Prologue

22 4 0
                                    

Prologue:

Rothenburg ob der Tauber, 1857

"Jadi? Kau sudah mau tidur?" tanya seorang pria pada gadis kecil berpiyama tidur
Sewarna batang pohon.

"Tidak, sebelum papa menceritakan lagi kisahnya." Kedua bola mata itu berbinar
Menunggu sang papa duduk ditepian ranjang dan menceritakan kembali kisah
yang ia suka.

"Aku sudah menceritakannya ribuan kali padamu bukan?" tanya pria itu kemudian
mendekat, duduk ditepi ranjang kemudian menaikkan selimut berbahan wol
tebal ke atas tubuh putri kecilnya.

"Apa papa percaya?"

Pria itu menautkan kedua alis mendengar pertanyaan putrinya. Dua pasang bola
Mata itu saling menatap dan bertaut.

"Pada apa?"

"Pada mereka. Mereka yang selalu papa ceritakan."

Terdiam sejenak, pria itu kembali teringat masa lalu. Masa lalu yang
membawanya pada sebuah kisah yang jika ditulis, tidak akan menemukan kata
akhir di dalamnya. Menatap putrinya dengan lembut, pria itu akhirnya membuka
mulut.

"Percaya."

"Kenapa papa percaya? Mereka itu kan tidak nyata. Mereka hanya cerita yang
selalu papa ceritakan padaku."

"Alam semesta itu luas Edelweiss, kau tidak akan mengira apa yang ada di
dalamnya. Termasuk perbedaan dunia," ucap lelaki itu sembari mengelus pucuk
kepala putrinya.

"Apa papa pernah bertemu dengan mereka?"

Kini, sang pria hanya bisa mengingat dalam nelangsa. Jujur, sekuat apapun
mencoba, ia tak akan pernah melupakan apa yang ia jalani dan kerjakan. Jauh
sebelum kisahnya yang kini.

"Mungkin. Kau bisa mengira begitu Edelweiss. Sekarang, ayo tidur."

Mematikan lampu, sang pria berjalan kemudian menutup pintu kayu berat kamar
anaknya, sebelum berjalan menuju balkon. Membiarkan tubuh setegap benteng
itu diterpa angin malam. Merasakan bulir-bulir rindu yang kian hari, kian menggerogoti.

"Aku memang pernah menemui mereka Edelweiss. Entah mimpi, atau memang
sebuah kenyataan."

Five Princess With Her CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang