku melihat keadaan sekolah sekilas, ternyata udah sepi. Mendadak aku kembali teringat dengan Rangga. Serius, si Rangga itu nggak masuk? Kenapa aku bisa nggak tau? Kok bisa nggak tau? Ah, ini pasti gegara Bu Dina yang sering bikin konten nggak jelas. Jadi aku sibuk sendiri dan lupa sama dia. Lagian kenapa kamu nggak masuk segala sih? Aku lagi kan yang repot. Meski aku suka sama kamu, tapi jangan ngerepotin juga dong! Ngurus Bu Dina seorang udah sibuk banget ini lagi ditambah sama kamu. Haaaah...

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang