"Kita sampai" Ujarnya. Lagi lagi aku terkejut.
'Sampai? Secepat itu?' Batinku tidak percaya. Perlahan aku membuka mata.
Setelah sepuluh tahun lamanya, pemandangan dunia diluar menara terlihat begitu menakjubkan.
"Ini ada dimana?" Tanyaku mengedarkan padanganku pada tanah berumput di sekelilingku. Di depannya terlihat hutan gelap dipenuhi pepohonan.
"Ini masih dipulau tempat menara yang mengurungmu. Kau lihat di depan sana? Kita perlu melewati hutan itu untuk menemukan laut"
Aku mengangguk. "Lalu bagaimana kita akan melewati laut itu?"
"Kau akan mengetahuinya setelah sampai disana" Jawab Albus lagi lagi menyisakan tanda tanya di kepalaku.
Pagi berganti siang, tapi kami masih berada di lapangan berumput hijau. Ku pikir kami akan cepat memasuki hutan, tapi nyatanya hutan itu masih jauh di depan sana.
"Aku lelah" Keluhku.
Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Dan sekarang aku lapar. Seperti bisa membaca pikiranku, Albus mengulurkan sepotong roti di depanku. Aku merasa terharu. Siang itu, kami makan dan istirahat di tengah tengah rerumputan hijau.
Siang berganti sore, sekarang bahkan mulai terlihat gelap. Setelah perjalanan yang cukup jauh, kami berhasil mencapai tepi hutan. Aku menatap sekeliling. Hanya terlihat gelap di ujung sana.
Tiba tiba Albus menggenggam tanganku. "Mulai sekarang, kita harus berhati hati" Ujarnnya dengan wajah serius yang membuatku merinding. Mendengar peringatan itu, perasaanku menjadi tidak enak.
\[^0^]/\[^0^]/\[^0^]/\[^0^]/\[^0^]/
Author pov'
Siang itu, sepanjang jalan yang disusuri Althea perlahan tampak berubah. Rerumputan yang disentuh oleh kakinya mulai mengering dan mati. Hanya dalam beberapa menit, rumput kering itu berubah menjadi debu. Alhasil setiap jalan yang ditapakinya berubah menjadi tanah tandus yang kering.
Meski begitu, baik Althea maupun Albus tidak menyadari perubahan yang terjadi di sekitarnya. Mereka melanjutkan perjalanan hingga mencapai tepi hutan.
Siang berganti malam. Malam itu bulan sabit tampak terang di langit. Di keliling Althea dan Albus adalah pohon rindang dan semak semak belukar. Suasana malam di dalam hutan tampak tenang dan sepi. Albus terus saja memegangi tangan Althea.
Setelah merasa cukup jauh ke dalam hutan, Albus memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok hari.
Lagi lagi Althea takjub melihat Albus yang selalu membawa sesuatu yang tak terduga. Semakin melihat sihir Albus semakin tertarik Althea mempelajari sihir yang ia miliki. Kali ini, Albus mengeluarkan karpet kecil dengan sihirnya dan beberapa buah yang tadi mereka dapatnya selama menyusuri hutan.
"Bagaimana bisa kau melakukannya?" Ujar Althea penasaran.
"Nanti kau juga akan mengetahuinya" Ujar Albus kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga Althea. "Inilah yang disebut sihir" Bisiknya lalu mengerlingkan sebelah mata.
Wajah Althea terasa seperti terbakar seketika. Pipinya terasa panas dan memerah.
Albus juga menyalakan api pada kayu kering yang dikumpulkan dalam perjalanan.
Althea sibuk menenagkan hatinya yang berdetak kencang. Dia membelakangi Albus seraya memain mainkan bunga liar di depannya.
'Apa aku sakit? Kenapa jantung berdebar begini?' Batinnya merasa malu sekaligus bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The girl who live in the tower
FantasyAlthea Clarence, si gadis menara yang tinggal di sebuah pulau kecil di tengah tengah laut, jauh dari kerajaan Alcazar. Dia diasingkan, dikurung di menara tertinggi oleh keluarganya sejak ia kecil. Dalam ingatannya, orangtuanya adalah orang paling ke...