THE MIDDLE OF NOWHERE

22 3 0
                                    

Dia, Rangga Bimantara. Cowok paling rese yang pernah aku kenal. Nggak rese sih, tepatnya kasar! Tuh laki baruaja keluar dari parkiran dan... berjalan tepat ke arahku yang udah menanti kedatangannya sejak tadi. Cih!

Ini kalau bukan karena janji ku dengan Bu Valak kemarin di chat, nggak bakalan mau aku nungguin itu si kampret. Dan untung aja satu jam nunggu membuahkan hasil, ya meski dia telat 20 menit! Duh sumpah ya, itu anak mau diapain? Serius tadi Bu Yani sampai maksa suruh masuk, tapi aku nggak mau sebelum si kampret datang. Dan menjelaskan sedikit tentang kondisi kami. Untungnya beliau paham apa yang sedang terjadi padaku dan padanya.

"Nungguin juga." ucapnya santai.

Si kampret emang.

"Kepaksa!" sengitku sembari mulai melangkahkan kaki. Lumayan pegal, mana tas punggungku berat lagi. Isinya banyak-lah. Benar-benar menguras tenaga. Kita bertemu Bu Yani di hall, beliau senyum ketika kita bersalaman. Awalnya Rangga nggak mau, tapi ku paksa. Ya gimana, orang ketemu guru masa nggak mau salaman kan nggak sopan. Abis itu, kita langsung cuss ke kelas. Hari ini Kamis kan? Berarti jam pertama... Bu Indah. Apa ya? Bahasa Jawa kalau nggak salah. Lorong yang aku ceritakan kemarin, tetap kosong mengingat udah masuk setengah jam yang lalu kalau nggak salah hitung. Semua udah memulai pelajaran dan kembali kita berdua menjadi sorotan.

Bentar bentar kayaknya ada yang aneh. Sek sek.. aku tadi ngomong 'kita' ya? Kita siapa?! Adanya hanya aku dan dia, bukan kita. Hedeh. Dan di ujung, aku dan dia masuk kelas setelah aku mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Bu Indah menatap laki-laki di belakangku ketika minta izin untuk ikut pelajarannya. Mata Bu Indah menyipit menatap Rangga, yang ditatap malah bodo amat. Tau nggak? Satu kelas, pada bergeming melihatku datang bersama Rangga. Oke teman, ketua kalian akhirnya berhasil membawanya kembali ke kelas dengan selamat, sehat, sentosa.

"Kamu Rangga?"

"Bukan, Bu. Tapi Lee Min Ho." pfft! Apa katanya, Lee Min Ho? Si kampret emang! Aku ngikik dia nendang. Ck. Apaan sih. Satu kelas bahkan sampai terbahak mendengar jawabannya. Padahal dia sendiri yang ngelawak Cuma aku yang dia tendang. Kasar emang!

Bu Indah nggak ngelanjutin lagi pertanyaannya. Mungkin beliau kesal, sehingga aku dan dia dipersilakan untuk duduk. Adel menyambutku dengan gembira. Kulihat Reza juga menyambut Rangga dengan baik, mengingat dua orang itu duduk sebangku. Absen kita nggak jauh sih soalnya sama Rangga. Aku berpaling ketika Rangga menoleh ke arahku. Si kampret emang. Beberapa saat kemudian, Bu Indah mulai menjelaskan tentang materi pagi ini. Kalau nggak salah dengar tentang geguritan. Tau geguritan? Iya, puisi. Tapi dengan menggunakan Bahasa Jawa. Namanya juga pelajaran Bahasa Jawa. Di akhir pelajaran, beliau meminta semua murid untuk membuat geguritan dan membacanya di pertemuan selanjutnya. Oke. Mungkin aku masih bisa membuat. Aku buruk dalam Bahasa Jawa, terutama Bahasa Krama. Apalagi ditambah Alus. Jadi, Bahasa Krama Alus. Alamat nyontek! Kepepetnya nggak bisa nyontek ya.. wal ngawuri. Gimana ya, susah soalnya. Kalau disuruh milih nih, mending aku suruh ngerjain soal Bahasa Jerman deh! Saking susahnya itu bahasa. Tapi, kalau aksara Jawa, aku masih bisa bahkan sampai pasangannya juga. Meski nggak bisa Bahasa Krama-nya se-enggaknya bisa aksaranya. Tapi tenang, aku masih bisa menggunakan bahasa itu, walau bahasa Ngoko. Ini bukan berarti aku nggak suka sama bahasaku sendiri, ya.

"Sya, kamu kalau pulang latihan jam berapa?" tanya Adel ketika aku bersiap untuk kumpul Paskib. Aku menaikkan sebelah alis. "Jam 5 biasanya kalau lancar. Kenapa?"

"Enggak, kamu kan anak perempuan. Masa pulangnya malam malam. Nggak dimarahi emang sama orangtuamu?"

Boro-boro. Mending kalau dimarahi. Justru yang aku dapet waktu sampai rumah justru mereka yang malah marah-marah satu sama lain. Aku? Bagaikan angin yang lewat di padang pasir yang sunyi. Halah lebay!

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang