{10}

661 77 3
                                    

Hai lagi 👋

Gimana kabarnya semuanya?
Maaf ya kalau aku lama up nya😅

And, aku cuma mau bilang, makasih banyak yang udah mau vote✊

Terhura dech~

Semoga suka ceritanya 🥰

Happy reading~
.
.
.
.
.
.
.
🍀🍀🍀

“Jadi?”

Eleasha memberikan dokumen yang telah ia siapkan sebelumnya. Sehari sebelum kedatangan Elldan, Eleasha telah melakukan percobaan makanan dengan menambahkan cabai.

Dan yah, hasilnya sesuai dugaan. Cabai di sini mempunyai rasa yang pedas, sama seperti di dunianya dulu. Memang, ada beberapa cabai yang mempunyai rasa lebih kuat, ada juga yang lebih lemah atau sedikit pedas.

Eleasha membuat laporan tentang percobaan nya untuk ia berikan kepada kakaknya.

Elldan membaca dokumen yang di beri Eleasha dengan seksama.

“Hm, sepertinya ini bisa di coba,” ucap Elldan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mata Eleasha berbinar cerah, ahh~
Tak ia sangka Elldan akan menyetujui dengan semudah ini. Padahal jika Elldan tidak mudah menyetujui pun Eleasha sudah menyiapkan banyak bahan untuk membujuk pria itu.

Eleasha memegang lengan Elldan dengan perasaan gembira.
“Kak, mau berburu bersama?” tanyanya spontan.

Elldan tersentak pelan. Pria itu mencoba mengingat ucapan adiknya itu tadi, apakah tadi dia mengajaknya berburu? Wajahnya sedikit memerah saat ia mengingat jika ajakan berburu dari lawan jenis hanya dilakukan oleh sepasang kekasih.

Di sini, memang jika ada seorang laki-laki ataupun perempuan yang mengajak berburu bersama itu bisa di anggap ajakan kencan.

Masih dengan wajah memerah malu, Elldan melihat wajah Eleasha yang tengah menatapnya polos.

Pemuda itu menghela napas, sudah ia duga, adiknya yang imut itu belum tau jika ajakannya mengandung maksud lain.

Tangan Elldan terangkat mengelus Surai hitam pekat milik adiknya.
“Oke. Tapi Asha, ingat ini baik-baik. Jangan pernah mengajak orang lain berburu sembarangan lagi oke? Kalau kamu memang mau berburu, ajak saja kakak. Mengerti?”

Di saat-saat seperti ini, entah kenapa sikap polos dan lemot Eleasha keluar. Gadis itu memiringkan kepalanya bingung. Dalam pikirannya ia bertanya-tanya apa alasan ia tidak boleh melakukan itu. Meski begitu, ia mengangguk-anggukkan kepalanya.

Sedangkan Ken yang sedari tadi melihat itu memutar pandangannya malas.

“Ayo,” ujar Elldan menarik lembut tangan Eleasha.

Ia mengambil pedang miliknya lalu mengajak Eleasha ke arah kuda hitam kesayangannya yang ia ikatkan di pohon yang tak jauh dari situ.

Memang, selama 4 hari perjalanan ke sini, pemuda itu menaiki kuda agar cepat sampai. Karena jika memilih untuk menaiki kereta kuda, perjalanan yang dibutuhkan lebih lama, yaitu lima hari.

“Kak, aku bisa menaiki kuda sendiri,”

“Tidak, pergi bersamaku atau tidak usah sama sekali,” ancamnya menahan tangan Eleasha yang hendak pergi ke kandang kuda rumah itu.

The Villainess ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang