"Nungguin lagi?" ah lama-lama aku kesal juga mendengar pertanyaan ini selama 5 hari berturut-turut.
"Bodo. Sekarang yang terakhir!" kesalku. Gimana enggak? Godain mulu ini bocah satu. Dia terkekeh. Ini lagi. Entah, akhir-akhir ini orang yang di sekitarku pada suka ngekek. Ngomong-ngomong kalau disuruh milih sih, aku lebih milih untuk meninggalkannya. Tapi ini adalah suatu gerakan untuk memastikan jika makhluk Tuhan yang sangat menyebalkan itu masuk sekolah. Apa besok besok aku nggak perlu nungguin dia lagi ya? Tuman nanti ditungguin terus-terusan.
"Kemarin latihan sampai jam berapa?" entah dapat hidayah dari mana selain dia yang hari ini berangkat 2 menit lebih awal dari kemarin, tiba-tiba dia bertanya sesuatu yang nggak biasa, setelah bersalaman dengan guru yang mendapat piket pagi untuk mencari kesalahan siswa. Aku mengedikkan bahu sambil menjawab, "Jam 5, kayak biasanya."
"Kenapa nggak keluar aja?"
"Karna aku nggak mau. Lagian kenapa? Ini kan kegiatanku, daripada di rumah dengerin pi–musik yang-yang bikin jenuh." hampir aja keceplosan. Ini mulut kalau ngoceh suka se-enaknya. Padahal biasanya juga diam, anteng. Semoga aja dia nggak ngerasa aneh dengan nada ku yang mendadak gagap. Diam diam aku berdoa dalam hati.
"Oh gitu. Setiap hari?" aku hanya mengangguk takut melakukan kesalahan lagi. "Ngantar Arina juga salah satu kewajibanmu?"
Aku mengernyit. "Kamu tau aku nganter Arina?" lalu tiba-tiba aku teringat dengannya yang dulu nggak sengaja pernah ketemu di jalan. Dia di warung pojokan pasar. Apa ini adalah juga petunjuk? Petunjuk apaan?!
"Aku sering liat kamu lewat jalan itu, jalan ke rumah Arina. Kenapa sama dia?" dia mencoba menjelaskan. Aku mengangguk-angguk acuh. Aku menaiki tangga lebih dulu darinya. "Dijawab kali, Sya." dia berucap tepat di belakang kepalaku. Mendadak dadaku berdesir. Merinding.
"Ehm.. iya. Kasian dia nggak ada yang jemput." jawabku apa adanya sembari menahan rasa ingin pipis karena merinding. Aku melihat Arina orang yang menjadi bahan pembicaraan kami berdiri di pintu kelasnya, IPA 2. Dia melambaikan tangan padaku, aku membalasnya dengan kaku. Makhluk yang berjalan di belakangku membuat aura jadi horor.
"Telat lagi, Sya?" tanya Arina ketika aku udah di dekatnya. Entah kenapa lorong yang biasanya sepi, hari ini sedikit ramai. Padahal bel masuk udah berbunyi sejak tadi.
"Biasanya juga gimana. Duluan Rin." aku kembali melangkahkan kaki.
"Aku nggak suka kamu pulang larut tiap hari." nih anak habis makan apa sih? Pas pertama ketemu aja kasarnya minta ampun. Sekarang? Coba lihat apa yang baru aja dia lakukan. Maksudnya apa coba? Aku membalikkan badan ke arahnya. Sekarang kami ada di pertengahan lorong kelas ku dan berhadapan. Aku menatapnya heran. "Aku serius. Bahaya kalau kamu pulang larut terus. Kamu perempuan. Emang orangtuamu nggak marah atau gimana lihat kamu pulang jam segitu?"
Kedua mataku menyipit menatapnya.
"Kamu nggak perlu ikut campur bisa, kan? Kita udah selesai hari ini. Kamu mau masuk atau enggak. Terserah, oke. Lagian kamu udah gedhe, tau mana yang benar dan salah."
Udahlah! Lagian dia juga udah gedhe, udah SMA juga harusnya udah bisa mikir kan? Dan tentunya bisa jaga diri juga. Aku kembali melangkahkan kakiku dengan langkah yang terkesan dihentak-hentakkan. Dan tanpa ku sadari, percakapan singkatku dan Rangga tadi menjadi perhatian dari kelasku dan kelas kelas yang lain. Aduh.. benar-benar. Ini bukan tontonan hey!
"Kalian kenapa, putus?" tanya Adel dengan nada menggebu ketika aku tiba di sebelahnya. Wah.. ini anak juga korban tontonan gratis pagi ternyata. Ini juga, putus? Putus apanya? Iya, aku putus. Putus alias nyerah atas Rangga. Perkataannya tadi entah kenapa sedikit menyinggung perasaanku. Aku agak kesal kalau ada yang bahas orangtua soalnya. Jadi tanpa sadar aku mengatakan hal itu. Nanti kalau dia beneran nggak masuk gimana? Aku mesti berhadapan sama Bu Valak lagi! Padahal serius aku itu capek. Tugas yang diberikan bapak ibu guru udah nyita waktu ku, latihan upacara yang menyita tenaga, dan pertengkaran yang membuat tekanan batin, oh iya ditambah Bu Valak yang tiap hari mencari masalah. Apalagi sekarang beliau udah pulang dan kemarin ketika pulang aku udah kena semprot, karena belum ada yang mengerjakan tugasnya 2x lipat bagi yang mendapat nilai dibawah 70. Padahal aku udah berusaha memberi peringatan pada teman-temanku tapi apa daya. Mereka malah memelas padaku untuk memberi tambahan waktu, dan aku lagi yang dijadikan tumbal oleh mereka. Menyebalkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE
RomanceHanya ceritaku dan kisah cinta klasikku. Si gadis SMA yang sedang mencari cinta dan menelisik masa lalu. Aku si yang baru tahu dan aku yang... tersakiti karenaku.