- VEGAS P.OV -
Rasanya begitu gelisah setelah mendapatkan kiriman video Pete yang memiliki banyak luka di tubuhnya. Mengingat aku yang tidak pernah sedikitpun berani untuk menyakiti tubuh mulus milik sosok berhati lembut tersebut membuat diriku meneteskan air mata.
Sekalipun aku tahu bahwa Pete adalah seseorang yang menyukai bahkan kecanduan akan rasa sakit dan disakiti saat besamaku di atas ranjang, tetapi tidak pernah terlintas dalam benakku untuk merusak kulit putihnya dengan luka berdarah. Paling keras aku hanya meninggalkan bekas hisapan berwarna keunguan saja di sana. Itu juga terkadang sudah membuatku menyesal dan sedih karena merasa perbuatan itu seolah-olah akan membunuh Pete saat itu juga.
Saat mendapatkan perintah dari Kinn untuk kami semua segera pulang ke rumah utama, aku memiliki harapan besar untuk itu. Suara bodyguard Kinn yang terdengar sangat serius itu membuatku menaruh percaya diri tinggi bahwa sepupu yang selalu menjadi teman bertengkar itu akan menyampaikan sesuatu yang menjadi titik terang.
"Hia jangan putus asa," ujar Macau yang terdengar samar karena aku sudah hampir tertidur.
"Aku percaya bahwa kurang dari tiga hari lagi kita bisa menemukan Pete." Aku berkata dengan nada tegas dan yakin tanpa membuka kedua mata sama sekali.
Dan, nyatanya aku benar-benar terlelap sampai tidak sadar kalau sudah sampai di tujuan. Macau membangunkan dan menuntunku untuk segera sampai di ruang rapat. Masih setengah sadar, aku mendengar bahwa tim IT juga akan menyampaikan sesuatu saat rapat. Segera saja nyawaku masuk seluruhnya ke dalam raga hingga rasanya tubuh ini kembali segar bugar.
Setelah semua orang berkumpul, Kinn lebih dulu menyampaikan apa yang ingin ia katakan. Semua orang terkejut pada cerita yang baru saja disampaikan. Porsche yang juga ikut mendengarkan nampak memasang ekspresi wajah yang sangat sulit untuk diartikan. Entah itu hanya dari sudut pandangku atau dari yang lain juga, tidak tahu.
Yang jelas, setelah itu kami semua menghela napas panjang dan penuh rasa kesal. Bagaiman tidak? Dalam situasi genting seperti ini, Porsche masih bisa cemburu buta pada anak kecil yang ada dalam cerita suaminya. Bahkan seperti yang aku dengar tadi, Kinn saja tidak tahu bagaimana kondisi anak itu sekarang. Kemungkinan terburuk adalah dia telah mati karena selalu disakiti oleh keluarganya.
"Kalau anak itu masih hidup dan mungkin saja menunggumu untuk menjadikannya istri, bagaimana?"
Pertanyaan Porsche barusan membuatku sedikit naik pitam. Orang itu sepertinya sama sekali tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang tengah di hadapi. Aku benar-benar kesal sampai berdiri sambil menggebrak meja hingga semua orang mengalihkan atensinya padaku secara serentak.
Secara tegas aku mengatakan agar semua orang fokus pada kasus yang harus segera dituntaskan tanpa memasukkan urusan pribadi di dalamnya. Namun, Porsche membuatku tidak bisa menyangkal lagi karena dirinya berkata bahwa kasus saat ini pun adalah urusan pribadiku. Memang benar, tetapi ... argh, sangat menyebalkan!
Pada kenyataannya aku harus menerima bahwa Porsche adalah diri Pete yang lain. Keduanya sama-sama memiliki mulut pedas yang hanya akan menjadi manis saat merayu para kolega untuk menjadi investor dalam bisnis kami. Jadi, kalau diperhatikan memang aku dan Kinn lah yang paling menderita karena harus jatuh terlalu dalam di jurang cinta milik sosok seperti itu. Ya, sebuah derita yang menyenangkan.
Kembali pada rapat yang kini dipimpin oleh tim IT, aku mendengarkan semua penjelasannya dengan seksama. Mereka juga sudha mendapatkan lokasi paling relevan dari pemilik nomor yang tadi kuberikan. Lokasi yang sama seperti alamat dari rumah yang ada dalam ingatan Kinn. Hah ... sebuah kebetulan yang cukup mengejutkan.
Saat rapat hendak diakhiri, ponselku kembali berbunyi sebagai tanda adanya telepon masuk. Hanya saja nomor kontak adalah anonim. Segera saja kuterima panggilan itu dan memaki seseorang diseberang saja yang belum diketahui siapa dia. Namun, aku yakin bahwa si Penelepon adalah orang yang sama dengan yang mengirimkan pesan video tadi.
[Tolong datang ke satu-satunya rumah mewah di perbukitan. Secepatnya tolong Pete karena aku mendengar bahwa kakak dan ibu akan membawa Pete untuk dijual ke rumah bordil.]
Jawaban dengan suara berbisik itu membuatku terkejut dan langsung menyalakan fitur speaker di ponselku. Meminta penelepon itu mengulangi ucapannya tadi, tetapi tidak dilakukan dengan alasan dia sedang buru-buru karena takut dibunuh jika ketahuan melakuka panggilan telepon dengan orang asing.
"Ai Big, apakah itu kamu?" tanya Kinn cepat.
[Bagaimana kamu tahu?]
"Kinn Theerapanyakul adalah namaku, apa kamu ingat sekarang?"
[Kinn ... bantu aku. Tolong aku dan Pete secepatnya dari dua monster itu.]
Itu adalah kalimat terakhir yang Big ucapkan sebelum sambungan telepon diakhiri secara sepihak. Seperti yang bisa diduga, anak itu mungkin saja buru-buru mematikan ponsel karena hampir ketahuan oleh dua orang yang ia sebut sebagai monster tersebut.
Segera kami semua keluar dari ruangan dan memerintahkan semua bodyguard dari keluarga utama maupun keluarga kedua untuk bersiap melakukan penyerangan ke rumah yang tadi Bug sebutkan. Tidak ada siasat apapun yang direncanakan karena Kinn sendiri sudah tahu di mana saja titik aman untuk menyelinap dan melancarkan serangan kami nanti.
Berbagai senjata api dari short gun sampai laras panjang serta beberapa jenis senjata tajam kami bawa untuk memperkuat tim dari kami sebagai klan mafia terbesar saat ini. Siapapun yang berani bermain-main maka akan mendapatkan ganjarannya. Tidak akan ada ampun bagi mereka yang sudah dengan lancangnya mengusik ketentraman penghuni serta wilayah yang mutlak milik klan Theerapanyakul.
"Selangkah lagi, sayang. Selangkah lagi aku bisa kembali memelukmu dan tidak akan pernah lagi melepaskannya sampai kapanpun." Aku berjanji untuk diriku sendiri.
Kami bergerak saat hampir tengah malam agar bisa melumpuhkan beberapa lapisan pagar manusia yang mungkin saja ditempatkan di beberapa titik yang tidak diketahui. Terlebih lagi lokasinya dikelilingi hutan belantara yang sangat mudah untuk melakukan kamuflase.
Aku mengakui jika diriku ini ceroboh. Terlalu percaya diri dalam memimpin sampai tidak mengindahkan keselamatan diri sendiri. Hampir saja sebuah peluru kembali melukai tubuh ini jika saja Kinn dan Kim tidak segera menarik tanganku untuk merunduk.
"Sekali saja cobalah untuk tidak bertindak bodoh!" Kim berkata dengan nada kesal.
"Semoga Porschay-mu tidak mengalami hal yang sama seperti Pete!" Aku menjawabnya dengan nada bicara yang sama.
Detik berikutnya, aku dan Kim yang masih saling pandang dengan tatapan marah harus sama-sama dipaksa menunduk oleh dorongan kuat dari tangan milik Kinn. Dia memarahi bahkan sampai mengancam akan membunuh kami berdua jika terus bertengkar seperti anak kecil yang berebut mangsa di area outbound.
Setelahnya, kami berpisah dengan aku yang bersama Kinn menuju sisi selatan sementara Kim dibawa oleh Porsche ke sisi barat. Kali ini situasi semakin mencekam dan aku pun harus berkonsentrasi agar tidak terluka saat nanti bertemu dengan sosok manis yang sangat kucintai lebih dari nyawaku sendiri. Katakanlah aku ini terlalu dramatis, tetapi kenyataannya memang aku hanya mencintai Pete saja.
.
.
°×°°°°°×°
22/05/22
Las Vegas banyak Pete
KAMU SEDANG MEMBACA
Vegas X Pete Fanfiction [✓]
FanfictionPete memilih untuk tetap mencintai Vegas dengan tidak mau peduli pada risiko dan kemungkinan terburuk apapun yang akan terjadi ke depannya. Yang ia ketahui hanyalah tentang bagaimana seharusnya menempatkan diri agar pantas bersanding dengan sang kek...